Sebagai
portofolio pemerintahan, kementerian keuangan (kemkeu) sangat strategis. Kemkeu
sangat menentukan hitam-putih atau bahkan maju-mundurnya ekonomi nasional.
Pencapaian target-target pembangunan ekonomi nasional sangat bergantung kepada
kinerja Kemkeu. Arah kebijakan yang digulirkan Kemkeu juga menjadi rujukan
utama pelaku pasar dan pelaku usaha dalam bersikap dan bertindak sebagai
respons terhadap ekonomi nasional.
Dalam konteks
itu, jelas, peran menteri keuangan (menkeu)
sungguh tidak ringan. Sebagai pengendali institusi kemkeu, figur menkeu
tidak sekadar wajib memiliki kompetensi memadai di bidang ekonomi dan menguasai
psikologi pasar. Seorang menkeu juga secara kondisional objektif dituntut
berkonsentrasi penuh melaksanakan tugas dan kewajiban sehari-hari.
Karena itu,
sepeninggal Menkeu Agus Martowardojo yang terpilih menjadi Gubernur Bank
Indonesia, portofolio Kemkeu tak boleh berlama-lama dipimpin seorang pejabat
sementara atau pelaksana tugas yang kini dipercayakan kepada Hatta Rajasa.
Bagaimanapun, tugas dan kewajiban Hatta sebagai Menko Perekonomian pun sudah
sangat berat.
Belum lagi, di
luar pemerintahan, Hatta juga menanggung beban tidak ringan pula sebagai
pimpinan sebuah parpol. Terlebih menjelang perhelatan politik akbar lima
tahunan seperti sekarang ini, beban Hatta di luar pemerintahan ini tentu makin
berat saja.
Itu berarti,
tanpa mengecilkan komitmen Hatta sendiri, pelaksana tugas sulit diharapkan
mampu optimal dan fokus melaksanakan pekerjaan sehari-hari Menkeu. Waktu dan
energi Hatta niscaya terbagi-bagi antara untuk urusan kantor Menko
Perekonomian, Kemkeu, juga urusan partai.
Justru itu,
kinerja Kemkeu pun bisa-bisa tidak optimal. Padahal tantangan objektif Kemkeu
hari-hari ini sungguh tidak ringan dan kompleks.
Secara garis
besar, tantangan itu terutama mempertahankan keberlanjutan manajemen fiskal
yang bersifat prudent. Di bawah kendali Menkeu Agus Martowardojo selama tiga
tahun terakhir, manajemen fiskal ini diakui terjaga prudent. Itu pula yang
membuat ekonomi nasional mampu tumbuh relatif mengesankan. Bahkan di tengah
krisis ekonomi global sejak beberapa tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi
nasional -- di atas 6 persen per tahun -- jauh melampaui rata-rata kebanyakan
negara lain.
Jadi, kinerja
ekonomi nasional di bawah kendali Menkeu Agus Martowardojo tetap mulus-mulus
saja meski faktor eksternal tidak kondusif. Guncangan yang tidak perlu atau
bahkan membahayakan sama sekali tidak terjadi, karena pelaku pasar menaruh
kepercayaan tinggi terhadap ekonomi nasional.
Tantangan Menkeu
di bidang fiskal sendiri hari-hari ini sangat berat dan tidak mudah.
Pengeluaran APBN semakin besar seiring semangat pimpinan nasional terus
menaikkan gaji pegawai negeri dan anggota TNI/Polri, di samping beban subsidi
-- terutama subsidi BBM -- semakin membengkak dan tidak menyehatkan anggaran.
Karena itu, tak
bisa tidak, Menkeu pun harus mampu meningkatkan penerimaan negara, sekaligus
lebih efektif lagi dalam menekan berbagai tindak penyelewengan oleh oknum
pegawai sendiri yang tampaknya masih tergolong serius sebagaimana tecermin
dalam serangkaian kasus manipulasi pajak.
Sekali lagi,
tantangan-tantangan seperti itu hanya mungkin bisa dijawab secara efektif oleh
seorang menkeu definitif. Jadi, seyogyanya Presiden tidak berlama-lama
membiarkan pos menkeu ini dirangkap oleh menteri lain.***
Jakarta, 24 April
2013