Gubernur Joko
Widodo berencana melelang jabatan di seluruh satuan kerja perangkat daerah di
lingkungan Pemda DKI Jakarta. Untuk tahap pertama, rencana tersebut segera
diterapkan terhadap jabatan lurah dan camat.
Bagaimana
mekanisme lelang jabatan ini, belum jelas karena memang masih dalam perumusan.
Yang pasti, lelang tak bakal bisa diikuti sembarang orang. Karena menyangkut
masalah kepegawaian, lelang hanya mungkin diikuti oleh pegawai negeri sipil
(PNS) di lingkungan Pemda DKI Jakarta. Itu pun terbatas bagi PNS yang memenuhi
syarat golongan kepegawaian untuk jabatan yang dilelang.
Lelang jabatan
pasti beda dengan lelang barang atau proyek pekerjaan yang berorientasi nilai
ekonomi. Lelang jabatan lebih merujuk kepada masalah kinerja. Jadi, dalam
praktik nanti, lelang jabatan ini boleh jadi menyerupai ajang beauty contest.
Dalam konteks
itu, tiap peminat hampir pasti diminta membeberkan visi dan misi masing-masing.
Mereka juga kemungkinan harus menyodorkan program-program kerja dengan matriks
capaian yang terukur. Dengan demikian, kemampuan dan komitmen kerja
masing-masing tergambar jelas sekaligus mudah dinilai berdasarkan parameter
tertentu. Makin bagus kemampuan dan komitmen itu, berarti kinerja orang
bersangkutan lebih bisa diharapkan bagus pula.
Karena itu,
gagasan lelang jabatan ini sungguh bernas lantaran secara kualitatif
menjanjikan perbaikan dalam pengisian jabatan satuan kerja di lingkungan
institusi pemerintahan. Dengan sistem lelang, paradigma pengisian jabatan satuan
kerja yang tidak transparan serta cenderung subjektif praktis disingkirkan.
Selama ini,
pengisian jabatan satuan kerja pemerintahan memang sekadar mengindahkan syarat
kepegawaian. Faktor-faktor penentu lain melulu menjadi "hak
prerogatif" pimpinan institusi bersangkutan. Catatan prestasi kerja,
misalnya, bisa menentukan bisa pula -- tergantung pertimbangan subjektif sang
pimpinan. Justru itu, pengisian jabatan satuan kerja pemerintahan pun kental
bersifat subjektif.
Dengan kata lain,
mekanisme pengisian jabatan satuan kerja pemerintahan selama ini tidak
berorientasi kepada kinerja. Karena lebih ditentukan oleh faktor kedekatan
sosial (almamater, daerah, agama, dan lain-lain), pengisian jabatan satuan
kerja sejauh ini cenderung nepotis dan berorientasi kesetiaan atau pengabdian
kepada pimpinan institusi.
Konsekuensinya,
orang yang termasuk out-group -- kendati memiliki kemampuan dan komitmen kerja
bisa diandalkan -- sulit bisa menjadi pejabat satuan kerja. Sebaliknya, karena
tergolong in-group dengan pimpinan institusi, orang yang tidak becus kerja pun
lebih berpeluang diangkat mengisi jabatan satuan kerja.
Jadi, rencana
Gubernur Jowo Widodo melelang jabatan di seluruh satuan kerja daerah di
lingkungan Pemda DKI Jakarta ini sungguh patut diapresiasi dan wajib didukung.
Rencana tersebut sungguh bisa diharapkan menjadi langkah nyata untuk
menghilangkan budaya nepotisme dalam praktik pemerintahan yang telanjur
berurat-berakar.
Mekanisme
pengisian jabatan satuan kerja pemerintahan melalui lelang juga memenuhi asas
transparansi, fairness, dan objektif. Selebihnya, mekanisme tersebut menjadi
terobosan ke arah perbaikan budaya kerja yang mengagungkan prestasi.
Karena itu pula,
setelah melalui tahap uji coba nanti, mekanisme pengisian jabatan satuan kerja
pemerintahan melalui lelang ini patut diterapkan dalam lingkup luas: bukan lagi
hanya di lingkungan Pemda DKI Jakarta, melainkan di setiap organisasi
pemerintahan di seluruh Indonesia.
Dengan kata lain,
lelang jabatan satuan-satuan kerja pemerintahan ini patut disiapkan sebagai
program nasional. Ya, kenapa tidak?***
Jakarta, 31
Januari 2013