05 Maret 2012

Busana Wakil Rakyat

DPR jelas bukan panggung untuk pamer busana. Terlebih busana yang tidak memenuhi standar etiket. DPR adalah panggung prestisius yang seyogyanya dimanfaatkan secara optimal oleh anggota-anggotanya untuk menunjukkan kesungguhan mereka memperjuangkan kepentingan rakyat.

Karena itu, soal etiket berbusana anggota DPR tidak selayaknya diributkan. Adalah naif jika anggota DPR masih harus diatur-atur dalam urusan berpakaian ini. Bagaimanapun, soal kapatutan berpakaian anggota DPR ini mestinya sudah otomatis mereka pahami dan praktikkan.

Singkatnya: anggota DPR harus tahu sendiri sekaligus tahu diri dalam berbusana ini! Jangan mentang-mentang urat malu tipis, misalnya, lantas busana yang dikenakan dalam berdinas sebagai anggota DPR terbilang minim atau mengobral keseksian. Atau karena ingin terkesan merakyat, pakaian yang disandang jangan lantas busana lusuh atau acak-acakan.

Jadi, justru karena menyandang status wakil rakyat, anggota DPR dituntut pintar berbusana -- dalam arti senantiasa tampil rapi dan beretiket, namun tidak harus mahal atau apalagi serba luks. Mengabaikan tuntutan tersebut pertanda mereka tidak menghargai diri sendiri sebagai wakil rakyat. Atau bisa juga pertanda mereka tidak layak duduk di parlemen.

Karena itu, sekali lagi, anggota DPR mestinya paham soal etiket berbusana ini. Mereka sungguh tak patut jika masih harus diatur-atur atau diingatkan orang mengenai urusan itu. Pengaturan-penguturan dalam soal remeh-temeh itu malah memberi kesan bahwa anggota DPR tak ubahnya -- seperti kata mendiang Gus Dur -- anak TK!

Oleh sebab itu pula, ribut-ribut di internal DPR soal etiket berbusana wakil rakyat sungguh terasa naif. Ribut-ribut itu bukan sekadar membuat DPR seolah tidak punya kerjaan, melainkan makin meneguhkan penilaian bahwa DPR cenderung sibuk oleh urusan mereka sendiri ketimbang memperjuangkan kepentingan rakyat. Mending kalau urusan yang diributkan itu subtansial dan serius. Tapi faktanya: tidak jarang apa yang diributkan itu remeh-temeh. Ya, termasuk soal etiket berbusana!

Sejatinya pakaian anggota DPR ini bukan busana dalam pengertian harfiah. Pakaian anggota DPR tidak lain adalah integritas dan ketulusan mereka dalam mengemban fungsi-fungsi sebagai wakil rakyat.

Nah, dalam kenyataan selama ini, "busana" anggota DPR boleh dikatakan compang-camping. Karena itu, rakyat pun kencang mempertanyakan dan menggugat. Rakyat menggugat karena mereka acap melihat sepak-terjang wakil rakyat tidak sebagaimana seharusnya wakil rakyat. Sepak-terjang mereka bukan hanya acap lebih merupakan agregasi kepentingan partai menyangkut kekuasaan atau bahkan kepentingan pribadi mereka sendiri, melainkan juga justru seperti menafikan urusan rakyat.

Dengan kata lain, sepak-terjang anggota parlemen cenderung membuat rakyat merasa tidak diwakili lagi di DPR. Wakil rakyat seperti lupa terhadap peran dan fungsi yang seharusnya mereka emban: menjadi kepanjangan tangan rakyat.

Sejumlah kasus kontroversial menjadi petunjuk kuat tentang itu. Sebut saja soal kebiasaan plesiran ke luar negeri dengan menggunakan dalih studi banding -- notabene mengajak-serta anak-istri pula. Atau kecenderungan menikmati fasilitas serba wah sebagaimana tecermin lewat rencana pembangunan gedung baru DPR yang membutuhkan anggaran dalam jumlah naudzubillah.

Contoh lain yang membuat rakyat mempertanyakan keberadaan anggota DPR ini adalah kemalasan mereka menghadiri rapat-rapat. Ironisnya, semangat mereka mengikuti rapat baru terlibat menggebu jika rapat tidak dilakukan di gedung DPR, melainkan di hotel-hotel berbintang.

Jadi, mestinya yang mereka ributkan bukan soal etiket berpakaian selaku anggota DPR yang tergolong remeh, melainkan soal busana integritas dan komitmen mereka saat tampil di panggung wakil rakyat.***

Jakarta, 5 Maret 2012