09 Februari 2014

Pembebasan Corby

Pembebasan bersyarat terpidana penyelundup narkoba jenis ganja, Schapelle Leigh Corby, sungguh menyakitkan. Pertama, karena dosa perempuan warga negara Australia itu begitu serius: meracuni generasi muda kita dengan narkoba. Karena itu pula, perbuatan Corby ini tergolong sebagai extra ordinary crime. Amat beralasan pengadilan pun memvonis Corby 20 tahun penjara.

Kedua, pembebasan bersyarat Corby ini terasa menyakitkan karena tempo hari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi dia remisi alias diskon hukuman selama lima tahun. Jadi, sudah memperoleh diskon hukuman demikian signifikan, kini Corby masih pula diberi fasilitas pembebasan bersyarat. Walhasil, Corby pun efektif hanya menjalani hukuman selama sembilan tahun!

Ketiga, pembebasan bersyarat Corby dilakukan pemerintah justru dalam suasana hubungan diplomatik kita dengan Australia sedang memburuk. Selain terungkap melakukan penyadapan percakapan telepon sejumlah petinggi negara kita, pemerintah Australia juga sekarang ini intensif menghalau arus masuk imigran gelap ke negara mereka.

Untuk itu, tanpa menghiraukan keberatan pemerintah kita, mereka sengaja menggiring kapal-kapal imigran gelap masuk ke perairan Indonesia. Ibaratnya mereka giat membersihkan halaman sendiri dengan begitu saja membuang sampah ke halaman kita.

Kedua tindakan itu -- penyadapan dan pengusiran imigran gelap -- sungguh terasa melecehkan harkat martabat kita sebagai sebuah bangsa. Australia nyata-nyata telah meremehkan harga diri kita.

Tetapi dalam suasana kebatinan seperti itu, bisa-bisanya pemerintah memberikan pembebasan bersyarat terhadap seorang warga negara Australia yang telah bersalah besar menyelundupkan narkoba ke Indonesia.

Apakah kebijakan itu merupakan imbal jasa atas tindakan pemerintah Australia mengekstradisi buron kasus korupsi Adrian Kiki ke Indonesia seperti rumor yang santer beredar? Jika benar, jelas kebijakan itu sungguh merendahkan harkat dan martabat kita sebagai bangsa.

Jadi, pembebasan bersyarat Corby ini sungguh tidak layak. Terlebih pemerintah sendiri berkomitmen menjadikan tindak peredaran dan penyalahgunaan narkoba sebagai musuh besar yang harus diperangi dengan segala daya.

Tindak peredaran dan penyalahgunaan narkoba di negeri kita memang sudah sangat serius. Bahaya yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkoba ini nyata-nyata mengancam masa depan bangsa, karena peredaran barang haram itu sudah demikian luas dan merasuk hingga ke berbagai lapisan masyarakat. Bayangkan, bahkan petinggi negara seperti (mantan) Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar pun sampai terindikasi kuat ikut terlibat tindak penyalahgunaan narkoba ini. 

Jadi, memang, peredaran dan penyalahgunaan narkoba harus dijadikan musuh bersama. Pemerintah bersama jajaran aparat penegak hukum, terutama, tak boleh menunjukkan sikap lembek dan kompromistis terhadap mereka yang terlibat. Sikap lembek, kompromistis, ataupun murah hati niscaya membuat pemerintah dan penegak hukum seolah memberi angin bagi segala bentuk penyalahgunaan narkoba ini.

Nah, pemberian pembebasan bersyarat terhadap Corby sulit dikatakan bukan merupakan wujud sikap lembek sekaligus murah hati itu. Kebijakan tersebut juga mencerminkan inkonsistensi pemerintah dalam memerangi tindak penyalahgunaan narkoba. Sungguh menyedihkan!***

9 Februari 2014