11 Februari 2013

Inkonsistensi SBY


Boleh saja Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan bahwa kesibukannya melakukan penyelamatan Partai Demokrat tak akan membuat dia lalai melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden: memimpin pemerintahan dan mengurusi negara. Namun kenyataan tetap tak terbantahkan bahwa kesibukan SBY kini
jadi berlipat-lipat.

Artinya, SBY sulit diharapkan bisa tetap sepenuhnya fokus mengemban tugas sebagai Presiden. Bahkan, boleh jadi, porsi waktu dan perhatian SBY terhadap pemerintahan relatif kecil dibanding untuk urusan partai.

Kenyataan itu sungguh menyedihkan karena menjadi wujud terang-benderang inkonsistensi SBY, khususnya menyangkut menteri-menteri yang merupakan kader partai politik. Betapa tidak, karena beberapa waktu lalu SBY mewanti-wanti para menteri itu: menjelang pesta demokrasi tahun 2014 sekarang ini harus tetap fokus melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. SBY meminta agar waktu dan perhatian menteri-menteri itu tidak menjadi banyak tersita oleh kepentingan partai.

Nah, kini SBY sendiri terjun langsung mengurusi partai -- melakukan penyelamatan Partai Demokrat. Jelas, karena itu, permintaan SBY kepada menteri-menteri kader partai tadi menjadi kehilangan makna. Permintaan itu menjadi tak lebih sekadar basa-basi.

Justru itu, boleh diyakini bahwa menteri-menteri kader partai jadi beroleh pembenaran untuk berbagi waktu dan perhatian mereka bagi kepentingan partai masing-masing. Mereka tak perlu lagi merasa sungkan atau risih menjadi tidak fokus di pemerintahan. Untuk itu, mereka tak harus risau ditegur presiden. Bahkan mereka jadi merasa sah-sah saja berbagi waktu dan perhatian antara tugas di pemerintahan dan kepentingan partai masing-masing.

Karena itu, menjelang Pemilu 2014 sekarang ini, kinerja pemerintahan sulit diharapkan benar-benar baik. Lantaran tarikan kepentingan partai, perhatian menteri-menteri dari partai politik hampir pasti terpecah. Terlebih lagi, bagi mereka, tuntutan untuk mengurusi kepentingan partai sangat tinggi.

Walhasil, fungsi-fungsi pemerintahan sekarang benar-benar dalam pertaruhan: sulit bisa efektif. Mulai menteri-menteri (kader partai politik) hingga Presiden tak dapat diharapkan benar-benar fokus mengemban tugas dan kewajiban masing-masing. Paling tidak, waktu dan perhatian mereka niscaya sebagian tersita untuk kepentingan partai dalam rangka menghadapi perhelatan politik di tahun 2014.

Itu mestinya tak boleh terjadi. Bagaimanapun, secara etis,  tugas-tugas pemerintahan harus tetap bisa terlaksana dengan baik. Tugas-tugas pemerintahan tak boleh sampai terabaikan dengan alasan apa pun -- apalagi oleh urusan partai.

Dalam konteks itu, menteri-menteri atau apalagi Presiden harus tetap menempatkan tugas-tugas pemerintahan dan negara sebagai satu-satunya urusan yang ditangani. Kesetiaan atau  komitmen masing-masing terhadap partai harus tetap dinafikan dulu sampai masa bakti pemerintahan efektif berakhir.

Jadi, mestinya SBY konsisten tentang urgensi mempertahankan fokus pemerintahan. Sebagai orang nomor satu di Indonesia, seharusnya SBY menjadi standar ideal pemimpin pemerintahan -- bukan justru memberi contoh buruk dengan bermain dua kaki. Bahwa Partai Demokrat harus segera diselamatkan, itu tak perlu membuat SBY serta-merta terjun langsung memimpin upaya-upaya ke arah sana. Mestinya SBY menunjuk tugas memimpin upaya penyelamatan Partai Demokrat ini kepada tokoh atau figur tertentu di internal partai tersebut yang bisa dipercaya secara politis maupun kapabilitas.

Ataukah SBY kesulitan mendapatkan figur yang sungguh-sungguh bisa dipercaya mengemban tugas itu?***

Jakarta, 11 Februari 2013