12 Juli 2005

Kampanye Hemat Energi

Gebrakan hemat energi memang perlu. Bahkan, seharusnya, itu kita lakukan bukan hanya karena kita mengalami krisis bahan bakar minyak (BBM) seperti sekarang ini. Dengan atau tanpa krisis BBM pun seharusnya gerakan hemat energi ini kita galakkan. Ya, karena minyak bumi adalah sumber daya alam tak terbarukan (unrenewable resources).

Karena tak terbarukan, kita harus pandai-pandai memanfaatkan minyak bumi ini -- juga sumber daya alam lain yang unrenewable -- agar tak cepat habis dan terutama agar generasi mendatang bisa turut menikmati.

Tapi selama ini kita kurang peduli terhadap pentingnya gerakan hemat energi ini. Bahkan kita seolah tak pernah berpikir tentang itu. Dalam memanfaatkan minyak bumi, khususnya, kita begitu terlena dan jor-joran -- nyaris tanpa kendali. Ini bukan hanya pada level individual, melainkan bahkan dalam konteks lebih luas dan strategis.

Tengok saja kebijakan-kebijakan pemerintah: nyaris tak ada yang nyata-nyata dan tegas merujuk pada gerakan hemat energi. Industri otomotif, misalnya, dibiarkan sepenuhnya bergulir sesuai permintaan pasar.

Bahkan ketika industri otomotif dan lembaga pembiayaan bahu-membahu mendongkrak permintaan itu menjadi menjulang tinggi seperti dalam beberapa tahun terakhir, sedikit pun pemerintah tak terkesan berupaya melakukan intervensi. Pemerintah tak tergerak menahan sedikit saja laju pertumbuhan kendaraan bermotor ini. Pemerintah seolah tak melihat kenyataan itu sebagai faktor yang mengondisikan tingkat konsumsi BBM terus menanjak hebat tak tertahankan.

Begitu juga program diversifikasi energi: praktis tak pernah terealisasi. Berkali-kali dicanangkan, program tersebut akhirnya hanya indah di atas kertas. Pemerintah sepertinya memang tak bersungguh-sungguh dalam menggulirkan program diversifikasi energi ini.

Penggunaan briket batubara, misalnya, praktis gagal karena langkah ke arah itu bersifat setengah hati. Pemerintah tak mengondisikan pemanfaatan briket batubara sebagai energi alternatif yang mudah dan murah.

Karena itu, gerakan hemat energi yang kini digulirkan pemerintah melalui Inpres No 10/2005 jangan mengulangi kesalahan selama ini: cuma basa-basi karena memang pada dasarnya setengah hati. Segenap jajaran pemerintah harus menunjukkan bahwa gerakan itu bukan sekadar wujud kepanikan sesaat terkait krisis BBM sejak beberapa pekan terakhir, melainkan merupakan koreksi terhadap sikap dan perilaku kita selama ini dalam memanfaatkan energi tak terbarukan. Dengan kata lain, pemerintah harus konsisten dan serius dalam menggulirkan gerakan hemat energi ini.

Keseriusan itu harus ditunjukkan oleh sikap-tindak segenap jajaran pemerintah sendiri. Pemerintah harus memberi contoh dan teladan menyangkut gerakan hemat energi ini: mulai dari soal-soal kecil dan sepele sampai hal-hal substansial.

Pemerintah juga harus intensif menyosialisasikan gerakan hemat energi ini ke berbagai lapisan masyarakat. Ini bisa menjadi persoalan berat karena menyangkut sikap-tindak masyarakat yang telanjur bermental boros dalam mengonsumsi energi.

Untuk itu, sosialisasi bukan sekadar bicara tentang relevansi dan urgensi hemat energi, tapi juga memaparkan panduan tentang cara dan langkah yang harus dilakukan dalam mengisi gerakan hemat energi.

Satu hal yang perlu diingat pemerintah bahwa gerakan hemat energi ini jangan sampai menjadi langkah kontra produktif bagi kepentingan masyarakat. Karena itu, kampanye penghematan harus benar-benar menyentuh berbagai aspek yang secara obyektif memang perlu dan tak mengorbankan kegiatan produktif di masyarakat, khususnya dunia usaha.

Kalau saja mengorbankan kegiatan produktif di masyarakat, kampanye hemat energi ini bisa berisiko tak efektif -- karena justru mengudang perlawanan, meski diam-diam.***
Jakarta, 12 Juli 2005

Tidak ada komentar: