11 April 2013

Peran Wakil Rakyat


Sikap malas anggota DPR menghadiri persidangan tak juga berubah. Meski sudah sering dihujani kritik, perilaku mereka tak juga membaik. Perilaku mereka tetap saja mengundang sinisme publik.

Dalam rapat paripurna DPR, kemarin, sikap malas itu kembali dipertontonkan sejumlah banyak wakil rakyat di Senayan. Berdasar lembar absensi yang disediakan di depan ruang sidang, hanya 336 dari total 560 anggota DPR yang mengikuti sidang paripurna itu. Jadi, 224 anggota tidak hadir.

Tak jelas, apakah 336 anggota DPR yang mengisi absensi pun lantas menghadiri persidangan. Namun becermin pada persidangan yang sudah-sudah, banyak juga anggota DPR yang cuma mengisi absensi. Mereka tidak mengikuti persidangan, melainkan sekadar memenuhi proforma: tercatat hadir di lembar absensi.

Gambaran serupa sudah acap terlihat. Hampir dalam setiap sidang paripurna, banyak anggota DPR yang membolos atau sekadar mengisi lembar absensi. Karena itu, ruang persidangan pun cenderung terkesan lelang.

Kenyataan itu tentu menyedihkan. Sikap malas anggota parlemen mengikuti persidangan seolah sudah berurat dan berakar alias sulit berubah menjadi baik. Padahal tugas utama anggota parlemen antara lain ya menghadiri persidangan sehingga mereka bisa turut ambil bagian dalam proses pengambilan keputusan.

Tentu idealnya anggota DPR tidak sekadar hadir, melainkan juga aktif memberi pandangan. Tetapi gambaran yang sekama ini tampil ke permukaan, jangankan aktif memberi pandangan, bahkan sekadar menghadiri persidangan saja tak sedikit anggota DPR sudah malas.

Memang, mereka selalu punya alasan atau argumentasi tentang ketidakhadiran dalam persidangan ini. Namun secara keseluruhan,  berbagai argumentasi mereka tak serta-merta memupus kesan bahwa mereka malas berperan optimal sebagai wakil rakyat.

Menjelang perhelatan akbar berupa pemilu, tahun depan, boleh jadi kemalasan anggota DPR mengikuti persidangan ini akan kian menjadi. Maklum karena mereka harus banyak ambil bagian dalam kegiatan politik untuk pemenangan parpol masing-masing, sehingga pascapemilu nanti bisa tetap eksis di parlemen.

Jadi, untuk itu, mereka harus sering turun ke tengah masyarakat konstituen -- menebar pesona. Aktivitas tersebut niscaya makin intensif lagi manakala momen pemilu sudah semakin mendekat. Tapi justru itu, peran dan fungsi mereka sebagai wakil rakyat di Senayan pun hampir pasti menjadi kian kendur dan loyo. Persidangan-persidangan di hari-hari mendatang ini boleh jadi makin sedikit dihadiri wakil rakyat.

Mestinya, menjelang pemilu ini, kesungguhan berperan sebagai wakil rakyat justru ditunjukkan secara habis-habisan. Berbagai upaya dan kesempatan seharusnya benar-benar dimanfaatkan untuk itu. Adalah mengherankan jika hari-hari menjelang pesta demokrasi lima tahunan ini tidak dipandang sebagai ajang kontes kecantikan atau arena tebar pesona wakil rakyat.

Karena itu, di tengah kesadaran kritis rakyat yang semakin membaik sekarang ini, sikap malas anggota parlemen berperan optimal bisa-bisa mendatangkan hukuman pada saat pemilu nanti. Jangan-jangan rakyat tak sudi memilih lagi sosok-sosok persona ataupun parpol yang kini duduk di parlemen justru lantaran kinerja mereka di parlemen selama ini tidak mengesankan. Ya, rakyat kini sudah tak bisa lagi dibuai oleh gincu-gincu politik semata menjelang pemilu.***

Jakarta, 11 April 2013