20 November 2014

Jaksa Agung Baru

Dari sisi latar belakang, penunjukan HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak keliru. Prasetyo adalah jaksa karier, sehingga dia punya banyak bekal dalam memimpin korps Adhiyaksa ini. Posisi terakhir Prasetyo di kejaksaan, sebelum pensiun pada tahun 2006, adalah Jaksa Agung Muda bidang Pidana Umum.

Namun banyak pihak kecewa terhadap keputusan Presiden Jokowi menunjuk Prasetyo sebagai Jaksa Agung ini. Keputusan tersebut tidak memenuhi harapan bahwa Prasetyo adalah figur yang diyakini mampu membawa kejaksaan menjadi institusi penegakan hukum yang berwibawa. Prestasi Prasetyo sebagai jaksa dinilai tidak istimewa -- kalaupun tidak dikatakan minor. Padahal institusi kejaksaan sendiri saat ini justru amat membutuhkan figur pimpinan puncak yang punya catatan jempolan dalam urusan kinerja.

Sebagian kalangan juga ragu bahwa Prasetyo mampu membawa kejaksaan menjadi institusi yang independen. Maklum, memang, karena status terakhir Prasetyo adalah politisi. Dia kader Partai Nasdem yang terpilih duduk di DPR periode 2014-2019.

Penunjukan Prasetyo sendiri sebagai Jaksa Agung ini disebut-sebut kental beraroma politik. Penunjukan tersebut dikabarkan atas dasar pembicaraan politik antara Presiden Jokowi dan Ketua Umum DPP Partai Nasdem Surya Paloh.

Karena itu, meski Prasetyo sudah melepas keanggotaan di partai politik lantaran diangkat menjadi Jaksa Agung, sejumlah kalangan tetap tidak yakin bahwa kiprah institusi kejaksaan ke depan ini bisa independen. Mereka melihat, di bawah kepemimpinan Prasetyo, intervensi pihak luar terhadap kejaksaan dalam proses penegakan hukum sungguh rawan. 

Karena itu pula, bagi sejumlah kalangan, kepercayaan publik terhadap institusi kejaksaan tak bakalan menjadi pulih. Bahkan boleh jadi kepercayaan publik makin terkikis kalau saja Prasetyo tidak cakap membawa institusi kejaksaan kebal intervensi.

Tetapi keputusan sudah diambil Presiden Jokowi. Sulit diharapkan Jokowi membatalkan pengangkatan Prasetyo sebagai Jaksa Agung ini. Bagaimanapun, tentu, Jokowi harus menunjukkan sikap tegas dalam pengambilan keputusan. Jokowi tak mungkin sudi tampil sebagai pemimpin berkarakter plintat-plintut.

Walhasil, puas tidak puas, penunjukan Prasetyo sebagai orang nomor satu di korps Adhiyaksa harus diterima dan dihargai. Kecewa boleh-boleh saja. Ragu atau tidak yakin juga tidak soal. Tetapi lebih fair dan elegan jika Prasetyo diberi kesempatan untuk membuktikan diri bahwa dia layak dan mampu mengemban peran sebagai pemimpin puncak di kejaksaan.

Untuk itu, Prasetyo perlu sekadar diingatkan agar dalam mengemban peran Jaksa Agung ini dia memiliki semangat dan komitmen kuat untuk meningkatkan kinerja kejaksaan. Dia juga perlu memiliki visi jelas dan fokus, enerjik, berintegritas tinggi, serta berani bertindak tegas dan tanpa pandang bulu.

Sosok seperti itu memang sungguh sangat dibutuhkan institusi kejaksaan sekarang ini. Sudah saatnya kejaksaan dibangkitkan menjadi institusi penegak hukum yang independen, berwibawa, disegani, dan dibanggakan khalayak luas. Prasetya sendiri tentu tahu persis bahwa kejaksaan sudah kelewat lama terpuruk dalam kekelaman kinerja.

Walhasil, mari ber-husnuzhan bahwa Prasetyo bisa diharapkan mampu membawa pamor institusi kejaksaan menjadi sejajar dengan institusi lain penegak hukum, terutama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mari kita beri Prasetyo kesempatan untuk melecut segenap korps kejaksaan berbenah diri meningkatkan komitmen, integritas, dan kinerja. Mari kita yakini bahwa Prasetyo tak akan merelakan KPK terus seolah menjadi antitesis institusi kejaksaan dalam penegakan hukum, khususnya menyangkut kasus-kasus tindak pidana korupsi.***

Jakarta, 20 November 2014