21 Januari 2014

Putusnya Jalur Pantura

Banjir yang menggenangi daerah pantai utara (pantura) Jawa sejak Minggu malam lalu bukan hanya menyengsarakan warga setempat dan para sopir yang terjebak kemacetan lalu lintas di jalur tersebut. Bencana itu juga mengacaukan kehidupan ekonomi Jawa secara keseluruhan, terutama di kota-kota di sepanjang jalur pantura.

Banjir yang melumpuhkan arus lalu lintas di jalur pantura -- terutama di daerah Subang dan Indramayu -- membuat kegiatan distribusi barang di Jawa terganggu. Karena itu, terutama harga kebutuhan pokok di Jakarta dan sejumlah kota lain kini melonjak.

Harga kebutuhan pokok bisa lebih menggila lagi kalau saja lalu lintas jalan raya di jalur pantura tetap lumpuh akibat tersumbat genangan banjir. Sementara hingga kemarin petang, genangan banjir di pantura ini belum menunjukkan tanda-tanda menyusut. Padahal curah hujan dalam beberapa hari mendatang mungkin masih tetap tinggi, dan di sisi lain naiknya permukaan air (rob) Laut Jawa juga belum tentu sudah berlalu.

Walhasil, kelumpuhan arus lalu lintas di jalur pantura akibat banjir ini sangat mungkin masih berlanjut hingga beberapa hari ke depan. Sampai genangan banjir menyusut.

Kenyataan itu tak terhindarkan karena jalur pantura telanjur menjadi urat nadi ekonomi Jawa. Jalur tengah maupun jalur selatan sendiri tak serta-merta menjadi alternatif penyelamat kondisi darurat jalur pantura seperti sekarang. Kondisi infrastruktur jalan di kedua jalur itu tak cukup mendukung untuk menampung limpahan arus lalu lintas dari jalur pantura. Terlebih lagi kedua jalur itu pun sama-sama diganggu bencana banjir dan tanah longsor di beberapa titik.

Karena terbukti tidak sehat bagi kepentingan sosial-ekonomi, ketergantungan terhadap jalur pantura ini jelas harus segera diakhiri. Minimal harus bisa dikurangi. Jalur pantura tak boleh dibiarkan terus menjadi saluran utama penunjang kegiatan ekonomi, khususnya distribusi barang.

Untuk itu, berbagai pembenahan mutlak harus dilakukan. Jalur kereta api yang membentang dari Barat ke Timur, misalnya, harus dimungkinkan bisa menyangga lebih banyak lagi kegiatan distribusi barang dan jasa. Tak bisa tidak, pembangunan jalur rel ganda di sepanjang Jawa -- khususnya di bentang pantura -- kudu segera dirampungkan.

Di sisi lain, orientasi kegiatan pengangkutan barang makin mendesak diubah. Tak boleh lagi lebih banyak bertumpu terhadap moda transportasi darat. Pelan tapi pasti, kegiatan pengangkutan barang harus sudah mulai dialihkan sebagian ke moda transportasi laut. Bahkan, seperti gagasan pemerintah sendiri, pada akhirnya moda transportasi laut harus menjadi saluran utama pengangkutan barang.

Gagasan itu patut segera diwujudkan karena sekarang ini saja armada angkutan barang berupa truk-truk ukuran jumbo sudah begitu memadati jalur jalan raya di Jawa -- terutama di sepanjang pantura. Saking padat, kehadiran armada truk pengangkut barang ini sungguh mengganggu kalancaran arus lalu lintas secara keseluruhan di jalur pantura.

Ketersendatan arus lalu lintas itu pada akhirnya membuat kegiatan distribusi barang melalui jalur darat pantura tidak efisien alias menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Terlebih ketika jalur pantura putus seperti sekarang akibat tergenang banjir, ekonomi biaya tinggi itu makin menohok. Sampai-sampai kehidupan ekonomi di Jawa secara keseluruhan, terutama kota-kota di sepanjang pantura, menjadi kacau dan menyengsarakan.***

21 Januari 2014