21 November 2012

Darurat Teler


Tindak penyalahgunaan narkoba kini sudah sampai tahap mencemaskan. Sudah masuk tahap gawat darurat. Betapa tidak, karena pengguna narkoba kini bukan lagi rakyat biasa ataupun sebatas selebritas. Kalangan aparat penegak hukum -- khususnya kepolisian -- tak terkecuali sudah banyak pula terlibat tindak penyalahgunaan narkoba ini. Meski masih bersifat kasuistis, fenomena tersebut sungguh tak bisa dipanjang remeh.
    
Secara kuantitatif, anggota kepolisian yang tertangkap tangan menjadi pengguna narkoba sudah tidak lagi dalam hitungan jari. Selama tiga bulan terakhir saja, polisi yang terjerat kasus narkoba ini sudah mencapai 45 orang. Sangat boleh jadi, angka itu lebih merupakan fenonema gunung es. Artinya, dalam kenyataan di lapangan, pengguna narkoba di kalangan kepolisian ini jauh lebih banyak ketimbang jumlah mereka yang tertangkap tangan.
    
Secara kualitatif, tindak penyalahgunaan narkoba di tubuh institusi Polri ini juga tak kurang mencemaskan. Mereka yang ketahuan menjadi pengguna bukan sekadar kelompok bintara, melainkan juga perwira. Belum lama ini, misalnya, Kapolsek Cibarusah, Bekasi, Ajun Komisaris Heru Budhi Sutrisno; serta Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak di Polres Metropolitan Jakarta Selatan Inspektur Satu Rita ditangkap aparat. Keduanya dinyatakan mengonsumsi narkoba.
    
Kenyataan itu jelas mencemaskan. Sebab, bagaimanapun jajaran kepolisian adalah andalan utama dalam penanggulangan tindak penyalahgunaan narkoba ini. Nah, jika institusi kepolisian sendiri semakin serius dirasuki tindak penyalahgunaan narkoba, tentu masyarakat tak bisa lagi berharap banyak bahwa fenomena itu benar-benar bisa efektif ditekan. Paling tidak, kepolisian kehilangan legitimasi dan kredibilitas selaku institusi andalan dalam program penanggulangan penyalahgunaan narkoba.
    
Konsekuensinya, fenomena penyalahgunaan narkoba di tengah masyarakat niscaya semakin luas. Semakin merajalela. Orang tak lagi takut-takut menjadi produsen, pengedar, ataupun sekadar pengguna narkoba.
    
Karena itu, institusi kepolisian dituntut melakukan
pembenahan ke dalam secara serius dan tanpa pandang bulu. Anggota kepolisian yang tertangkap tangan terlibat penyalahgunaan narkoba patut ditindak tegas dan lugas. Mereka tak cukup sekadar dikenai sanksi semacam pencopotan jabatan atau penurunan pangkat, melainkan pemecatan dari korps kepolisian.
    
Dengan itu, anggota kepolisian niscaya berpikir dua-tiga kali sebelum coba-coba terlibat tindak penyalahgunaan narkoba. Artinya, karena itu, institusi kepolisian pun bisa diharapkan relatif bersih dari fenomena penyalahgunaan itu -- entah yang bersifat langsung pelaku ataupun tidak langsung seperti melindungi praktis bisnis narkoba.
    
Karena itu pula, ke luar, kredibilitas dan legitimasi kepolisian selaku institusi pemberantas tindak penyalahgunaan narkoba bisa tetap ditegakkan. Masyarakat niscaya melihat institusi kepolisian tidak main-main dalam memberantas penyalahgunaan narkoba ini.
    
Tentu, itu menjadi nilai plus tersendiri terhadap gerakan pemberantasan penyalahgunaan narkoba secara keseluruhan. Terlebih lagi jika sanksi hukum terhadap mereka yang terbukti menjadi produsen, pengedar, atau sekadar pengguna narkoba juga tidak terkesan kurang serius seperti selama ini -- sampai-sampai sejumlah kasus yang divonis hukuman mati pun tak kunjung dieksekusi.***

November 2012