12 Februari 2013

Bocornya Sprindik Anas


Draf surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama tersangka Anas Urbaningrum adalah dokumen rahasia -- bahkan sangat rahasia. Karena sangat rahasia, dokumen tersebut jelas tak boleh sembarang beredar ke tengah publik. Tanpa pernyataan resmi institusi bersangkutan, peredaran dokumen itu di tengah publik adalah ilegal atau bahkan kriminal.

Karena itu, peredaran dokumen draf sprindik atas nama Anas ini mengundang pertanyaan besar. Pertama: otentikkah dokumen tersebut? Kalau terbukti palsu, bukan merupakan produk hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai institusi terkait, berarti dokumen itu merupakan kerjaan pihak tertentu dan diedarkan entah untuk tujuan apa.

Tetapi kalau ternyata otentik, maka menjadi pertanyaan berikutnya: apakah peredaran dokumen itu di tengah publik merupakan pembocoran ataukah kebocoran? Apakah itu kesengajaan ataukah kelalaian KPK? Kalau kesengajaan, untuk apa dibocorkan? Kalau kelalaian, kok bisa bocor?

Dokumen draf sprindik atas nama Anas Urbaningrum yang beredar di sejumlah media massa itu tanpa tanda tangan resmi (hanya tiga paraf pimpinan KPK) dan tanpa nomor surat. Dalam dokumen itu jelas tertulis: status hukum Anas disebut tersangka.

Kalau benar merupakan produk hukum KPK, dokumen yang beredar itu mestinya hanya diketahui lingkungan terbatas di KPK: direktur penyelidikan, direktur penyidikan, deputi penindakan, serta pimpinan KPK plus satgasnya.

Boleh jadi, dokumen yang beredar itu otentik produk KPK -- bukan dokumen palsu. Ini tecermin dari langkah KPK sendiri yang Senin lalu menggelar rapat khusus pimpinan -- minus sang ketua Abraham Samad yang sedang bermuhibah ke mancanegara. Rapat membahas dugaan kebocoran dokumen sprindik atas nama Anas Urbaningrum.

Jadi, tampaknya KPK sudah mengambil sikap bahwa beredarnya dokumen itu di tengah publik merupakan kelalaian KPK -- bukan sebuah kesengajaan. Tetapi, kok bisa dokumen yang sangat rahasia bocor ke tengah publik?

Justru itu, berarti ada yang tidak beres di tubuh KPK ini. Kebocoran dokumen sprindik atas nama Anas itu memberi gambaran bahwa sistem keamanan dan sistem pengamanan KPK ternyata rawan. Artinya, KPK tak becus menjaga kerahasiaan dokumen hukum. Justru itu, kebocoran tersebut sungguh memalukan -- karena tak sepatutnya dialami institusi sekaliber KPK.

Jadi, kebocoran dokumen rahasia itu adalah sangat konyol -- dan lantaran itu merupakan sebuah tamparan keras bagi kredibilitas KPK. Dalam bahasa terang, kebocoran itu membuat publik menangkap kesan bahwa KPK tidak profesional alias amatiran.

Bagaimanapun, itu sungguh masalah serius. Artinya, masalah tersebut sama sekali tak bisa ditoleransi. Bukan saja menyangkut nasib orang di depan hukum, melainkan juga lantaran kebocoran dokumen sangat rahasia itu punya implikasi tidak sehat bagi kehidupan bermasyarakat. Dokumen-dokumen rahasia yang bocor bisa dimanfaatkan orang sebagai komoditas bernilai ekonomi. Info yang terkandung di dalam dokumen itu bisa dibisniskan orang secara ilegal untuk digunakan sebagai alat penekan bagi kepentingan politis, ekonomis, ataupun hukum.

Karena itu, KPK mutlak harus mampu membongkar kebocoran dokumen sprindik atas nama Anas Urbaningrum ini. Bukan hanya orang-orang yang terlibat harus bisa diungkap dan kemudian ditindak sebagai kriminal, melainkan juga titik-titik yang menjadi kelemahan sistem keamanan dan pengamanan dokumen rahasia di lingkungan KPK juga harus bisa ditemukan.

Walhasil, KPK wajib membuat publik yakin bahwa kebocoran serupa tidak bakal terulang. Kalau tidak, kredibilitas institusi KPK dalam menjaga kerahasiaan dokumen hukum niscaya ambrol ke titik nadir: amatiran.***

Jakarta, 12 Februari 2013