Sikap malas
anggota DPR menghadiri persidangan tak juga berubah. Meski sudah sering
dihujani kritik, perilaku mereka tak juga membaik. Perilaku mereka tetap saja
mengundang sinisme publik.
Dalam rapat
paripurna DPR, kemarin, sikap malas itu kembali dipertontonkan sejumlah banyak
wakil rakyat di Senayan. Berdasar lembar absensi yang disediakan di depan ruang
sidang, hanya 336 dari total 560 anggota DPR yang mengikuti sidang paripurna
itu. Jadi, 224 anggota tidak hadir.
Tak jelas, apakah
336 anggota DPR yang mengisi absensi pun lantas menghadiri persidangan. Namun
becermin pada persidangan yang sudah-sudah, banyak juga anggota DPR yang cuma
mengisi absensi. Mereka tidak mengikuti persidangan, melainkan sekadar memenuhi
proforma: tercatat hadir di lembar absensi.
Gambaran serupa
sudah acap terlihat. Hampir dalam setiap sidang paripurna, banyak anggota DPR
yang membolos atau sekadar mengisi lembar absensi. Karena itu, ruang
persidangan pun cenderung terkesan lelang.
Kenyataan itu
tentu menyedihkan. Sikap malas anggota parlemen mengikuti persidangan seolah
sudah berurat dan berakar alias sulit berubah menjadi baik. Padahal tugas utama
anggota parlemen antara lain ya menghadiri persidangan sehingga mereka bisa
turut ambil bagian dalam proses pengambilan keputusan.
Tentu idealnya
anggota DPR tidak sekadar hadir, melainkan juga aktif memberi pandangan. Tetapi
gambaran yang sekama ini tampil ke permukaan, jangankan aktif memberi
pandangan, bahkan sekadar menghadiri persidangan saja tak sedikit anggota DPR
sudah malas.
Memang, mereka
selalu punya alasan atau argumentasi tentang ketidakhadiran dalam persidangan
ini. Namun secara keseluruhan, berbagai
argumentasi mereka tak serta-merta memupus kesan bahwa mereka malas berperan optimal
sebagai wakil rakyat.
Menjelang
perhelatan akbar berupa pemilu, tahun depan, boleh jadi kemalasan anggota DPR
mengikuti persidangan ini akan kian menjadi. Maklum karena mereka harus banyak
ambil bagian dalam kegiatan politik untuk pemenangan parpol masing-masing,
sehingga pascapemilu nanti bisa tetap eksis di parlemen.
Jadi, untuk itu,
mereka harus sering turun ke tengah masyarakat konstituen -- menebar pesona.
Aktivitas tersebut niscaya makin intensif lagi manakala momen pemilu sudah
semakin mendekat. Tapi justru itu, peran dan fungsi mereka sebagai wakil rakyat
di Senayan pun hampir pasti menjadi kian kendur dan loyo.
Persidangan-persidangan di hari-hari mendatang ini boleh jadi makin sedikit
dihadiri wakil rakyat.
Mestinya,
menjelang pemilu ini, kesungguhan berperan sebagai wakil rakyat justru
ditunjukkan secara habis-habisan. Berbagai upaya dan kesempatan seharusnya
benar-benar dimanfaatkan untuk itu. Adalah mengherankan jika hari-hari
menjelang pesta demokrasi lima tahunan ini tidak dipandang sebagai ajang kontes
kecantikan atau arena tebar pesona wakil rakyat.
Karena itu, di
tengah kesadaran kritis rakyat yang semakin membaik sekarang ini, sikap malas
anggota parlemen berperan optimal bisa-bisa mendatangkan hukuman pada saat
pemilu nanti. Jangan-jangan rakyat tak sudi memilih lagi sosok-sosok persona
ataupun parpol yang kini duduk di parlemen justru lantaran kinerja mereka di
parlemen selama ini tidak mengesankan. Ya, rakyat kini sudah tak bisa lagi
dibuai oleh gincu-gincu politik semata menjelang pemilu.***
Jakarta, 11 April
2013