30 Juli 2013

Resistensi Harga

Dalam beberapa hari terakhir, harga bahan pokok pangan dilaporkan mengalami penurunan. Meski tidak signifikan, penurunan tersebut melegakan. Melegakan, karena penurunan itu jelas berdampak mengurangi beban ekonomi masyarakat. Terlebih di tengah suasana menghadapi Lebaran sekarang ini.

Penurunan harga itu sendiri merupakan gambaran bahwa upaya stabilisasi pasar yang digelar pemerintah tidak sia-sia. Upaya tersebut menunjukkan bahwa jika dilandasi tekad dan semangat bergelora, pemerintah bisa menjinakkan pasar. Tentu, semua berharap penurunan harga bahan pokok pangan ini terus berlanjut dan tidak sekadar merupakan riak. Penurunan tersebut diharapkan bisa mencapai tahap signifikan. Artinya, pemerintah masih harus bekerja keras menggelar program stabilisasi pasar.

Mungkin agak muyskil mengharapkan harga bahan pokok pangan ini bisa pulih seperti sedia kala. Musykil, karena lonjakan harga telanjur kelewat tinggi. Dibanding beberapa pekan terakhir, saat belum bergejolak, tingkat harga bahan pokok pangan sekarang ini terpaut begitu jauh. Secara psikologis, itu bisa menjadi sentimen negatif bagi pasar untuk bisa digerakkan mendorong harga meluncur sampai menyentuh level semula.

Jadi, penurunan harga yang menggejala belakangan ini sangat mungkin sekadar bermuara kepada ekuilibrium baru. Mudah-mudahan saja ekuilibrium baru itu berada di level harga yang relatif terjangkau sehingga tidak membuat masyarakat megap-megap. Cuma, soalnya, harga bahan pokok pangan ini masih resisten bergejolak kembali. Momen Lebaran hampir pasti mendongkrak permintaan masyarakat -- juga mengundang aksi spekulan. Kalau saja tak cukup sigap melakukan antisipasi, pemerintah pun bisa kedodoran lagi: harga bahan pokok pangan kembali meroket.

Karena itu, momen Lebaran menjadi tantangan besar dan berat bagi pemerintah untuk mengamankan harga bahan pokok pangan ini. Momen Lebaran menjadi ajang pembuktian tentang kesanggupan dan kemampuan pemerintah melakukan stabilisasi pasar. Itu berarti, pemerintah tak boleh terbuai oleh keberhasilan relatif program stabilisasi harga bahan pokok pangan sekarang ini.

Dengan kata lain, tekad dan semangat pemerintah dalam menggelar program itu tak boleh lantas menjadi kendur. Jadi, program stabilisasi harga bahan pokok pangan menjelang Lebaran sekarang ini bukan saja tetap urgen dilanjutkan, melainkan juga perlu lebih diintensifkan. Dalam konteks ini, strategi dan pola stabilisasi harus dikembangkan.

Strategi dan pola itu jangan terpaku dan baku berupa operasi pasar murah, melainkan juga harus meliputi operasi yang lebih mendasar: memutus mata rantai yang melahirkan praktik kartel. Ini mendasar karena memang acap menjadi sumber utama yang membuat pasar bahan pokok pangan bergejolak tidak karuan. Pemerintah sendiri mengakui ihwal praktik kartel ini.

Justru itu, sungguh ganjil jika pemerintah sekadar menunjuk fenomena dan tidak berbuat nyata memberangus fenomena itu. Selama praktik kartel tak diberangus, harga bahan pokok niscaya senantiasa resisten bergejolak -- dengan ataupun tanpa momentum seperti Lebaran. Jadi, kenapa praktik kartel tidak diberangus?***

Jakarta, 30 Juli 2013