03 Februari 2014

Misteri Impor Beras

Kasus impor ilegal beras eks vietnam sekarang ini mengundang heboh bukan hanya karena merugikan kepentingan petani di dalam negeri. Kasus tersebut juga menggegerkan karena menjadi drama yang sungguh tidak elok -- untuk tidak mengatakan memuakkan.

Disebut drama yang tidak elok, karena pemerintah terkesankan gagap dan setengah hati dalam menghadapi kasus impor beras eks vietnam ini. Kalangan pejabat pemerintahan yang terkait dengan urusan impor beras saling "buang badan" alias saling lempar tanggung jawab. Seolah masing-masing sama sekali tak punya urusan dengan kasus itu.

Bahkan seorang menteri tanpa beban sama sekali meninggalkan gelanggang dengan menyatakan diri lengser -- dan segera memperoleh persetujuan pula dari pucuk pimpinan nasional.

Tidak mengherankan, kasus impor ilegal beras vietnam ini jadi terkesankan demikian kusut. Tak jelas lagi ujung pangkalnya.

Padahal pertanyaan pokoknya sederhana saja: kenapa bisa terjadi beras medium eks vietnam masuk ke dalam negeri? Toh pemerintah, konon, tidak pernah mengeluarkan rekomendasi ataupun izin impor untuk beras kelas medium ini -- lantaran produksi dan persediaan beras lokal sekarang ini relatif mencukupi.

Karena itu, mestinya, titik simpul kasus tersebut bisa segera diketahui. Lagi pula, beras impor eks vietnam itu tidak menyelonong begitu saja masuk ke dalam negeri. Siapa yang mengimpor jelas tidak sudah untuk diketahui. Dari situ saja seharusnya persoalan bisa langsung segera menjadi terang-benderang.

Tetapi kasus impor ilegal beras eks vietnam ini menjadi sarat disaput misteri karena pemerintah seolah ingin lepas tangan. Pihak-pihak terkait bukannya segera melakukan pengusutan di lingkup masing-masing, melainkan malah saling bersilat lidah. Masing-masing saling menafikan diri sekaligus melempar tanggung jawab kepada pihak lain.

Kenyataan itu boleh jadi merupakan pertanda bahwa pemerintahan sudah tidak efektif sebagai sebuah tim kerja. Fungsi koordinasi dan sinkronisasi sudah hampir lumpuh. Masing-masing satuan kerja cenderung larut dalam irama dan langgam sendiri, sehingga tanggung jawab bersama sebagai sebuah tim besar tidak lagi menjadi rujukan.

Jelas, pucuk pimpinan pemerintahan harus segera turun tangan mengendalikan keadaan. Pemerintahan harus dilecut menjadi tim kerja yang solid dan kompak. Fungsi koordinasi, sinkronisasi, dan kontrol harus benar-benar dijalankan lagi dengan sikap penuh dan bertanggung jawab.

Tanpa pemerintahan yang solid dan kompak, kasus impor ilegal beras eks vietnam niscaya hanya berputar-putar dalam ketidakjelasan. Lalu pihak-pihak tertentu terus saja leluasa mempermainkan nasib orang banyak.

Impor beras sendiri sudah sejak lama merupakan objek permainan pihak-pihak tertentu. Bagi mereka, impor beras adalah ladang perburuan rente yang sangat menguntungkan. Karena itu, mereka tak pernah bosan mengupayakan agar impor beras terus dilakukan. Mereka tak peduli apakah impor itu urgen atau tidak. Bahkan mereka juga tak segan memanipulasi keadaan ataupun perizinan.

Boleh jadi, kasus impor beras eks vietnam sekarang ini memang merupakan produk permainan para pemburu rente. Namun kepastian tentang itu sulit bisa diperoleh kalau pemerintahan justru seolah larut dalam irama permainan mereka.***

3 Februari 2014