01 November 2012

Tanggung Jawab Menpora

Pernyataan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo saat penyerahan laporan hasil pemeriksaan investigasi tahap pertama atas proyek Hambalang kepada pimpinan DPR, Rabu lalu, begitu gamblang: Menpora Andi Mallarangeng telah bertindak lalai. Dia lalai karena tidak melaksanakan pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan proyek Hambalang.

Kelalaian itu, menurut hasil pemeriksaan BPK, tertoreh dari sikap Menpora yang terindikasi membiarkan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam melaksanakan wewenang Menpora tanpa memperoleh mandat atau pendelegasian. Wewenang itu sendiri merujuk pada penetapan pemenang lelang konstruksi proyek Hambalang yang bernilai di atas Rp 50 miliar.  

Selain itu, menurut laporan BPK, Menpora juga diduga tidak melakukan pengawasan dan pengandalian sebagaimana seharusnya, sehingga Sekretaris Kemenpora bisa menandatangani surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak untuk pelaksanaan proyek Hambalang kepada Kemenkeu -- lagi-lagi tanpa memperoleh pendelegasian wewenang dari Menpora. 

Toh Menpora membantah. Dia membantah telah membiarkan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam melakukan kewenangan Menpora tanpa pelimpahan kewewenangan darinya untuk menetapkan pemenang lelang proyek konstruksi Hambalang. Juga dalam mengajukan permohonan persetujuan kontrak proyek tahun jamak kepada Kemenkeu. 

Bantahan itu jelas ganjil. Jika benar tidak melakukan pembiaran, bagaimana mungkin Sekretaris Kemenpora bisa menetapkan pemenang lelang proyek konstruksi Hambalang, sementara Menpora tidak melakukan pendelegasian wewenang untuk itu. Jadi, sangat mungkin Menpora tahu tindakan Sekretaris Kemenpora itu. Namun Menpora mungkin bersikap tutup mata alias pura-pura tidak tahu -- entah karena alasan apa. 

Dengan kata lain, boleh jadi benar Menpora sengaja melakukan pembiaran terhadap "pengamabilalihan" kewenangannya oleh Sekretaris Kemenpora. Atau mungkinkah Menpora telah kecolongan: kewenangannya disabot Sekretaris Kemenpora? 

Kemungkinan begitu bisa saja terjadi. Tetapi itu berarti Menpora memang tidak melakukan fungsi pengendalian dan pengawasan sebagaimana mestinya. Sebab, jika fungsi itu benar-benar dilaksanakan, Menpora jelas tak harus sampai kecolongan disabot kewenangan oleh bawahannya. 

Walhasil, kesimpulannya tetap saja sama: Menpora telah lalai dalam konteks pelaksanaan lelang proyek konstruksi Hambalang ini. Justru itu, Menpora tidak bisa  berlepas tangan begitu saja. Artinya, Menpora harus bertanggung jawab -- paling tidak secara moral. 

Nah, tanggung jawab itu tidak cukup sekadar ditunjukkan Menpora dengan meminta atau mendorong institusi penegak hukum -- khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) -- bertindak mengusut mereka yang melakukan penyelewengan dalam pelaksanaan proyek Hambalang ini. Lagi pula KPK sendiri sudah bertindak, meski baru menetapkan seorang tersangka. 

Tanggung jawab itu sepatutnya diperlihatkan Menpora dengan bersikap kesatria: mundur sebagai anggota kabinet. Menpora tak perlu menunggu Presiden sendiri yang mengambil putusan dan tindakan. Bukan saja pilihan itu hanya membebani Presiden secara psikologis dan politis, melainkan juga tidak menampilkan sosok elegan Menpora. 

Lagi pula toh Menpora sudah menyatakan bahwa posisinya di kabinet semata pengabdian kepada bangsa dan negara. Justru itu, jika pengabdian telanjur diwarnai kelalaian, bukankah elok dan elegan bila Menpora menunjukkan tanggung jawab moral dengan mundur saja dari kabinet?***


Jakarta, 1 November 2012