Tindak
penyalahgunaan narkoba kini sudah sampai tahap mencemaskan. Sudah masuk tahap
gawat darurat. Betapa tidak, karena pengguna narkoba kini bukan lagi rakyat
biasa ataupun sebatas selebritas. Kalangan aparat penegak hukum -- khususnya
kepolisian -- tak terkecuali sudah banyak pula terlibat tindak penyalahgunaan
narkoba ini. Meski masih bersifat kasuistis, fenomena tersebut sungguh tak bisa
dipanjang remeh.
Secara
kuantitatif, anggota kepolisian yang tertangkap tangan menjadi pengguna narkoba
sudah tidak lagi dalam hitungan jari. Selama tiga bulan terakhir saja, polisi
yang terjerat kasus narkoba ini sudah mencapai 45 orang. Sangat boleh jadi,
angka itu lebih merupakan fenonema gunung es. Artinya, dalam kenyataan di lapangan,
pengguna narkoba di kalangan kepolisian ini jauh lebih banyak ketimbang jumlah
mereka yang tertangkap tangan.
Secara
kualitatif, tindak penyalahgunaan narkoba di tubuh institusi Polri ini juga tak
kurang mencemaskan. Mereka yang ketahuan menjadi pengguna bukan sekadar
kelompok bintara, melainkan juga perwira. Belum lama ini, misalnya, Kapolsek
Cibarusah, Bekasi, Ajun Komisaris Heru Budhi Sutrisno; serta Kepala Unit
Perlindungan Perempuan dan Anak di Polres Metropolitan Jakarta Selatan Inspektur
Satu Rita ditangkap aparat. Keduanya dinyatakan mengonsumsi narkoba.
Kenyataan itu
jelas mencemaskan. Sebab, bagaimanapun jajaran kepolisian adalah andalan utama
dalam penanggulangan tindak penyalahgunaan narkoba ini. Nah, jika institusi
kepolisian sendiri semakin serius dirasuki tindak penyalahgunaan narkoba, tentu
masyarakat tak bisa lagi berharap banyak bahwa fenomena itu benar-benar bisa
efektif ditekan. Paling tidak, kepolisian kehilangan legitimasi dan
kredibilitas selaku institusi andalan dalam program penanggulangan
penyalahgunaan narkoba.
Konsekuensinya,
fenomena penyalahgunaan narkoba di tengah masyarakat niscaya semakin luas.
Semakin merajalela. Orang tak lagi takut-takut menjadi produsen, pengedar,
ataupun sekadar pengguna narkoba.
Karena itu,
institusi kepolisian dituntut melakukan
pembenahan ke
dalam secara serius dan tanpa pandang bulu. Anggota kepolisian yang tertangkap
tangan terlibat penyalahgunaan narkoba patut ditindak tegas dan lugas. Mereka
tak cukup sekadar dikenai sanksi semacam pencopotan jabatan atau penurunan
pangkat, melainkan pemecatan dari korps kepolisian.
Dengan itu,
anggota kepolisian niscaya berpikir dua-tiga kali sebelum coba-coba terlibat
tindak penyalahgunaan narkoba. Artinya, karena itu, institusi kepolisian pun
bisa diharapkan relatif bersih dari fenomena penyalahgunaan itu -- entah yang
bersifat langsung pelaku ataupun tidak langsung seperti melindungi praktis
bisnis narkoba.
Karena itu pula,
ke luar, kredibilitas dan legitimasi kepolisian selaku institusi pemberantas
tindak penyalahgunaan narkoba bisa tetap ditegakkan. Masyarakat niscaya melihat
institusi kepolisian tidak main-main dalam memberantas penyalahgunaan narkoba
ini.
Tentu, itu
menjadi nilai plus tersendiri terhadap gerakan pemberantasan penyalahgunaan
narkoba secara keseluruhan. Terlebih lagi jika sanksi hukum terhadap mereka
yang terbukti menjadi produsen, pengedar, atau sekadar pengguna narkoba juga
tidak terkesan kurang serius seperti selama ini -- sampai-sampai sejumlah kasus
yang divonis hukuman mati pun tak kunjung dieksekusi.***