16 Juli 2008

Pansus Angket BBM Tak Boleh Macet

Kerja Pansus Angket BBM di DPR tak boleh sampai macet. Bahkan sekadar lelet juga harus dihindari. Kamacetan ataupun keleletan kerja Pansus bisa meruapkan kesan buruk. Mengundang syak wasangka. Bahwa DPR tidak serius atau setengah hati dalam membongkar praktik mafia perminyakan di dalam negeri. Atau lebih buruk lagi: DPR sesungguhnya memang tidak berniat memberantas praktik mafia itu.

Kesan atau syak wasangka seperti itu kini bahkan mulai tumbuh. Ini setelah Selasa lalu Pansus Angket BBM membatalkan pemanggilan sejumlah pejabat tinggi yang punya peran vital dalam urusan minyak di dalam negeri.

Mungkin benar, Pansus Angket BBM tak bisa langsung main panggil pejabat-pejabat pemerintah sebelum keberadaan Pansus sendiri tercatat resmi dalam Berita Negara sebagaimana diamanatkan UU Nomor 6/1954 tentang Penetapan Hak Angket DPR. Juga boleh jadi benar pula bahwa pemanggilan pejabat-pejabat itu bisa menjadi tindakan konyol jika Pansus sendiri belum benar-benar menguasai masalah.

Jadi, tertib administrasi harus dipenuhi dulu supaya kerja Pansus tidak cacat secara hukum. Juga Pansus harus siap dulu dengan segala "amunisi" yang diperlukan agar langkah membongkar mafia minyak ini tidak menjadi dagelan yang tidak lucu.

Tapi alasan apa pun yang dikemukakan, keputusan Pansus Angket BBM membatalkan pemanggilan sejumlah pejabat pemerintah itu serta-merta mengundang aneka spekulasi tidak sedap. Intinya, publik menganggap pembatalan itu sebagai bukti sikap main-main ataupun adanya intervensi kekuatan di luar Pansus.

Spekulasi-spekulasi itu tidak berlebihan. Maklum, karena pejabat-pejabat yang batal dipanggil itu merupakan figur kunci dalam urusan minyak di dalam negeri. Kalau saja bukan menyangkut figur-figur kunci, pembatalan pemanggilan itu mungkin tidak menjadi heboh. Tidak dicurigai sebagai sebuah tindakan by design.

Di sisi lain, pembatalan itu juga menyulut spekulasi negatif karena publik sejak awal mencurigai bahwa keputusan DPR menyetujui usul penggunaan hak angket tentang penaikan harga BBM sendiri dilakukan secara terpaksa. Bahwa penggunaan hak angket disetujui lebih karena tekanan massa mahasiswa lewat aksi aksi demo yang begitu heboh.

Tapi memang terasa janggal bahwa masalah tertib hukum bisa-bisanya terabaikan oleh Pansus Angket BBM ini. Mestinya Pansus tahu betul berbagai syarat maupun prasyarat legal yang harus lebih dulu dipenuhi sebelum mereka resmi bekerja.
Dengan demikian, kekonyolan -- pembatalan agenda kerja pertama, yaitu memanggil sejumlah pejabat pemerintahan -- tak harus terjadi.

Juga menjadi aneh jika semangat menggebu memanggil pejabat-pejabat penting dalam urusan minyak di dalam negeri ternyata tidak berlandaskan kesiapan yang memadai. Mestinya, semangat itu justru menjadi cerminan sekaligus jaminan bahwa Pansus sudah siap dengan segala data maupun fakta untuk membongkar praktik mafia perminyakan.

Keanehan dan kejanggalan seperti itu, jika terus berlanjut, jelas mencemaskan. Publik khawatir kerja Pansus Angket BBM jadi berlarut-larut atau bahkan akhirnya macet. Terlebih lagi waktu yang tersedia bagi Pansus untuk bekerja sekarang ini sudah sangat terbatas. Semua tahu, agenda Pemilu 2009 amat menuntut perhatian jajaran politisi, termasuk mereka yang kini duduk di Pansus BBM maupun anggota DPR secara keseluruhan. Sekarang ini saja kampanye pemilu sudah dimulai.

Jadi, hari-hari ke depan ini jelas bakal kian menyita waktu dan konsentrasi Pansus. Artinya, dari sisi waktu, kerja Pansus amat krusial. Kalau kerja Pansus sampai berlarut, pembongkaran mafia minyak di dalam negeri jelas cuma tinggal mimpi.

Karena itu, sekali lagi kerja Pansus Angket BBM tak boleh sampai macet. Untuk itu, prioritas dan skedul kerja harus benar-benar terpetakan.
Jakarta, 16/07/2008