22 Maret 2012

Pemilihan Komisioner KPU


Kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode mendatang ini harus lebih baik. KPU bukan hanya dituntut mampu meningkatkan partisipasi rakyat dalam perhelatan demokrasi lima tahunan, melainkan sekaligus mampu menyelenggarakan pemilu secara lancar, tertib, bersih, dan fair. Segala bentuk kecurangan harus bisa diantisipasi dan ditekan, sehingga hasil pemilu benar-benar legitimate - dan karena itu diterima semua pihak dengan sikap hormat.

Untuk itu, tak bisa tidak, KPU wajib diisi oleh figur-figur yang bukan saja menguasai teknis penyelenggaraan pemilu, melainkan terutama juga memiliki integritas bagus. Komisioner-komisioner KPU tidak boleh merupakan sosok-sosok yang mudah dipengaruhi ataupun gampang diintervensi pihak lain. Mereka harus benar-benar punya kepribadian teguh alias tahan terhadap iming-iming kekuasaan ataupun materi.

Komisioner-komisioner KPU juga tak boleh memiliki syahwat politik ataupun menyimpan agenda tersembunyi menyangkut kekuasaan. Mereka harus mengenyahkan jauh-jauh segala bentuk syahwat politik ataupun agenda kekuasaan, karena kedua soal itu merupakan bibit yang bisa membuat mereka tega melakukan perselingkuhan politik sehingga kelembagaan KPU pun menjadi invalid secara moral.

Karena itu pula, proses pemilihan komisioner KPU di DPR sekarang ini sungguh strategis. Proses tersebut sangat diharapkan berhasil melahirkan sosok-sosok komisioner KPU yang independen dan berintegritas. Proses pemilihan tak boleh lagi seperti di waktu lalu: gagal melahirkan komisioner-komisoner yang profesional, independen, dan berintegritas.

Justru itu, dalam melakukan pemilihan, segenap anggota Komisi II DPR juga harus bisa menanggalkan segala agenda politik masing-masing. Mereka harus membuang syahwat-syahwat kepentingan yang membuat proses pemilihan komisioner KPU melupakan tujuan idealnya.

Jadi, segenap anggota DPR kudu bisa memilah dan mimilih calon-calon tanpa muatan kepentingan lain kecuali menghasilkan komisioner-komisioner yang profesional alias mampu bekerja, independen, dan berintegritas.

Dengan kata lain, proses pemilihan komisioner di DPR mesti terlaksana objektif. Proses pemilihan harus terjamin bebas dari segala bias politik. Dengan demikian, kinerja KPU periode mendatang pun sungguh bisa diharapkan lebih baik dibanding periode sekarang ini yang notabene dikeluhkan banyak pihak.
Untuk itu, proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), yang digelar Komisi II DPR terhadap sejumlah kandidat komisoner sejak beberapa hari lalu, harus dijaga agar tidak menyimpang menjadi ajang transaksi politik. Proses fit and proper test justru wajib dijadikan rujukan. Rujukan dalam mengukur kapabilitas dan integritas tiap kandidat. Rujukan dalam menentukan prioritas pilihan tentang sosok-sosok yang layak duduk sebagai komisioner KPU bukan atas dasar komimen atau deal-deal politik tertentu, melainkan murni berdasar ukuran-ukuran profesional dan patokan integritas.

Sosok-sosok calon komisioner sendiri relatif menjanjikan. Mereka bukan "kucing dalam karung". Dalam segi kemampuan teknis, sejumlah kandidat secara umum bisa diandalkan karena sudah memiliki jam terbang cukup memadai sebagai komisioner KPU di daerah. Dalam segi integritas, sosok-sosok kandidat ini juga kelihatannya belum terkena "polusi" politik.

Justru itu, maka "bola" sepenuhnya berada di tangan DPR. Sejauh DPR tidak tergoda menjadikan proses pemilihan sebagai ajang transaksi politik, sosok-sosok komisioner terpilih bisa diharapkan mampu melahirkan KPU periode mendatang tampil profesional, independen, dan berintegritas. Dengan demikian, pesta demokrasi lima tahunan ke depan ini juga niscaya lebih lancar, bersih, dan fair.***