03 Juni 2003

Pemerintah-BI Kok Berantem?

Apakah pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jadi segera dilakukan, ataukah langkah ke arah itu justru ditunda? Entahlah. Yang pasti, "perang" antara Bank Indonesia (BI) dan pemerintah mengenai pembentukan OJK ini kemungkinan bakal kian seru. Kedua belah pihak, tampaknya, masih akan terus saling mengadu argumen dan berupaya meyakinkan berbagai kalangan untuk mempertahankan pendirian masing-masing.

Dalam kaitan itu, kita menangkap kesan bahwa wacana tentang pembentukan OJK ini tidak lagi murni bersipat teknis, melainkan sudah kental memasuki wilayah politis. Langkah Depkeu sebagai wakil pemerintah cepat-cepat mengajukan draf RUU OJK ke DPR, misalnya, jelas sungguh terasa berada dalam wilayah yang tak lagi bersifat teknis. Ada kesan, tindakan tersebut merupakan upaya memotong langkah BI mementahkan rencana pembentukan OJK sekarang ini.

Di lain pihak, langkah BI sendiri "melobi" DPR serta pimpinan nasional seperti Wapres Hamzah Haz, juga amat kental beraroma politis. Siapa pun, agaknya, melihat bahwa langkah itu merupakan siasat BI membendung keinginan menggebu pemerintah menggolkan pembentukan OJK sekarang ini.

Sebenarnya, pemerintah dan BI sudah sependirian bahwa keberadaan OJK memang penting dan dibutuhkan. Lalu, kenapa kedua belah pihak terkesan terdorong "berperang": saling membendung, saling mengganjal, atau saling memotong? Ada apa sebenarnya antara BI dan pemerintah mengenai OJK ini? Apakah itu cerminan bahwa BI belum rela kehilangan sebagian kewenangan strategis? Juga, apakah sikap pemerintah sendiri merepresentasikan kekecewaan mereka atas peran dan fungsi BI dalam mengatur dan mengawasi perbankan nasional selama ini?

Mungkin benar, seperti pendirian BI, pembentukan OJK sekarang ini sungguh prematur. Timing untuk itu saat ini boleh jadi memang tidak tepat karena berbagai prasyarat kondisional belum kondusif. Soal biaya yang dibutuhkan, misalnya, akan sangat membebani APBN. Padahal APBN dewasa ini masih didera defisit demikian besar. Belum lagi berbagai instansi terkait pun, barangkali, belum siap menerima kehadiran OJK ini.

Namun apakah benar, karena itu pembentukan OJK baru mungkin dilakukan antara 5 hingga 10 tahun lagi?

Kita juga memahami pendirian pemerintah -- dalam konteks ini Depkeu -- bahwa pembentukan OJK merupakan amanat UU No 23/1999 tentang BI. Undang-undang tersebut, persisnya melalui pasal 34, memang menggariskan bahwa OJK berfungsi mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan, kecuali sistem pembayaran, moneter, dan stabilitas keuangan. Itu berarti, kehadiran OJK membuat sebagian kewenangan strategis BI terpreteli. Setelah OJK terbentuk, fungsi BI hanya sebatas menjaga stabilitas keuangan yang meliputi pengendalian moneter seperti uang beredar dan tingkat sukubunga.

Namun apakah karena merupakan amanat undang-undang, lantas pembentukan OJK ini sama sekali tak memiliki ruang untuk ditunda? Juga, benarkah bahwa penundaan itu hanya mungkin bisa dilakukan jika UU No 23/1999 diamandemen lebih dulu? Berapa lamakah masa penundaan itu sendiri?

Sejauh ini kita tak melihat BI dan pemerintah memiliki keinginan untuk duduk bersama guna membicarakan soal pembentukan OJK secara dingin dan jernih. Ini sungguh kita sesalkan. Bagaimanapun, duduk bersama dan saling bicara dengan kepala dingin dan jernih amat menjamin hasil lebih baik ketimbang terlibat "perang" terbuka. Itu bukan saja bisa menghilangkan spekulasi macam-macam di masyarakat mengenai sikap masing-masing tentang pendirian OJK. Lebih dari itu, keberadaan OJK sendiri kelak bisa diandalkan efektif berperan sesuai harapan.

Terus-terang, kita belum memperoleh jaminan bahwa kelak OJK benar-benar mampu berperan menjadi lembaga yang menentukan maju-mundurnya industri serta sistem keuangan nasional. Sejauh ini, tarik-menarik kepentingan antara pemerintah dan BI lebih menapak pada soal waktu pendirian OJK. Kedua belah pihak seolah melupakan soal lebih substansial: bahwa OJK bukan sekadar dibutuhkan, melainkan juga merupakan wahana yang mampu mengondisikan industri keuangan nasional menjadi sehat, tangguh, dan efisien.

OJK memang lembaga amat strategis. Seperti ditunjukkan di sejumlah negara, kehadiran OJK secara mendasar akan mengubah struktur pengawasan, pengaturan, dan pembinaan industri keuangan. Justru itu, OJK menjadi faktor yang amat menentukan maju-mundurnya industri serta sistem keuangan nasional.

Karena itu, pembentukan OJK jelas menuntut persiapan maupun kesiapan sangat matang berbagai pihak di berbagai lini. Soal persiapan dan kesiapan ini mutlak harus dikaji mendalam dan menyeluruh tanpa rasa sesal ataupun "dendam".

Mestinya, dalam koridor dan semangat itu pula pemerintah dan BI saling beradu argumen -- bukan malah "berperang" hanya soal waktu pembentukan OJK. Kedua pihak seharusnya menyadari, kini ataupun nanti, pembentukan OJK tanpa kesiapan dan persiapan matang adalah sama saja: sia-sia.***

Jakarta, 03 Juni 2003

Tidak ada komentar: