07 Juli 2008

Ngawur, Operasional Industri Dibatasi

Penghematan energi memang perlu, bahkan urgen digalakkan. Pertama, karena energi sekarang ini sedang krisis berat. Dari sisi harga, energi kini amat mahal sebagai dampak lonjakan harga minyak maupun bahan mineral di tingkat global.

Dari sisi produksi, energi juga bermasalah. Produksi listrik di dalam negeri, misalnya, terganggu akibat kendala pasokan bahan baku pembangkit. Faktor alam juga mengganggu. Musim kemarau sekarang ini mengakibatkan kekeringan hebat yang membuat pembangkit tenaga air tak bisa beroperasi.

Kedua, penghematan urgen digalakkan karena selama ini banyak pemakaian energi yang nyata-nyata boros, tidak perlu, atau tidak produktif.

Karena itu, kita setuju seratus persen terhadap program penghematan energi yang kini kembali digalakkan pemerintah. Langkah tersebut menunjukkan kesadaran sekaligus keinginan pemerintah untuk lebih sungguh-sungguh mengoreksi perilaku buruk kita dalam mengonsumsi energi. Tanda pemerintah ingin membuang sikap setengah hati dalam menggulirkan program penghematan.

Karena itu pula, program penghematan energi patut dan wajib kita dukung. Penghematan energi jelas berdampak positif. Paling tidak, energi menjadi benar-benar digunakan sesuai kebutuhan. Energi tidak lagi cenderung dihambur-hamburkan sesuka hati.

Tetapi program penghematan energi ini menjadi terasa aneh jika diterapkan pula terhadap sektor industri. Aneh, karena rencana pembatasan operasional industri yang dicanangkan pemerintah sungguh tidak proporsional. Rencana tersebut bukan saja sama sekali tidak relevan, melainkan juga tidak nalar alias ngawur.

Betapa tidak, karena bagaimanapun industri adalah sektor produktif. Adalah sangat aneh kegiatan yang nyata-nyata produktif malah dibatas-batasi. Di negeri mana pun, industri justru didorong agar tumbuh bergairah. Jika perlu, roda industri diberi insentif supaya tak pernah berhenti berputar.

Jadi, aneh sekali jika operasional industri malah dibatasi. Bahwa pasokan energi, khususnya listrik, tidak lagi sepenuhnya menunjang, itu sama sekali tak bisa dijadikan alasan. Dalam kondisi krisis pasokan listrik sekali pun, industri tak boleh sampai dikorbankan.

Artinya, industri harus diberi prioritas utama memperoleh pasokan energi. Industri tak boleh terganggu atau apalagi telantar. Roda industri harus bisa terus berputar.

Perputaran roda industri tak boleh terganggu karena amat strategis mengusung fungsi-fungsi produksi. Jika fungsi-fungsi tersebut terganggu, kerugian menjadi begitu niscaya.

Justru itu, pembatasan operasional industri bisa berdampak sangat luas. Dunia industri harus menanggung risiko rugi. Kontrak ekspor, misalnya, bisa sulit dipenuhi karena produksi jadi menurun. Pada gilirannya, kasus-kasus seperti itu bisa berdampak melunturkan kepercayaan dunia bisnis internasional terhadap industri di dalam negeri.

Dalam konteks itu pula, kita amat memahami sikap kalangan investor Jepang terhadap rencana pemerintah membatasi operasional industri ini. Mereka tegas-tegas mengancam membatalkan rencana investasi di negeri kita. Itu sungguh merupakan disinsentif terhadap upaya pemerintah sendiri menggairahkan kembali minat investor (asing) menabur modal di dalam negeri.

Walhasil, rencana pembatasan operasional industri sama sekali tidak produktif. Rencana tersebut merupakan langkah mundur karena membuat industri nasional tidak sehat dan tidak menarik.

Karena itu, lebih baik rencana pembatasan operasional industri dibatalkan saja. Masih banyak aspek lagi yang lebih relevan dan urgen disentuh dalam rangka melaksanakan program penghematan energi ini.***
Jakarta, 6 Juli 2008