13 April 2012

DPR Masih Saja Memprihatinkan

Kinerja DPR belum juga membaik. Tetap mengecewakan. Bahkan tak kurang Ketua DPR Marzuki Alie sendiri yang menyatakan kinerja DPR ini bukan lagi sekadar mengecewakan, melainkan sudah tergolong memprihatinkan.

Kinerja yang memprihatinkan itu ditunjukkan oleh hasil proses legislasi yang sangat rendah. Dalam masa sidang III tahun 2011-2012 ini, DPR hanya mampu menyelesaikan dua undang-undang dari 12 rancangan undang-undang yang ditargetkan tuntas dibahas.

Tahun lalu, DPR juga hanya mampu menyelesaikan 11 undang-undang dari keseluruhan 70 RUU yang harus dibahas. Tahun-tahun sebelumnya, kinerja DPR menyangkut proses legislasi ini juga kurang lebih sami mawon. Sama-sama memble. Padahal legislasi adalah satu satu tugas pokok yang diemban DPR -- dan karena itu seharusnya dikerjakan dengan baik.

Boleh jadi, buruknya kinerja DPR dalam menyelesaikan proses legislasi ini karena faktor target yang kelewat muluk alias tidak realistis. Target program legislasi nasional (prolegnas) sepertinya mengabaikan tingkat kesanggupan DPR sendiri.

Tapi boleh jadi juga, kinerja buruk itu lebih karena faktor kesungguhan DPR sendiri. Artinya, secara potensial DPR sebenarnya mampu menuntaskan target-target prolegnas. Namun karena kesungguhan mengejar target itu minim, terang saja proses legislasi pun menjadi kedodoran. Ujung-ujungnya, jumlah undang-undang yang dapat disahkan pun relatif kecil dibanding target keseluruhan prolegnas.

Soal kesungguhhan itu kelewat terang-benderang untuk dikatakan tidak memprihatinkan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kalangan anggota DPR malas mengikusi rapat-rapat, termasuk rapat-rapat dalam rangka proses legislasi di tingkat panja maupun di tingkat pansus. Juga rapat di tingkat paripurna yang menjadi forum pengesahan produk DPR.

Kemalasan itu menjadi faktor krusial yang acap menghambat penyelesaian proses legislasi. Sudah sering terjadi, pengesahan sebuah rancangan undang-undang menjadi undang-undang tertunda karena kehadiran anggota DPR tak memenuhi kuorum. Padahal proses legislasi sendiri di tingkat panja dan pansus sudah berlarut-larut akibat kentalnya tarik-menarik kepentingan.

Sekali lagi, kenyataan itu jelas memprihatinkan. Bukan cuma karena legislasi adalah tugas utama DPR, melainkan juga karena DPR menikmati aneka tunjangan dan fasilitas kelas wahid. Fasilitas-fasilitas itu tak lain dimaksudkan untuk menjamin kelancaran DPR dalam mengemban tugas-tugas, termasuk menyangkut legislasi.

Jadi, tak seharusnya anggota DPR malas mengikuti rapat-rapat. Juga tak semestinya anggota DPR tak sungguh-sungguh dalam melakukan pembahasan rancangan undang-undang yang membuat proses legislasi secara keseluruhan menjadi kedodoran. Berbagai tunjangan dan fasilitas yang mereka nikmati sepatutnya melecut mereka untuk bekerja lebih serius dan bertanggung jawab.

Kinerja buruk DPR sebagaimana tecermin dari hasil proses legislasi yang terbilang memprihatinkan jelas merupakan pertanda bahwa mereka yang duduk di lembaga itu tidak serius membahas masalah rakyat. Mereka lebih asyik dengan kepentingan mereka sendiri.

Karena itu, jangan salahkan jika muncul sinisme di masyarakat bahwa keanggotaan DPR bukan terutama untuk memperjuangkan masalah rakyat, melainkan sekadar memuaskan hasrat menggapai status terhormat -- dan selebihnya menikmati aneka fasilitas kelas wahid. Ironisnya, semua itu diberikan negara atas nama rakyat dan untuk kepentingan rakyat!***


Jakarta, 13 April 2012