04 November 2014

Berharap Jaksa Agung

Publik menantikan figur baru jaksa agung. Sejumlah nama disebut-sebut masuk daftar bidikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk posisi tersebut. Mereka berasal dari berbagai latar belakang. Antara lain, mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein, mantan Deputi Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan Pengandalian Pembangunan (UKP4) Mas Achmad Santosa, politisi Partai Nasdem HM Prasetyo, juga Wakil Jaksa Agung Andhi Nirwanto.

Sementara itu, sejumlah kalangan berharap agar figur jaksa agung ini sesuai visi dan misi mereka masing-masing. Misalkan jajaran korps kejaksaan -- termasuk para pensiunan jaksa -- berharap agar jaksa agung mendatang berasal dari internal kejaksaan sendiri. Sedangkan bagi kalangan aktivis lembaga swadaya masyarakat, jabatan jaksa agung selayaknya dipercayakan kepada tokoh penegakan HAM dan motor pemberantasan korupsi.

Di lain pihak, kalangan partai politik juga dikabarkan bergerilya agar Jokowi mempercayakan posisi jaksa agung ini kepada kader mereka. Ketua Umum DPP Partai Nasdem Surya Paloh, misalnya, beberapa hari lalu diberitakan menyambangi Jokowi dan menyodorkan nama kader Partai Nasdem HM Prasetyo.

Harapan dan upaya seperti itu sah-sah saja. Toh keputusan akhir tetap di tangan Jokowi. Namun siapa pun atau dari latar belakang apa pun sosok yang kelak dipilih Jokowi untuk memangku jabatan jaksa agung, itu tak begitu penting.

Entah politisi, mantan pejabat negara, aktivis masyarakat madani, atau orang dalam kejaksaan sendiri boleh-boleh saja memangku jabatan jaksa agung dalam pemerintahan Presiden Jokowi ini. Yang penting dia bisa diandalkan bakal membawa kejaksaan menjadi institusi penegak hukum yang tegas-trengginas, berwibawa, serta independen atau imparsial -- termasuk tidak menjadi alat kekuasaan.

Untuk itu, jaksa agung mendatang ini bukan sekadar harus punya jejak rekam bersih dari aneka rupa tindakan tercela. Juga tidak cukup sekadar memiliki kapasitas dan kapabilitas mumpuni di bidang hukum. Tidak pula sekadar memenuhi syarat kepemimpinan yang bagus.

Prasyarat yang harus dipenuhi sosok jaksa agung mendatang ini terutama memiliki semangat dan komitmen kuat untuk meningkatkan kinerja kejaksaan. Selebihnya -- di samping kepemimpinan menonjol, rekam jejak tidak tercela, menguasai teknis hukum -- dia visioner, enerjik, berintegritas tinggi, serta berani bertindak tegas dan tanpa pandang bulu.

Sosok seperti itu sungguh amat dibutuhkan institusi kejaksaan sekarang ini. Sudah saatnya kejaksaan dibangkitkan menjadi institusi penegak hukum yang berwibawa, disegani, dan dibanggakan khalayak luas. Kejaksaan sudah kelewat lama terpuruk dalam kekelaman kinerja.

Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya melecut kejaksaan -- juga kepolisian -- untuk berbenah diri. KPK tak boleh seolah menjadi antitesis institusi kejaksaan (dan kepolisian) dalam penegakan hukum, khususnya menyangkut kasus-kasus tindak pidana korupsi.

Tetapi selama ini harapan atau tuntutan seperti itu belum juga kesampaian. Sejak awal, kehadiran institusi KPK seperti tak melecut kejaksaan untuk menjulangkan kinerja jempolan.

Karena itu, di mata publik, institusi kejaksaan masih saja kalah pamor dibanding KPK dalam penegakan hukum untuk kasus-kasus korupsi. Kredibilitas dan integritas kejaksaan dalam menangani perkara (korupsi) seolah di bawah KPK.

Tindak pembenahan ke dalam sebenarnya bukan tak pernah dilakukan kejaksaan. Tetapi, sekali lagi bagi publik, berbagai tindakan dalam rangka itu belum bersifat menyeluruh dan belum pula mendasar. Oleh sebab itu, publik melihat kinerja kejaksaan sebagai institusi penegak hukum belum lagi sekinclong KPK.

Dalam soal kinerja, publik memang senantiasa membandingkan kejaksaan dengan KPK. Padahal kedua institusi tersebut jelas tidak persis sama dan tidak pula sebangun. Tetapi karena sama-sama menyandang fungsi dan peran penegakan hukum, sikap publik mengomparansikan kejaksaan dengan KPK ini memang tak terhindarkan.

Justru itu, tak bisa lain kecuali kejaksaan harus lebih sungguh-sungguh melakukan pembenahan ke dalam. Kejaksaan dituntut mampu menorehkan kinerja yang kian membaik. Dalam mengemban fungsi-fungsi penegakan hukum, kejaksaan tidak boleh terus terkesankan inferior dibanding KPK.

Untuk itu, figur jaksa agung sebagai orang nomor satu di kejaksaan sungguh amat menentukan. Di pundak jaksa agung perbaikan kinerja kelembagaan kejaksaan terutama terletak. 

Oleh sebab itu, Presiden Jokowi jelas harus jeli dalam memilih figur jaksa agung ini. Keputusan tentang itu menjadi pertaruhan bagi masa depan kejaksaan yang lebih baik, berwibada, disegani, dan dibanggakan publik.(*)

Jakarta, 4 November 2014