Pegawai pajak
sebenarnya tak punya alasan mendasar untuk berbuat koruptif. Toh mereka sudah
menikmati hidup sejahtera jauh di atas rata-rata orang kebanyakan. Sedemikian
rupa kesejahteraan yang diberikan negara, sehingga mereka seharusnya tak perlu
sampai menerima suap ataupun memeras wajib pajak.
Untuk
menyejahterakan pegawai pajak, negara memberlakukan sistem remunerasi yang
membuat penghasilan mereka jauh lebih tinggi dibanding pegawai negeri sipil
pada umumnya. Itu masih ditambah oleh sistem insentif yang makin menjadikan
mereka tak beralasan berbuat konyol dan culas: korupsi -- sekadar untuk
memuaskan nafsu memperkaya diri.
Karena itu, kasus
pegawai pajak bernama Pargono Riyadi, yang Selasa lalu tertangkap tangan oleh aparat
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima uang -- diduga sogokan -- dari
pegawai sebuah perusahaan swasta, sungguh memprihatinkan. Kasus tersebut
menunjukkan bahwa integritas pegawai pajak -- meski jelas tidak bersifat umum
-- masih tidak beres. Seolah-olah kesejahteraan yang diberikan negara kepada
pegawai pajak ini masih saja tidak menyejahterakan.
Sebelum kasus
Pargono ini, publik tentu masih ingat sederet kasus lain kongkalingkong
perpajakan ini. Sebut saja kasus dengan aktor utama (eks) pegawai pajak bernama
Gayus Halomoan Tambunan atau Dhana Widyatmika.
Boleh jadi, masih
banyak pegawai pajak lain yang juga berbuat culas seperti Gayus, Dhana, ataupun
Pargono. Cuma perbuatan korup mereka memang belum terungkap atau tertangkap
tangan oleh aparat yang berwajib.
Dalam konteks
itu, boleh jadi perilaku bobrok di institusi perpajakan belum benar-benar
sirna. Meski pemerintah sudah memberikan kesejahteraan yang memadai -- juga
merapkan sistem pengawasan yang terbilang ketat --, penyakit lama yang bernama
mental korup mungkin masih saja menjangkiti kalangan pegawai pajak ini.
Jadi, mungkin tak
sedikit pegawai pajak yang masih biasa memeras wajib pajak atau menganggap
sogok sebagai soal biasa dan lazim. Sekali lagi, ini soal integritas yang perlu
dibenahi secara lebih baik lagi -- di samping sanksi hukum yang harus
benar-benar menimbulkan efek jera.
Itu sungguh
penting dan menjadi tuntutan mutlak karena peran pajak dalam penyelenggaraan
negara semakin menjadi andalan. Penerimaan pajak kian dikondisikan sebagai
sumber pembiayaan pembangunan dan penyelenggaraan negara. Ini bukan hanya
karena utang negara telanjur menggunung, melainkan juga karena pemerintah
secara politis dituntut mampu menumpukan sumber pembiayaan kepada kekuatan
sendiri.
Sejauh ini,
tuntutan itu belum seratus persen bisa dipenuhi sehingga APBN pun tiap tahun
masih saja menorehkan defisit. Artinya, penerimaan pajak belum sepenuhnya mampu
menjadi sumber pembiayaan pembangunan dan penyelenggaraan negara. Dalam konteks
itu, sejumlah kendala mengganjal -- antara lain kondisi ekonomi tidak kondusif,
serta sistem perpajakan belum efektif mengalirkan penerimaan ke kas negara.
Penerimaan pajak
bisa terus tidak optimal selama mental korup masih merongrong kalangan pegawai
pajak. Bagaimanapun, perilaku mereka menerima suap atau sogok bukan cuma
berdampak memperkaya diri mereka sendiri, melainkan terutama membuat penerimaan
pajak tidak sebagaimana seharusnya.
Karena itu, kasus
yang menjerat Pargono dan pegawai pajak yang lain harus dijadikan titik pijak
pemerintah melakukan pembenahan lebih dalam dan lebih mendasar lagi -- terutama
menyangkut masalah integritas.***
Jakarta, 10 April
2013