25 Maret 2005

Kenapa Menunggu Reses?

Pemerintah dan DPR kembali mempertontonkan sikap kurang peka terhadap masalah gawat yang dihadapi rakyat. Ini terkait dengan pembahasan APBN Perubahan (APBNP) 2005 yang Rabu lalu resmi diserahkan pemerintah kepada DPR. Seperti bersepakat, kedua belah pihak memastikan bahwa pembahasan APBNP 2005 ini baru dilakukan setelah masa reses DPR berakhir, yaitu mulai awal Mei mendatang.

Penyerahan draf APBNP 2005 sendiri dilakukan pemerintah sebagai respon terhadap hasil sidang paripurna DPR, awal pekan ini, yang meminta pemerintah meninjau kembali keputusan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 1 Maret lalu. Pemerintah perlu mengajukan APBNP 2005 ke DPR karena kebijakan mengenai harga BBM punya implikasi terhadap anggaran.

Terkait penyerahan draf APBNP 2005 ini, pemerintah tidak mendesak DPR agar segera melakukan pembahasan. Bahkan, seperti kata Menkeu Jusuf Anwar, pemerintah justru meminta agar pembahasan APBNP tersebut dilakukan setelah masa reses DPR usai.

Di lain pihak, DPR sendiri memutuskan mulai membahas APBNP 2005 setelah masa reses selesai. Jadi, klop sudah. Pemerintah maupun DPR sama-sama menunjukkan sikap kurang peka terhadap masalah gawat yang dihadapi rakyat. Dengan mengagendakan pembahasan APBNP 2005 setelah masa reses DPR berakhir, awal Mei mendatang, pemerintah dan DPR sama-sama tindak memiliki sense of crisis.

Betapa tidak, karena pembahasan APBNP 2005 seusai masa reses DPR memiliki implikasi serius: pengucuran dana kompensasi pengurangan subsidi BBM -- khususnya dana tambahan -- menjadi tertunda-tunda. Paling tidak, sampai pembahasan dilakukan dan DPR memberikan persetujuan terhadap APBNP, berarti dana kompensasi BBM tak bisa dikucurkan. Padahal waktu yang dibutuhkan untuk itu paling tidak dua bulan.

Artinya, baru sekitar awal Juli dana kompensasi BBM ini bisa dikucurkan. Itu pun kalau proses pembahasan APBNP berlangsung lancar. Jika berlangsung alot, pembahasan APBNP mungkin baru bisa selesai pada akhir Juli atau Agustus. Padahal kemungkinan tersebut amat kental. Kita tahu, beberapa fraksi masih berkukuh menolak kenaikan harga BBM. Jelas, sikap tersebut akan mempengaruhi proses pembahasan APBNP.

Jadi, sekali lagi, pengucuran dana kompensasi BBM niscaya tertunda lumayan lama. Sementara di lapangan, kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM mulai 1 Maret lalu tetap berlaku. Padahal kenaikan harga BBM amat memukul daya beli masyarakat, khususnya mereka yang tergolong kelompok miskin. Justru itu, selama APBNP 2005 belum memperoleh persetujuan DPR -- yang berimplikasi dana kompensasi BBM tak bisa dikucurkan --, berarti selama itu pula rakyat harus menanggung derita.

Dana kompensasi BBM yang menanti persetujuan DPR sendiri bernilai Rp 10,5 triliun. Di luar itu, pemerintah sudah mulai mengucurkan dana sebesar Rp 7,3 triliun. Jadi, total jenderal, dana yang dialokasikan pemerintah untuk program kompensasi pengurangan subsidi BBM ini bernilai Rp 17,8 triliun.

Kita tidak tahu persis logika pemerintah maupun DPR menetapkan pembahasan dana kompensasi BBM ini usai reses DPR. Alasan pemerintah bahwa itu untuk memberi kesempatan bagi DPR mempelajari dahulu asumsi-asumsi yang digunakan dalam menyusun APBNP 2005, rasanya itu kurang pas. Tidakkah soal itu bisa dilakukan DPR sambil melakukan pembahasan? Kita yakin itu bisa, karena jajaran anggota DPR jelas bukan kelompok yang memiliki tingkat intelektualitas di bawah standar.

Juga alasan pihak DPR bahwa pembahasan APBNP 2005 ini tak bisa dilakukan di masa reses -- karena kebentur soal prosedur dan tata tertib -- sungguh terasa naif. Mestinya, demi rakyat yang nyata-nyata terhimpit, soal itu bisa disingkirkan dulu. Lain soal kalau kepedulian terhadap rakyat hanya basa-basi.***
Jakarta, 25 Maret 2005

Tidak ada komentar: