Kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode mendatang ini harus lebih
baik. KPU bukan hanya dituntut mampu meningkatkan partisipasi rakyat dalam
perhelatan demokrasi lima tahunan, melainkan sekaligus mampu
menyelenggarakan pemilu secara lancar, tertib, bersih, dan fair. Segala bentuk kecurangan harus
bisa diantisipasi dan ditekan, sehingga hasil pemilu benar-benar legitimate
- dan karena itu diterima semua pihak dengan sikap hormat.
Untuk itu, tak bisa tidak, KPU wajib diisi oleh figur-figur yang bukan
saja menguasai teknis penyelenggaraan pemilu, melainkan terutama juga
memiliki integritas bagus. Komisioner-komisioner KPU tidak boleh merupakan
sosok-sosok yang mudah dipengaruhi ataupun gampang diintervensi pihak lain.
Mereka harus benar-benar punya kepribadian teguh alias tahan terhadap
iming-iming kekuasaan ataupun materi.
Komisioner-komisioner KPU juga tak boleh memiliki syahwat politik ataupun
menyimpan agenda tersembunyi menyangkut kekuasaan. Mereka harus
mengenyahkan jauh-jauh segala bentuk syahwat politik ataupun agenda
kekuasaan, karena kedua soal itu merupakan bibit yang bisa membuat mereka
tega melakukan perselingkuhan politik sehingga kelembagaan KPU pun menjadi
invalid secara moral.
Karena itu pula, proses pemilihan komisioner KPU di DPR sekarang ini
sungguh strategis. Proses tersebut sangat diharapkan berhasil melahirkan
sosok-sosok komisioner KPU yang independen dan berintegritas. Proses
pemilihan tak boleh lagi seperti di waktu lalu: gagal melahirkan
komisioner-komisoner yang profesional, independen, dan berintegritas.
Justru itu, dalam melakukan pemilihan, segenap anggota Komisi II DPR
juga harus bisa menanggalkan segala agenda politik masing-masing. Mereka
harus membuang syahwat-syahwat kepentingan yang membuat proses pemilihan
komisioner KPU melupakan tujuan idealnya.
Jadi, segenap anggota DPR kudu bisa memilah dan mimilih calon-calon
tanpa muatan kepentingan lain kecuali menghasilkan komisioner-komisioner
yang profesional alias mampu bekerja, independen, dan berintegritas.
Dengan kata lain, proses pemilihan komisioner di DPR mesti terlaksana
objektif. Proses pemilihan harus terjamin bebas dari segala bias politik.
Dengan demikian, kinerja KPU periode mendatang pun sungguh bisa diharapkan
lebih baik dibanding periode sekarang ini yang notabene dikeluhkan banyak
pihak.
Untuk itu, proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test),
yang digelar Komisi II DPR terhadap sejumlah kandidat komisoner sejak
beberapa hari lalu, harus dijaga agar tidak menyimpang menjadi ajang
transaksi politik. Proses fit and proper test justru wajib dijadikan
rujukan. Rujukan dalam mengukur kapabilitas dan integritas tiap kandidat.
Rujukan dalam menentukan prioritas pilihan tentang sosok-sosok yang layak
duduk sebagai komisioner KPU bukan atas dasar komimen atau deal-deal politik tertentu,
melainkan murni berdasar ukuran-ukuran profesional dan patokan integritas.
Sosok-sosok calon komisioner sendiri relatif menjanjikan. Mereka bukan
"kucing dalam karung". Dalam segi kemampuan teknis, sejumlah
kandidat secara umum bisa diandalkan karena sudah memiliki jam terbang
cukup memadai sebagai komisioner KPU di daerah. Dalam segi integritas, sosok-sosok
kandidat ini juga kelihatannya belum terkena "polusi" politik.
Justru itu, maka "bola" sepenuhnya berada di tangan DPR.
Sejauh DPR tidak tergoda menjadikan proses pemilihan sebagai ajang
transaksi politik, sosok-sosok komisioner terpilih bisa diharapkan mampu
melahirkan KPU periode mendatang tampil profesional, independen, dan
berintegritas. Dengan demikian, pesta demokrasi lima tahunan ke depan ini
juga niscaya lebih lancar, bersih, dan fair.***
|