05 November 2012

Ancaman Investor


Ancaman kalangan investor untuk angkat kaki alias hengkang ke luar negeri tak beralasan dianggap sebagai momok. Ancaman itu barangkali sekadar gertak sambal. Sekadar meminta perhatian pemerintah menyangut masalah-masalah yang mereka rasakan mengganjal kelancaran investasi.

Kalaupun benar kalangan investor memutuskan hengkang, itu tak bakal membuat dunia usaha di dalam negeri serta-merta mengalami kiamat. Bagaimanapun, investor hengkang adalah fenomena biasa -- sama seperti investor datang menanam modal ataupun melakukan ekspansi usaha. Di negara mana pun, fenomena seperti itu lazim adanya.

Ihwal investor hengkang baru mungkin bisa membuat dunia usaha nasional mengalami kiamat kalau itu merupakan sebuah eksodus. Tapi apa mungkin investor bakal ramai-ramai hengkang ke luar negeri sehingga melahirkan fenomena eksodus?

Tampaknya hampir mustahil. Kecil sekali kemungkinan investor melakukan eksodus ke mancanegara karena sekarang ini sama sekali tak ada faktor luar biasa yang bisa menjadi pemicu, seumpama kehidupan sosial-politik dalam kondisi chaos.
Sejauh ini, kehidupan sosial-politik di dalam negeri relatif kondusif bagi kegiatan investasi. Bahwa kadang kehidupan sosial-politik ini bergejolak, itu sekadar riak yang sama sekali tidak serius mengancam kepentingan investor. Aksi demo buruh, misalnya, sesekali memang berlangsung anarkistis. Toh itu selalu bisa dikendalikan aparat keamanan menjadi sekadar peristiwa sesaat dan lokalistis. Artinya, aksi demo enarkistis itu tidak sampai berlangsung berkepanjangan dan tidak pula melebar hingga menjadi peristiwa berskala besar serta menimbulkan chaos di masyarakat.

Di sisi lain, potensi investasi di Indonesia ini sejak lama diminati kalangan pemilik modal. Ibarat gadis molek, potensi investasi ini begitu menggoda minat investor. Tidak mengherankan jika angka persetujuan investasi tiap tahun senantiasa mengesankan. Paling tidak, jumlah proyek maupun nilai investasi terus menunjukkan grafik menanjak. Artinya, minat dan gairah investor menanam modal di Indonesia sejauh ini tetap tinggi.

Karena itu, sekali lagi, ancaman kalangan investor untuk hengkang ke mancanegara tampaknya sekadar gertak sambal. Toh kondisi objektif di lapangan sama sekali tidak memberi pembenaran bahwa ancaman itu sebuah bahaya besar yang bisa membuat kegiatan investasi di dalam negeri mengalami gonjang-ganjing atau bahkan kiamat.

Meski begitu, bukan berarti ancaman kalangan investor ini boleh dianggap angin lalu. Bagaimanapun, ancaman mereka tetap punya urgensi untuk diindahkan. Toh ancaman itu sejatinya merupakan ekspresi kegundahan investor selama ini dalam melakoni kegiatan penanaman modal.

Kegundahan itu sendiri merujuk kepada iklim investasi di dalam negeri yang tak kunjung benar-benar oke. Sejumlah faktor masih saja menjadi parasit yang membuat kegiatan investasi dibebani ekonomi biaya tinggi. Masalah tersebut di satu sisi terutama terkait kekurangan daya dukung infrastruktur ekonomi, dan di sisi lain akibat praktik korupsi di banyak lini yang makin merajalela.

Jadi, meski tak perlu dihadapi dengan sikap paranoid, ancaman kalangan investor untuk hengkang ke mancanegara ini sepatutnya melecut pemerintah bertindak serius melakukan pembenahan. Pemerintah jangan lagi lebih banyak berwacana ataupun mengobral janji menyangkut perbaikan iklim investasi ini. Tindakan konkret dan tajam terfokus sudah saatnya dilakukan. Intinya, pemerintah harus membuat iklim investasi benar-benar menggairahkan dan kian berdaya saing.***

Jakarta, 5 November 2012