06 Januari 2015

Peliknya Asuransi Korban AirAsia

Status penerbangan pesawat AirAsia QZ-8501 yang dinyatakan ilegal oleh pemerintah memang tak serta-merta menggugurkan hak keluarga penumpang untuk memperoleh pembayaran klaim asuransi. Toh mereka tidak ikut bersalah dalam konteks penerbangan ilegal itu.

Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sudah menyatakan bahwa perusahaan asuransi tetap wajib membayar klaim asuransi kepada keluarga yang menjadi korban penerbangan AirAsia QZ-8501 ini. Tetapi proses pembayaran klaim itu tetap bisa pelik karena kemungkinan berbenturan dengan masalah legalitas yang harus dipenuhi perusahaan asuransi. 

Kepelikan itu tak harus terjadi kalau saja status penerbangan AirAsia QZ-8501 tidak dinyatakan ilegal oleh pemerintah. Perusahaan asuransi mungkin sulit menemukan pijakan hukum untuk melakukan pembayaran asuransi karena penerbangan nyata-nyata dinyatakan ilegal oleh pemerintah selaku pemegang otoritas kebijakan di industri penerbangan.

Jadi, vonis ilegal bagi penerbangan AirAsia QZ-8501 bisa menyulitkan perusahaan asuransi untuk membayarkan asuransi kepada keluarga korban.  Bagaimanapun, bagi perusahaan asuransi, pembayaran klaim tak bisa melulu disandarkan kepada niat baik. Toh mereka bukan institusi amal.

Karena itu, sekali lagi, proses pembayaran asuransi bagi keluarga penumpang yang menjadi korban penerbangan AirAsia QZ-8501 bisa pelik. Meski, menurut OJK,  perusahaan-perusahaan asuransi terkait berkomitmen membayar klaim, kepelikan itu tetap harus diperhitungkan.

Menjadi tugas pemerintah untuk mengantisipasi kepelikan itu. Pemerintah tak boleh begitu saja beranggapan atau bahkan berkeyakinan bahwa proses pembayaran asuransi kepada keluarga korban penerbangan AirAsia QZ-8501 ini pasti lancar -- semata karena perusahaan-perusahaan asuransi sudah memberi komitmen ke arah itu.

Lebih mendasar lagi, pemerintah juga berkewajiban memastikan bahwa keluarga para korban tetap menerima pembayaran asuransi. Kerumitan dan kepelikan seperti apa pun yang terjadi dalam konteks pembayaran asuransi ini, mereka tidak boleh sampai korban lagi. Hak mereka memperoleh pembayaran asuransi harus diperjuangkan hingga benar-benar terpenuhi.

Jadi, andai perusahaan asuransi mengelak membayar asuransi karena kepelikan status penerbangan AirAsia QZ-8501 yang dinyatakan ilegal, pemerintah harus berperan optimal mengawal kepentingan keluarga para korban. Dalam konteks ini, perusahaan yang mewadahi maskapai AirAsia harus dipaksa menanggung pembayaran asuransi kepada keluarga para korban.

Selain itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa maskapai AirAsia memenuhi kewajiban mengucurkan santunan seperti diatur dalam Permenhub Nomor 77/2011. Pengucuran santunan ini jangan sampai dikesankan sebagai belas kasih pihak maskapai. Keluarga korban QZ-8501 harus mengetahui bahwa santunan itu adalah hak mereka.

Kita menghargai komitmen pimpinan AirAsia yang sejak awal menyatakan tak hendak lari dari tanggung jawab terkait musibah yang dialami AirAsia QZ-8501. Justru itu, pemerintah berkewajiban memastikan bahwa komitmen itu ternyata kemudian  melenceng atau apalagi menguap.***

Jakarta, 6 Januari 2015