30 April 2012

Contra Flow Kontra Galau


Sebagai upaya mengatasi kemacaten arus lalu lintas di jalan raya Jakarta, pemberlakuan arus kendaraan berlawanan arah (contra flow) di salah satu jalur jalan tol dalam kota mulai Selasa ini patut diapresiasi. Paling tidak, langkah tersebut menunjukkan keinginan baik kepolisian untuk memberikan kenyamanan terhadap pengguna jalan tol, khususnya pada jam padat di pagi hari.

Meski begitu, pemberlakuan contra flow di jalan tol justru makin menguatkan kesan bahwa Pemda DKI Jakarta tidak memiliki strategi komprehensif dan mendasar dalam menangani masalah kemacetan lalu lintas di jalan raya. Pemberlakuan contra flow di jalan tol lebih merupakan kebijakan parsial alias tidak menjadi bagian sebuah desain besar strategi penanganan kemacetan lalu lintas yang disiapkan pihak pemda.

Karena itu pula, kebijakan contra flow hanya produk dadakan yang kental bersemangat coba-coba alias trial and error. Kebijakan tersebut sama sekali belum teruji. Juga tidak berpijak pada studi kelayakan sebagaimana patut dan galibnya sebuah kebijakan. Karena itu, tak ada pihak yang benar-benar yakin - -termasuk kepolisian sendiri -- bahwa pemberlakuan contra flow mampu efektif mengurai kemacetan lalu lintas.

Dalam perspektif seperti itu, kebijakan contra flow lebih mencerminkan kekalutan sekaligus ketidakmampuan pemda dalam mengatasi kemacetan lalu lintas di jalan raya. Kalut, karena sebelum ini pemda sudah mencoba menerapkan sejumlah langkah lain. Sebut saja kebijakan satu kendaraan isi minimal tiga orang alias three in one di jalan protokol Sudirman-Thamrin pada jam padat di pagi dan sore hari, yang sudah diterapkan sejak sekitar dua dasawarsa lebih. Juga pembentukan satgas antimacet dan satgas parkir di pinggir jalan (on street). Ada pula pengoperasian jalur khusus bus alias busway di sejumlah koridor.

Toh berbagai langkah dan cara itu tidak menjadi solusi yang benar-benar jitu dalam mengatasi masalah kemacetan lalu lintas di jalan raya. Bahkan masalah tersebut kian hari kian akut - dan karena itu pula pemda pun terjebak pada kekalutan.

Namun menjadi ironis karena di tengah kekalutan itu, strategi Pemda DKI Jakarta dalam mengatasi kemacetan lalu lintas di jalan raya ini terus terpola dalam cara-cara trial and error. Juga terus tergoda oleh cara-cara yang secara konseptual punya cacat bawaan berupa sifatnya yang parsial dan artifisial - termasuk strategi contra flow.
Masalah kemacetan lalu lintas jalan raya di DKI Jakarta memang telanjur kompleks, sehingga strategi maupun teknis operasional penanganan masalah tersebut tak bisa bersifat parsial ataupun tambal-sulam  - -  apalagi sekadar trial and error. Masalah itu menuntut konsep penanganan yang bersifat komprehensif dan mendasar. Itulah sistem angkutan massal yang nyaman, aman, dan relatif murah. Juga terintegrasi utuh dengan kota-kota satelit di sekeliling Jakarta.

Mestinya pembangunan sistem angkutan massal itu menjadi bahan pemikiran calon-calon gubernur yang akan maju dalam pilkada DKI Jakarta. Jika isu ini tidak disiapkan secara matang, kesanggupan mereka mengatasi masalah kemacetan lalu lintas jalan raya sungguh tak bisa diandalkan. Strategi model contra flow pun niscaya bisa menjadi pilihan mereka. Padahal, sekali lagi, strategi ala contra flow sekadar pilihan kalut di tengah kian parahnya kemacetan lalu lintas di Jakarta.***