Kekecewaan Menpan
Azwar Abubakar soal anggaran perjalanan dinas pejabat negara dan pegawai negeri
sipil untuk tahun ini tak sulit dipahami. Menpan menilai, alokasi anggaran
tersebut kelewat besar -- sekitar 18 triliun.
Memang, bagaimana
mungkin angka itu bisa dibilang kecil? Di belakang angka 18 itu berderet nol
sebanyak dua belas! Itu saja sudah menjadi gambaran gamblang bahwa alokasi
anggaran dinas pejabat ini termasuk wow!
Dibanding APBN
2012, alokasi anggaran sebesar Rp 18 triliun itu mengambil porsi hampir 1,5
persen. Jadi, makin gamblang saja bahwa anggaran dinas pejabat ini memang
jumbo. Karena itu, wajar Menpan merasa kecewa.
Boleh jadi,
kekecewaan itu bukan melulu karena soal angka nominal yang terbilang jumbo. Kekecewaan
Menpan mungkin juga lantaran praktik perjalanan dinas pejabat selama ini yang
tidak selalu mencerminkan relevansi dan urgensi tingkat tinggi.
Bahkan, nyaris
menjadi rahasia umum, perjalanan dinas pejabat negara maupun pegawai negeri
sipil ini acapkali mirip-mirip plesiran. Misalnya, rapat kerja kementerian atau
bahkan sekadar unit satuan kerja tidak digelar di Jakarta, melainkan sengaja
diselenggarakan jauh di daerah -- notabene di lokasi sekitar tujuan wisata.
Dengan itu, peserta rapat pun berkesempatan menikmati rekreasi.
Nah, dalam
konteks seperti itu, porsi aktivitas dinasnya sendiri tak jarang relatif kecil.
Itu juga tidak selalu terbilang urgen menurut pandangan umum. Artinya,
perjalanan dinas sekadar merupakan bungkus atau kemasan atas aktivitas lain
yang sama sekali tidak bertaut dengan lingkup kedinasan.
Kalaupun cukup
objektif -- dalam arti punya tautan relevansi --, perjalanan dinas pejabat
tinggi maupun pegawai negeri sipil ini paling tidak terkesan mengabaikan asas
efisiensi. Perjalanan dinas Presiden, misalnya, selalu disertai rombongan dalam
jumlah besar. Tak cukup ajudan dan tim Paswalpres, perjalanan dinas Presiden
ini selalu didampingi sejumlah banyak pejabat tinggi dan pejabat menengah --
notabene masing-masing membawa pula minimal ajudan.
Di tingkat
menteri maupun pejabat-pejabat di eselon menengah dan bawah, praktik perjalanan
dinas ini juga sawi mawon: sarat diiringi rombongan penggembira. Sepertinya
pejabat merasa kurang afdol jika perjalanan dinas mereka tanpa disertai
rombongan besar. Mereka seolah-olah kurang bermartabat sebagai pejabat negara
jika dalam melakukan perjalanan dinas hanya melenggang dalam rombongan kecil
atau apalagi sekadar didampingi seorang ajudan.
Walhasil,
anggaran perjalanan dinas pejabat negara dan pegawai negeri sipil ini sama
sekali tak patut sampai memperoleh alokasi jumbo. Selain dengan tegas dan
konsisten menerapkan asas efisiensi, anggaran tersebut juga bisa diciutkan
lewat seleksi ketat mata-mata acara perjalanan dinasnya sendiri sesuai asas
relevansi dan urgensi.***
Jakarta, 2 Mei
2012