22 Desember 2011

Gangguan Keamanan


Pernyataan Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo, bahwa gangguan keamanan selama tahun 2011 meningkat dibanding tahun lalu, tak mengagetkan. Ya, karena rasa aman di masyarakat sekarang ini terasa benar makin terkikis. Ketenteraman dalam kehidupan bersama kian hari kian meranggas. Tindak kejahatan seolah terus mengintai kita di setiap sudut ruang dan waktu.
      
Secara statistik, seperti penjelasan Kapolri, gangguan keamanan ini meningkat 6,3 persen: dari 298.988 kasus pada tahun lalu menjadi 317.016 kasus selama hampir sepanjang tahun ini. Data tersebut menjadi penjelasan bahwa aksi kejahatan kini merupakan ancaman serius dalam kehidupan kita bermasyarakat. Risiko tindak kejahatan begitu nyata mengintai di banyak tempat dan di setiap waktu. Setiap saat keamanan di sekitar kita bisa terkoyak oleh aksi kejahatan ini.
      
Di sisi lain, secara psikologis, gangguan keamanan ini bahkan jauh lebih memprihatinkan. Memprihatinkan karena menimbulkan efek dahsyat terhadap kehidupan masyarakat. Efek tersebut, itu tadi, adalah terkikisnya rasa tenteram dan rasa aman orang banyak.
      
Itu bisa terjadi karena tindak kejahatan bukan saja meningkat secara kuantitatif, melainkan karena secara kualitatif juga cenderung semakin mengerikan. Betapa tidak, karena aksi kejahatan kian berani dan kian sadistis. Tindak kejahatan yang sebelumnya tak pernah terbayangkan pun, kini sudah tergelar sebagai sebuah kenyataan.
      
Tengok saja: aksi perkosaan seksual di dalam angkutan kota, misalnya, kini seperti bukan lagi cerita dalam film ataupun novel-novel murahan. Kasus perkosaan wanita di dalam angkutan kota bahkan juga seperti menjadi "gaya hidup" -- karena kasus terdahulu menginspirasi orang untuk berbuat serupa.
      
Begitu pula aksi mutilasi orang, sebagai contoh lain, kini sudah bukan lagi peristiwa luar biasa -- dalam pengertian telah banyak terjadi. Aksi mutilasi orang seolah menjadi model sekaligus modus pelaku kejahatan untuk menghilangkan jejak.
      
Sementara itu, tindak kejahatan yang tergolong klasik pun -- perampokan -- kini sudah jauh berkembang dan memperlihatkan bentuk yang kian mencengangkan. Aksi-aksi perampokan terkesan kian terencana matang sekaligus kian berani. Modal gertak sambal tampaknya sudah tak pernah lagi digunakan pelaku. Mereka tak segan melukai atau bahkan merenggut nyawa korban semata untuk memastikan keberhasilan aksi jahat mereka.
      
Tentu, kenyataan seperti itu merupakan tantangan serius bagi aparat kepolisian. Mereka dituntut mampu menegakkan rasa aman di masyarakat yang telanjur terkikis ini. Segenap jajaran kepolisian amat diharapkan tampil sebagai penegak ketertiban dan keamanan masyarakat.
      
Langkah ke arah itu tentu harus dilakukan kepolisian dengan berupaya ekstra keras menekan berbagai bentuk gangguan keamanan di masyarakat. Polisi tak boleh kalah pintar ataupun kalah trengginas oleh pelaku aksi-aksi kejahatan. Dengan demikian, dinamika masyarakat yang kian tinggi dan kompleks tak lantas disertai dengan peningkatan gangguan keamanan.
      
Di sisi lain, kepolisian juga dituntut memulihkan kepercayaan masyarakat: bahwa polisi adalah aparat pelindung dan tak pernah berpihak kecuali kepada kebenaran. Masyarakat juga harus bisa dibuat merasa nyaman dan aman berhubungan dengan polisi -- bukan sebaliknya seperti psikologi masyarakat sekarang ini.
      
Untuk itu, sikap-tindak polisi harus bisa membuat masyarakat yakin bahwa mereka bukan centeng pihak-pihak berduit. Juga bukan pengabdi setia pihak penguasa.***

Jakarta, 22 Desember 2011

07 Desember 2011

KPK: Pertarungan Abraham Vs Raja Namrud

Adhie M. Massardi

ABRAHAM atau Ibrahim berasal dari Babilonia 4-5 ribu tahun SM. Ia adalah pembawa agama wahyu (langit) yang mempercayai adanya Tuhan Yang Mahaesa, Allah Subhanahu Wa Ta’ala penguasa alam semesta. Yahudi, Kristen dan Islam adalah agama (Samawi) yang dikembangkan keturunan (Nabi) Ibrahim.

Tak heran bila dalam kitab suci ketiga agama ini (Taurat, Injil dan Al Qur’an) terdapat kisah keteladanan Ibrahim sebagai Ulul al-Azmi, nabi tingkat tinggi yang memiliki gelar “kerasulan” sebagaimana Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Isa dan Nabi Muhammad SAW.

Bagi umat Islam, kisah keteladanan Nabi Ibrahim yang diagungkan adalah ketika mendapat ujian Tuhan untuk menyembelih Ismail, putra kesayangannya, yang kemudian melahirkan ritual suci Idhul Adha, Hari Raya Qurban.

Di kalangan Yahudi dan umat Kristiani, yang banyak dikenang adalah kisah Abraham versus Raja Namrud penguasa negeri Kana’an yang dzalim, korup lagi tamak, dan mengagungkan kekuasaan yang diklaimnya sebagai amanat rakyat yang mempertuhankan dirinya.

Dalam kitab suci, Raja Namrud digambarkan sebagai pembohong besar. Bualannya yang paling dilaknat adalah memanipulasi mandat dan mengubah kekuasaannya menjadi absolut, sehingga dia merasa menjadi tuhan. Tentu saja dengan demikian sangat kebal hukum. Merampas hak-hak rakyat, mengumpulkan kekayaan secara tamak dan tidak halal menjadi biasa.

Pendek kata, kepemimpinan Raja Namrud yang dikawal oleh kekuatan koalisi jahat, telah membawa kerusakan dan penderitaan rakyat di negerinya. Istana menjadi pusat korupsi dan kebohongan yang nyata. Sampai kemudian Abraham geram dan melakukan perlawanan heroik secara spiritual keagamaan, dengan senantiasa memohon bantuan Tuhan.

Niat Abraham mengingatkan dan meluruskan perilaku Raja Namrud yang pembohong, korup dan sok berkuasa, tentu saja, berhasil diputar balik sehingga Abraham di hadapan rakyat dikesankan sebagai orang yang bersalah dan layak dihukum bakar hidup-hidup dalam unggun raksasa. Tapi kebenaran tetap kebenaran. Tak akan hangus dibakar api kedzaliman.

Abraham pun lolos dari maut. Dengan kekuasaannya yang mutlak, Tuhan mendinginkan api yang membakar Abraham. Sehingga rakyat yang menyaksikan peristiwa ini, tertegun melihat Abraham bahkan bisa berjalan santai di tengah kobaran api.

Tapi kejadian ini tidak juga membuat Raja Namrud sadar diri. Maka untuk dijadikan pelajaran bagi para penguasa korup dan pembual di kelak kemudian hari, Abraham memohon kepada Tuhan agar mengirim pasukan selemah-lemah mahlukNya, yaitu pasukan nyamuk. Nyamuk yang jumlahnya lebih dari 6,7 trilyun itu memang sukses menghisap darah ratusan ribu tentara koalisi bersenjata lengkap, hingga luluh lantak.

Lalu seekor nyamuk yang didesain khusus Tuhan, berhasil menembus otak Raja Namrud melalui lubang hidungnya. Raja Namrud pun kelojotan tak berdaya. Tamat sudah rezim pendusta. Kita tahu, dalam kitab suci Namrud kemudian digolongkan ke dalam orang-orang yang dimuraki Allah.

Pasukan nyamuk yang bisa mengalahkan kekuasaan yang diselewengkan Raja Namrud, dalam pengertian sekarang tentulah rakyat. Sejarah memang sering membuktikan, yang bisa mengalahkan rezim korup bukan kekuatan partai atau pasukan bersenjata, tapi kekuatan rakyat yang bergerak serentak.

Maka ketika muncul nama Abraham (Samad) sebagai pemimpin baru KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) yang sudah diloyokan para mafioso, teringat kita kepada Abraham dari Babilonia. Harapan kita, Abraham dari Makasar ini mewarisi ketegaran dan ketulusan Abraham yang dengan petunjuk Allah, berhasil menumpas rezim korup lagi pembohong. Ewako, Abraham! [***]

Dari http://www.rakyatmerdekaonline.com/read/2011/12/07/48069/KPK:-Pertarungan-Abraham-Vs-Raja-Namrud-

26 Oktober 2011

MEMBURU MAGHRIB


MEMBURU MAGHRIB a video by alfasongo on Flickr.

Waktu Maghrib masih sekitar satu jam lagi. Tapi jemaah yang terdiri dari berbagai bangsa sudah bergegas menuju Masjid Nabawi. Tak ingin kehilangan waktu demi mencapai arbain.