Ujian nasional, khususnya untuk
tingkat SMA/SMK dan madrasah aliyah, bukan lagi momok yang membuat kalangan
peserta ujian maupun guru menjadi stres. Tidak menjadi momok lagi karena hasil
ujian nasional bukan lagi menjadi penentu kelulusan siswa.
Meski begitu,
bukan berarti ujian nasional sudah kehilangan kredibilitas. Dalam konteks
kelulusan siswa, ujian nasional tetap penting dan kredibel. Cuma, berbeda
dengan tahun-tahun lalu, hasil ujian nasional kali ini sekadar salah satu
variabel -- bukan satu-satunya -- penentu kelulusan siswa.
Kelulusan siswa
sekarang ditentukan oleh penghitungan kombinasi nilai hasil ujian nasional dan
nilai rapor (semester III sampai V) plus nilai hasil ujian akhir sekolah. Jadi,
hasil ujian lokal sekolah kini tidak lagi dinafikan begitu saja. Kredibilitas
hasil ujian lokal sekolah sekarang tak diperlakukan lebih rendah dibanding
hasil ujian nasional.
Karena itu, ujian
nasional bukan lagi momok. Ujian nasional tak akan lagi "memakan
korban" secara konyol seperti tahun-tahun lalu: siswa yang sehari-hari
berprestasi tidak lulus karena hasil ujian nasional jeblok. Kini, andai nilai
hasil ujian nasional kurang bagus pun, siswa tak serta-merta begitu saja masuk
kotak alias tidak lulus sekolah. Dia masih mungkin tertolong oleh nilai rapor
dan hasil ujian akhir sekolah. Sepanjang nilai rapor dan hasil ujian akhir
sekolah relatif bagus, siswa dengan nilai hasil ujian nasional kurang baik pun
masih mungkin bisa tetap lulus sekolah.
Kendati begitu,
hasil ujian nasional tetap penting. Hasil ujian nasional menjadi cerminan
sekaligus parameter kognitif siswa sesuai mata-mata pelajaran yang diujikan.
Oleh sebab itu,
hasil ujian nasional pun bisa menjadi tiket bagi siswa untuk diterima langsung
di perguruan tinggi negeri. Semakin bagus hasil ujian nasional, siswa semakin
berpeluang bisa diterima langsung di perguruan tinggi negeri. Siswa tak perlu
repot-repot lagi mengikusi seleksi masuk.
Itu berarti,
ujian nasional sejatinya tidak sekadar merupakan perameter keberhasilan siswa
dalam menempuh pendidikan. Ujian nasional juga menjadi cerminan sekaligus tolok
ukur keberhasilan sekolah maupun guru dalam proses pendidikan pada lingkup
nasional. Ujian nasional menghapus kredibilitas semu sekolah karena status
terbaik tingkat lokal ternafikan. Sekolah tidak bisa berbangga diri sebagai
institusi pendidikan terbaik selama tingkat kelulusan siswa dalam ujian
nasional secara rata-rata jeblok.
Jadi, ujian
nasional sebenarnya berimbas juga terhadap kredibilitas -- juga gengsi --
sekolah beserta segenap pengajarnya. Karena itu, mestinya ujian nasional tetap
diperlakukan pihak sekolah sebagai faktor pemacu untuk mengasah mutu penyelenggaraan
pendidikan.
Maka keliru jika
ujian nasional dianggap tidak perlu diselenggarakan lagi. Sebagai mekanisme
evaluasi kompetensi siswa di tataran nasional, ujian nasional tetap relevan dan
punya urgensi tinggi untuk terus digelar saban tahun. Yang penting, ujian lokal
sekolah tidak dinafikan dalam penentuan kelulusan siswa.
Walhasil,
menampik ujian nasional lebih mencerminkan sikap kerdil. Pertanda tidak mau
maju dan tak siap berkompetensi menyiapkan generasi terbaik anak bangsa.***
Jakarta, 13 April
2012