23 November 2014

Kabinet Jangan Berlarut

Pengumuman kabinet yang tertunda-tunda tak perlu dirisaukan. Sepanjang tidak sampai berlarut-larut serta bisa diyakinkan kepada publik sebagai sesuatu yang objektif, tertunda-tundanya pengumuman kabinet ini bukan faktor yang bisa mengacaukan kehidupan ekonomi di dalam negeri.

Tentang itu, lihat saja pergerakan harga saham di pasar modal yang lazim menjadi cerminan atau bahkan indikator tentang arah ekonomi nasional. Kamis kemarin, indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia masih melanjutkan tren penguatan. Ditutup di level 5.103,51, IHSG kemarin naik 29,19 poin atau 0,57 persen dibanding posisi di akhir perdagangan pada Rabu lalu.

Di sisi lain, kurs rupiah memang turun. Kurs tengah Bank Indonesia, misalnya, kemarin melorot 8 poin menjadi Rp 12.034 per dolar dibanding penutupan transaksi pada Rabu lalu. Di pasar spot antarbank di Jakarta, nilai tukar rupiah terhadap dolas AS ini kemarin juga melemah.

Tetapi kenyataan tersebut bukan merupakan cermin kegalauan pelaku pasar uang atas tertunda-tundanya pengumuman kabinet. Kurs rupiah melemah, seperti kata kalangan analis pasar uang, lebih merupakan imbas negatif sentimen global -- terutama rencana bank sental AS menaikkan suku bunga acuan.

Jadi, sekali lagi, tindakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak segera mengumumkan kabinet ini tidak  beralasan dikhawatirkan bakal berdampak membuat buruk kehidupan ekonomi nasional. Dunia usaha, dalam konteks ini, tak lantas dibuat gelisah atau gusar. Mereka tidak merespons lambannya pengumuman kabinet sebagai sesuatu yang negatif. 

Bahkan sebaliknya, bagi pelaku usaha, penundaan pengumuman kabinet merupakan sinyal positif. Penundaan itu mereka lihat sebagai cermin kesungguhan Jokowi menyiapkan tim pemerintah yang kredibel dan bersih.

Kenyataan itu melegakan: pertanda dunia usaha memberi restu dan dukungan terhadap Jokowi. Dunia usaha menaruh kepercayaan besar bahwa kabinet yang sedang disiapkan Jokowi bisa diandalkan merupakan tim impian. Bukan cuma punya kapabilitas memadai, tim tersebut juga diyakini punya integritas tinggi.

Kabinet yang kredibel dan bersih adalah modal besar untuk membangun ekonomi nasional ke depan ini. Terlebih tantangan serius sudah di depan mata: perdagangan bebas ASEAN mulai tahun depan. Banyak kalangan skeptis -- untuk tidak mengatakan pesimistis -- bahwa ekonomi nasional mampu bersaing di tengah arena masyarakat ekonomi ASEAN ini.

Sikap seperti itu amat beralasan karena di banyak segi, kesiapan ekonomi nasional memang kedodoran. Itu karena kesiapan dan penyiapan ekonomi nasional dalam menyongsong perdagangan bebas ASEAN terbilang minim alias kurang sungguh-sungguh.

Karena itu, sinyal yang ditunjukkan Jokowi dalam menyiapkan kabinet serta-merta menumbuhkan ekspektasi positif banyak pihak di dalam negeri menyangkut kehidupan dan daya saing ekonomi nasional. Terlebih publik melihat bahwa Jokowi tidak memberi tolerasi terhadap rekam jejak buruk nama-nama yang masuk daftar calon anggota kabinet. Publik menangkap kesan bahwa Jokowi tidak main-main dalam soal integritas calon-calon menteri.

Maka, itu tadi: publik pun -- termasuk dunia usaha -- sejauh ini bisa memaklumi tertunda-tundanya pengumunan kabinet. Namun Jokowi tak boleh sampai terlena. Pembentukan kabinet tak boleh berlarut-larut karena niscaya berdampak menggoyahkan kepercayaan publik. Apalagi kalau alotnya pembentukan kabinet ini bukan lagi terkait soal kapabilitas dan integritas moral calon-calon menteri, melainkan sudah karena transaksi politik, dukungan publik terhadap Jokowi bisa rontok.

Kalau itu yang terjadi, ekonomi nasional niscaya jadi merisaukan. Kehidupan ekonomi hampir pasti memburuk.***

Jakarta, 23 November 2014