18 November 2014

Teladan Jokowi-Prabowo


Teladan Jokowi-Prabowo
Pertemuan presiden terpilih Joko Widodo alias Jokowi dengan rivalnya dalam pilpres lalu, Prabowo Subianto, bisa dikatakan luar biasa. Luar biasa, karena pertemuan tersebut langsung mencairkan kebekuan sekaligus meredakan ketegangan politik di dalam negeri.

Pascapilpres, terutama setelah Mahkamah Konstitusi memastikan Jokowi sebagai presiden terpilih, situasi politik di dalam negeri memang menegangkan. Terlebih lagi setelah Koalisi Merah Putih yang berdiri di belakang Prabowo bertarung secara ketat dan keras di parlemen melawan Koalisi Indonesia Hebat yang mendukung Jokowi. Pertarungan  tersebut membuat kehidupan politik terbelah.

Kebekuan dan ketegangan politik itu langsung luntur setelah Jokowi kemarin bertemu Prabowo dalam suasana hangat. Semua pihak serta-merta merasa lega dan tenang. Kelegaan tersebut antara lain tecermin di pasar modal: indek harga saham naik signifikan. Di pasar uang, nilai tukar rupiah, yang belakangan cenderung melemah, juga terkoreksi positif.

Pertemuan pertama Jokowi-Prabowo pascapilpres ini juga menghapus anggapan bahwa pihak Prabowo memainkan politik balas dendam. Anggapan itu pupus, terutama karena Prabowo menyatakan bahwa Partai Gerindra yang dia pimpin -- bersama partai-partai lain penyokong Koalisi Merah Putih -- bukan oposisi. Bahkan Prabowo menyeru semua pihak agar mendukung pemerintahan Jokowi.

Realitas itu juga menumbuhkan harapan atau bahkan keyakinan khalayak luas bahwa stabilitas politik ke depan ini terjaga baik. Pemerintahan Jokowi kemungkinan tak direpotkan oleh telikungan-telikungan politik di parlemen. Dengan demikian, pembangunan nasional pun bisa bergerak lancar.

Keyakinan seperti itu akan lebih kuat kalau saja Prabowo tak sekadar bersedia menerima kedatangan Jokowi dan menyatakan dukungan, melainkan juga menyempatkan hadir dalam upacara pelantikan presiden dan wapres terpilih oleh MPR, awal pekan depan. Dengan itu, khalayak luas niscaya dibuat lebih yakin bahwa Prabowo benar-benar tulus dan berjiwa besar menerima kekalahan dalam pilpres.

Tetapi, lepas dari soal kehadiran Prabowo dalam upacara pelantikan presiden dan wapres, pertemuan Jokowi-Prabowo sendiri sudah cukup memberi pelajaran amat berharga kepada rakyat tentang kenegarawanan. Jokowi, sebagai presiden terpilih, tak bersikap jumawa. Dengan langkah pasti, tanpa beban, dia datang menyambangi Prabowo.

Sebaliknya Prabowo juga tidak bersikap kerdil. Dia begitu terbuka menerima keinginan Jokowi untuk bertemu. Prabowo juga tak sungkan menyatakan selamat atas kemenangan Jokowi dalam pilpres.

Kenegarawanan memang sungguh perlu dimiliki setiap pribadi pemimpin nasional. Perlu, karena sekarang ini rakyat nyaris tak memiliki teladan. Kenegarawanan sedikit sekali ditunjukkan pemimpin nasional. Mereka cenderung bersikap kerdil dan terpenjara dalam kotak-kotak kepentingan sempit.

Padahal kenegarawanan adalah roh yang menjamin persatuan dan kesatuan. Kenegarawanan adalah jiwa yang mengatasi segala perbedaan di tengah aneka keragaman. Kenegarawanan adalah perekat yang meleburkan kepentingan pribadi, kelompok, ataupun golongan ke dalam kepentingan nasional.

Kenegarawanan juga yang bisa membuat politik bukan arena tarung bebas. Dengan kenegarawanan, lawan politik tak harus dianggap sebagai musuh yang harus dihancurkan, melainkan diperlakukan sebagai mitra yang mesti dirangkul dan diajak berkompetisi mempersembahkan segala sesuatu yang penting bagi kehidupan bangsa.

Sekali lagi, Jokowi dan Prabowo sudah menunjukkan teladan tentang kenegarawanan pemimpin nasional. Tetapi keteladanan mereka ini akan terus diuji oleh dinamika politik dalam hari-hari ke depan ini: apakah otentik ataukah sekadar kosmetik!***

Jakarta, 18 November 2014