26 Februari 2015

RUU Kamnas, Mengapa Tidak?

Menganggap RUU Keamanan Nasional (Kamnas) sebagai ancaman serius terhadap kehidupan demokrasi, kemerdekaan berpendapat, serta kebebasan berekspresi adalah berlebihan. Berlebihan, karena anggapan itu menempatkan pemerintah selaku pengusul RUU Kamnas seolah-olah punya niat jahat: ingin mengubur demokrasi sekaligus memasung kemerdekaan berpendapat dan kebebasan berekspresi.

Bersikap apriori terhadap isu strategis seperti RUU Kamnas adalah wajar atau bahkan perlu jika itu merupakan landasan sikap kritis-konstruktif. Dengan menjadikan apriori sebagai sikap kritis-konstruktif, secara substansial dan moral isu strategis itu pun bisa diharapkan melahirkan manfaat positif bagi semua pihak.

Tetapi kalau apriori lebih merupakan wujud kecurigaan yang berujung paranoid atas niat pemerintah mengajukan RUU Kamnas, sikap itu kehilangan relevansi. Apriori lantaran curiga dan paranoid bahkan berbahaya, karena berarti menafikan begitu saja semangat dan substansi RUU Kamnas sekaligus mematikan sikap kritis.

Jadi, jangan karena curiga atau paranoid terhadap niat pemerintah, lantas RUU Kamnas secara apriori kita tolak mentah-mentah. Adalah elegan jika kita sebagai anak bangsa ikut mengkaji dan menyiapkan ruang bagi RUU Kamnas agar dapat memberi manfaat nyata bagi bangsa dan negara.

Kita patut berperan mengawal proses pembahasan RUU Kamnas di DPR sehingga semangat maupun substansi perundangan itu menapak dalam koridor demokrasi dan mewadahi kebebasan berpendapat maupun kemerdekaan berekspresi. Dengan kata lain, RUU Kamnas tidak menjadi produk hukum yang merestui pendekatan keamanan yang bersifat represif alias antidemokrasi.

Secara substansial, RUU Kamnas terutama mengusung semangat menjaga keselamatan bangsa dan negara. Di tengah kondisi dunia yang -- berkat kemajuan teknologi -- sudah tanpa batas sekarang ini, semangat itu sungguh urgen.

Teknologi canggih di berbagai bidang bukan hanya mendorong kemajuan peradaban dengan demikian hebat, melainkan juga menghadirkan ancaman serius terhadap keselamatan bangsa dan negara. Ancaman itu bukan sebatas merujuk kepada keamanan negara dari serangan pihak luar, tapi juga termasuk keamanan berbagai hal menyangkut keselamatan rakyat.

Potensi ancaman yang bisa merontokkan kedaulatan negara ataupun membahayakan keselamatan rayat itu demikian nyata. Ancaman itu entah berupa serangan militer ataupun gangguan nonmiliter seperti terorisme, radikalisme, pembajakan, kejahatan perbankan, juga kejahatan melalui media daring (cyber crime).

Karena itu, diperlukan sistem penyelenggaraan keamanan nasional yang handal. Keperluan tersebut wajib dipenuhi negara. Negara wajib mengamankan kedaulatan, di samping melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Negara harus mampu memberikan rasa aman kepada seluruh rakyat melalui peran integratif institusi-institusi pengamanan dan perlindungan.

RUU Kamnas disiapkan untuk menjawab berbagai kebutuhan itu, termasuk memelihara harmoni antarinstitusi negara. Konflik TNI dan Polri, misalnya, bisa diharapkan tak menggejala lagi. Kedua institusi itu bahkan terkondisikan membangun sinergi lebih padu sebagai kekuatan kemanan, sehingga keselamatan rakyat maupun negara benar-benar terjaga dengan baik.

Dalam konteks itulah, perumusan dan pembahasan RUU Kamnas menjadi produk undang-undang sungguh relevan dan urgen. RUU Kamnas adalah ikhtiar pemerintah menciptakan payung hukum bagi penyelenggaraan sistem keamanan dan keselamatan nasional yang handal.

Alhasil, tidak beralasan RUU Kamnas ditolak mentah-mentah semata karena apriori curiga bahwa itu akan melahirkan sistem represif pengamanan negara dan bangsa. Sekali lagi, apa yang relevan kita lakukan adalah mengkritisi dan mengawal proses pembahasannya agar produk hukum yang kelak dihasilkan benar-benar menjamin keselamatan rakyat tanpa mematikan demokrasi ataupun kebebasan berpendapat dan kemerdekaan berekspresi.***

Jakarta, 26 Februari 2015