24 Juli 2005

Bencana Nasional Flu Burung

Wabah flu burung adalah bencana nasional. Ini bukan hanya karena wabah tersebut sudah merebak di 23 provinsi, melainkan juga lantaran dampak yang ditimbulkannya bisa sangat dahsyat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa pada tahun 1918 dan 1968 wabah flu burung merenggut belasan juta jiwa. Belum lagi sekian banyak hewan ternak.

Kenyataan serupa bisa saja kita alami sekarang ini jika langkah-langkah penanggulangan tak segera dilakukan dengan segala kesungguhan. Juga jika kita tidak mengembangkan sikap waspada dengan menggerakkan kesiagaan dan upaya-upaya preventif.

Karena itu adalah naif jika pemerintah terkesan tidak kompak. Harus disadari bahwa wabah flu burung bukan hanya tanggung jawab instansi tertentu. Karena eskalasi masalah sudah demikian luas dan berat, wabah tersebut adalah tanggung jawab bersama pemerintah -- juga masyarakat.

Itu berarti, berbagai institusi pemerintah dituntut saling membahu dalam menanggulangi wabah flu ini. Di sisi lain, masyarakat juga tak bisa cuma berpangku tangan. Paling tidak, masyarakat dituntut menunjukkan sikap kooperatif terhadap langkah pemerintah mencegah dan menanggulangi wabah tersebut.

Juga adalah naif jika merebaknya wabah flu burung ini dikatakan sebagai dampak kelalaian pihak tertentu. Bahwa kejangkitan flu burung sebenarnya bisa dicegah, itu memang betul. Tetapi siapa bisa menjamin bahwa langkah-langkah preventif senantiasa berhasil sukses? Lalu, apakah langkah-langkah preventif itu sendiri memang merupakan monopoli pihak tertentu?

Dalam situasi seperti sekarang ini -- flu burung sudah menjadi bencana nasional -- sama sekali tidak relevan mencari siapa yang bersalah. Terlebih lagi, tak seorang pun bisa memastikan kapan dan di mana wabah itu bisa terjadi. WHO sendiri sudah mengingatkan bahwa siapa pun harus senantiasa siap menghadapi kejutan terkait penyakit flu burung ini.

Artinya, secara alamiah serangan flu burung memang potensial sulit dibendung. Virus flu burung dikenal sangat ganas dan sulit diprediksi. Apalagi jika virus tersebut ternyata sudah bermutasi menjadi bukan lagi hanya menular antarhewan atau dari hewan ke manusia, melainkan dari manusia ke manusia.

Memang sekarang ini belum ada bukti ilmiah bahwa virus flu burung sudah bermutasi menjadi bisa menular dari manusia ke manusia. Tetapi pada saat bersamaan juga tidak ada yang bisa memastikan bahwa penularan antarmanusia adalah tidak mungkin. Kalangan ahli sendiri menyatakan, virus flu burung bisa saja menular dari manusia ke manusia.

Kenyataan tersebut tak boleh ditutup-tutupi. Memang, jujur mengatakan bahwa flu burung mungkin saja menular dari manusia ke manusia bisa membuat masyarakat waswas. Tapi sepanjang tidak berkembang menjadi kepanikan, rasa waswas di masyarakat malah bisa positif: menumbuhkan sikap waspada, siaga, peduli, dan amat mendukung berbagai upaya penanganan wabah.

Sebaliknya, sikap memastikan sesuatu yang justru belum pasti -- bahwa flu burung tidak menular melalui manusia ke manusia -- bisa berbahaya. Kalau kemudian terbukti bahwa flu burung ternyata sudah bisa menyebar dari manusia ke manusia, dampak yang timbul bisa sangat dahsyat.

Walhasil, pemerintah dituntut serius dan konsekuen memperlakukan wabah flu burung ini sebagai bencana nasional. Di samping habis-habisan melakukan langkah penanganan -- preventif maupun kuratif --, pemerintah juga semestinya jujur dan terbuka membeberkan peringatan WHO bahwa wabah penyakit flu burung bisa jauh lebih dahsyat: bukan cuma memusnahkan ternak, melainkan juga bukan tidak mungkin menyerang manusia.

Tentu, agar tidak menimbulkan kepanikan, pemerintah harus piawai mengelola komunikasi.***
Jakarta, 24 Juli 2005

Tidak ada komentar: