24 November 2014

Penaikan Harga BBM, Ujian Pertama Pemerintah

Penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi, yang hampir pasti dilakukan sebelum pergantian tahun, akan menjadi ujian pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengendalikan dampak sosial-ekonomi kebijakan tersebut. Ujian ini sekaligus akan menjadi tolok ukur kesungguhan pemerintah bekerja dan hanya bekerja sesuai jargon Jokowi.

Selama ini, penaikan harga BBM subsidi selalu berdampak menyusahkan rakyat kebanyakan. Akibat kualitas perencanaan begitu buruk, gejolak sosial-ekonomi yang timbul -- terutama lonjakan harga barang dan jasa -- praktis tak terkendali. Pemerintah keteteran atau bahkan tak mampu menaklukkan keliaran pasar.

Kenyataan seperti itu harus menjadi pelajaran berharga pemerintahan Jokowi. Apalagi Jokowi sendiri berkomitmen besar melindungi rakyat. Jokowi tak ingin penaikan harga BBM subsidi berdampak menyengsarakan rakyat banyak.

Bagi Jokowi, penaikan harga BBM subsidi benar-benar harus menjadi pilihan strategis untuk menyehatkan kondisi ekonomi nasional. Penaikan harga BBM subsidi juga harus bermuara kepada perbaikan kesejahteraan rakyat.

Untuk itu, menteri-menteri terkait harus solid dan cerdas dalam merumuskan langkah-langkah antisipasi tentang dampak negatif penaikan harga BBM subsidi ini. Terutama  sektor transfortasi dan logistik jangan sampai kelewat terbebani oleh tindak penyesuaian harga yang tidak terkontrol atau tak terkendali. Dengan demikian, secara keseluruhan inflasi pun bisa bergerak dalam rentang yang dapat ditoleransi.

Masyarakat sendiri menaruh ekspektasi tinggi terhadap pemerintahan Jokowi dalam mengelola ekonomi nasional, termasuk menyangkut kebijakan di bidang energi. Masyarakat bisa memaklumi dan secara psikologis juga  siap menghadapi penaikan harga BBM subsidi ini. Resistensi masyarakat terhadap kebijakan itu relatif rendah karena mereka berkeyakinan bahwa pemerintah mampu mengendalikan dampak sosial-ekonomi yang kemudian timbul.

Kondisi tersebut merupakan modal amat berharga bagi pemerintahan Jokowi dalam mengambil langkah penaikan harga BBM subsidi ini. Modal tersebut tak boleh tersia-siakan akibat tindakan-tindakan under perform jajaran pemerintahan, terutama setelah harga BBM subsidi resmi dinaikkan.

Tak kurang penting juga bagi pemerintah adalah meraih dukungan parlemen. Tanpa dukungan parlemen, penaikan harga BBM subsidi sulit dilakukan. Padahal, sebagaimana sering diungkapkan sendiri oleh Jokowi, penaikan harga BBM subsidi sulit dihindari karena beban anggarah sudah kelewat berat.

Meraih dukungan parlemen niscaya menguras energi. Pertama, karena sejak awal sebagian fraksi di parlemen menunjukkan resistensi terhadap penaikan harga BBM subsidi ini. Kedua, karena situasi dan kondisi politik di parlemen sendiri sedang memanas antara barisan pendukung dan penyeimbang pemerintah.

Kenyataan itu merupakan faktor yang akan menyempurnakan ujian bagi pemerintah dalam menangani masalah BBM subsidi ini. Tapi seberat apa pun ujian itu, pemerintah tentu sudah punya persiapan. Paling tidak, Jokowi sudah mencanangkan bahwa pemerintahan yang dia pimpin adalah sebuah tim pekerja.*** 

Jakarta, 30 Novemver 2014