23 Februari 2012

Transaksi Aneh yang Dibiarkan

Tidaklah terlalu mengejutkan laporan mengenai 2.000 transaksi mencurigakan yang dilakukan oleh politikus Senayan. Perilaku sebagian dari mereka yang korup sudah terkuak lewat banyak kasus. Mungkin orang-orang baru akan kaget jika temuan yang dirilis oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ini benar-benar ditelusuri oleh penegak hukum.

Pusat Pelaporan mengungkap data itu dalam rapat kerja dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat belum lama ini. Ketua lembaga ini, M. Yusuf, berjanji segera menuntaskan analisis terhadap 2.000 transaksi yang tidak wajar itu, lalu segera melaporkannya ke penegak hukum. Ia juga mengakui adanya transaksi aneh Rp 100 miliar yang berkaitan dengan kasus Nazaruddin, bekas anggota DPR dari Fraksi Demokrat.

Janji Yusuf mungkin dipenuhi. Tapi kami ragu penegak hukum akan sungguh-sungguh mengusut transaksi aneh anggota Dewan itu. Komisi Pemberantasan Korupsi pun boleh jadi tak akan menelusurinya, kecuali mengusut transaksi berkaitan dengan kasus korupsi yang ditanganinya. Jangankan mengurus transaksi atau rekening aneh, KPK sudah terlihat kewalahan menangani kasus besar, seperti suap Wisma Atlet, kasus Hambalang, dan suap cek pelawat. Banyak sekali tokoh penting dalam sederet kasus itu yang belum dijerat oleh KPK, sekalipun indikasi keterlibatan mereka berserakan di mana-mana.

Kepolisian atau kejaksaan? Andaikata dua instansi ini peduli terhadap transaksi mencurigakan yang dilaporkan PPATK secara berkala, penjara akan cepat penuh. Mungkin sudah ribuan politikus, pejabat, dan pegawai negeri sipil yang dijebloskan ke bui dan harta mereka disita untuk dikembalikan ke negara. Soalnya, bukan hanya kali ini Pusat Pelaporan membeberkan hasil temuan. Sebelumnya, lembaga ini juga mengungkap belasan ribu rekening mencurigakan milik pegawai negeri, tapi hingga sekarang tak ada yang diusut.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono semestinya mendorong kepolisian untuk memprioritaskan pengusutan temuan transaksi mencurigakan. Polisi tak sulit menelusuri transaksi aneh karena mereka berwenang menggunakan delik pencucian uang. Ini pernah dibuktikan dengan menuntaskan kasus rekening gendut bekas pejabat pajak, Bahasyim Assifie. Bahkan kasus bekas pegawai pajak Gayus Tambunan yang ditangani polisi juga bermula dari laporan PPATK.

Ketegasan Presiden diperlukan karena telantarnya transaksi mencurigakan justru terjadi setelah kita memiliki udang-undang baru tentang pencucian uang, yakni Undang-Undang No. 8/2010. Berdasarkan undang-undang ini pula, Presiden telah membentuk Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang pada Januari lalu. Komite Koordinasi diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Jaksa Agung, Kepala Polri, Ketua PPATK, dan sederet menteri juga masuk dalam lembaga ini.

Tak mengherankan bila orang berpikiran Komite itu lebih mengutamakan pencegahan ketimbang pemberantasan. Bila pemerintah memilih strategi ini, justru citranya semakin hancur. Soalnya, temuan PPATK yang ditelantarkan hanya semakin mempertontonkan tidak berdayanya penegak hukum.***


Sumber: http://www.tempo.co/read/opiniKT/2012/02/24/1771/Transaksi-Aneh-yang-Dibiarkan