18 Januari 2015

Momentum Menegakkan Kedaulatan Energi

Sejumlah blok migas, yang notabene selama ini dikuasai kontraktor asing, dalam sepuluh tahun ke depan ini habis masa kontrak pengelolaan. Dua blok terbilang kakap, yaitu Blok Mahakam (habis kontrak tahun 2017) dan Blok Rokan (habis kontrak tahun 2021).

Bisa dipastikan, kontraktor-kontraktor bersangkutan kini berupaya memperoleh perpanjangan kontrak. Mustahil mereka lantas "tutup warung" begitu saja.

Cadangan tersisa yang relatif masih banyak di blok masing-masing niscaya menjadi alasan utama mereka untuk memperoleh perpanjangan kontrak ini. Cadangan tersisa di Blok Mahakam, misalnya, diperkirakan mencapai 5,8 triliun kaki kubik gas plus 185 juta barel minyak bumi. Sementara di Blok Rokan, cadangan tersisa ini diperkirakan 10 miliar barel minyak.

Karena itu, sekali lagi, mustahil mereka begitu saja "tutup warung" lantaran kontrak berakhir. Bagaimanapun, mereka sangat berkepentingan memperoleh perpanjangan kontrak atas ladang-ladang migas yang selama ini mereka kuasai.

Alhasil, pendekatan, proposal, atau bahkan negosiasi terhadap otoritas permerintahan di bidang itu pada hari-hari ini niscaya sedang intensif mereka lakukan. Terlebih, seharusnya, kontrak perpanjangan sudah mereka peroleh sejak beberapa tahun lalu.

Tetapi, bagaimanapun, habisnya masa kontrak pengelolaan blok-blok migas oleh korporasi asing ini selayaknya dijadikan momentum untuk menegakkan kedaulatan kita di bidang energi. Sumber daya migas kita sudah terlalu lama dalam genggaman asing. Karena itu, sungguh naif bila tak punya keinginan politik untuk menjadikan perusahaan-perusahaan nasional kita sebagai penerus.

Jadi, kini saatnya perusahaan-perusahaan nasional kita -- entah Pertamina ataupun swasta -- diberi kesempatan melanjutkan pengelolaan blok-blok migas yang selama puluhan tahun ini dikelola asing. Mereka harus diberi kepercayaan. Ironi perpanjangan kontrak Blok Cepu tak boleh sampai terulang kembali.

Soal modal ataupun penguasaan teknologi jangan pernah dijadikan dalih untuk tidak memberi kesempatan kepada perusahaan-perusahaan nasional ini menjadi penerus kontraktor asing. Toh soal modal bisa dicari entah dengan cara bagaimana. Begitu juga soal teknologi.

Karena itu, pemerintah wajib memiliki misi dan target yang jelas mengenai pengelolaan blok-blok migas usai berakhirnya kontrak pengelolaan oleh pihak asing ini. Pemerintah tak boleh lagi begitu gampang menafikan peluang dan kesempatan bagi perusahaan-perusahaan nasional menjadi penguasa baru ladang migas tersebut.

Untuk itu, pemerintah harus memiliki kepercayaan diri tinggi. Pemerintah tak boleh begitu saja termakan oleh manuver pihak asing yang memberi gambaran seolah-olah pengelolaan ladang-ladang minyak eks asing sangat berisiko -- sehingga perusahaan nasional tak layak menjadi penerus kontrak.

Gambaran mereka bahwa  produksi tidak efisien, butuh investasi lanjutan super jumbo, juga menuntut teknologi kelas wahid dan paling anyar boleh diyakini lebih merupakan trik untuk menutup jalan bagi perusahaan nasional. Mereka tak akan rela ladang-ladang minyak mereka kemudian jatuh kepada perusahaan nasional.

Karena itu, pemerintah wajib memiliki komitmen keberpihakan terhadap perusahaan-perusahaan nasional. Tanpa komitmen tersebut, kedaulatan energi kita tak akan pernah bisa ditegakkan. Kita akan terus dalam genggaman asing. Haruskah?***

Jakarta, 18 Januari 2015