14 Mei 2014

Suntikan ke Bank Mutiara

Langkah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengucurkan modal tambahan Rp 1,5 triliun ke Bank Mutiara, sesuai permintaan resmi Bank Indonesia (BI), serta-merta membuat banyak pihak terperangah. Orang terheran-heran, karena persis lima tahun lalu bank yang dulu bernama Bank Century itu menerima gerojokan dana bailout sebesar Rp 6,7 triliun. Kok sekarang bank tersebut masih harus disuntik lagi modal tambahan dalam jumlah yang relatif besar pula? Apa yang terjadi sebenarnya?

Konon, modal tambahan harus dikucurkan karena tingkat kecukupan modal minimum (CAR) Bank Mutiara kini di bawah ketentuan yang digariskan BI sebesar 14 persen. Menurut infomasi, posisi terakhir CAR Bank Mutiara ini di bawah 8 persen. Manajemen Bank Mutiara beralasan, modal bank tersebut tergerus signifikan karena rasio kredit bermasalah membengkak.

Tetapi itu berarti Bank Mutiara tetap digerogoti penyakit kronis. Berarti pengelolaan bank tersebut selama lima tahun terakhir -- setelah diselamatkan dari ajal lewat suntikan dana pemerintah sebesar Rp 6,7 triliun -- bisa dikatakan gagal. Pihak manajemen tidak berhasil melakukan penyehatan  dari problem klasik namun sekaligus mendasar!

Apakah itu pula yang membuat bank tersebut tak kunjung dilirik investor? Meski pihak LPS selaku "pemilik" sudah resmi mengumumkan rencana penjualan, nyaris tak satu pun investor yang menunjukkan minat serius untuk membeli. Jadi, ibarat anak perawan, Bank Mutiara ini masih saja menjomblo alias tak kunjung dipinang orang karena dinilai penyakitan.

Tetapi bagi banyak kalangan, bukan terutama anggapan seperti itu yang membuat mereka terperangah oleh tindakan LPS mengucurkan modal tambahan Rp 1,5 triliun ke Bank Mutiara ini. Mereka terperangah karena pengucuran dana bailout Rp 6,7 triliun saja masih kontroversial -- bahkan belum sepenuhnya clear dan tuntas secara hukum. Kok sekarang bisa-bisanya pengucuran modal tambahan dilakukan?

Sejauh ini, baru beberapa figur yang terindikasi terlibat skandal bailout Bank Century diseret ke pangadilan -- itu pun sebagian masih bebas berkeliaran di luar negeri. Sementara aktor utama di balik pengambilan kebijakan pengucuran dana bailout, yang diduga berbau perselingkuhan sehingga terindikasi merugikan negara, belum juga tersentuh proses hukum.

Karena itu, wajar jika suntikan modal tambahan Rp 1,5 triliun pun serta-merta menumbuhkan syak wasangka di kalangan masyarakat. Intinya, banyak pihak curiga: jangan-jangan suntikan modal tambahan itu menjadi skandal Bank Century jilid dua. Terlebih pengucuran modal tambahan itu dilakukan LPS tanpa persetujuan DPR. Padahal, sesuai permintaan resmi BI kepada LPS, tindakan itu jelas dimaksudkan sebagai penyelamatan agar kondisi kesehatan Bank Mutiara tidak makin memburuk. Alhasil, pengucuran modal tambahan ini paling tidak bisa bermasalah secara hukum.

Kecurigaan bahwa pengucuran modal tambahan itu bisa menjadi skandal Bank Century jilid dua mungkin berlebihan. Namun suasana kemasyarakatan sekarang ini harus diakui memberi ruang bagi tumbuhnya kecurigaan seperti itu. Seperti lima tahun lalu, saat ajal Bank Century diselamatkan lewat suntikan dana bailout Rp 6,7 triliun, suasana kemasyarakatan sekarang ini kental dengan atmosfer politik. Maklum, perhelatan pemilu tinggal beberapa bulan lagi.

Dalam suasana demikian, seperti juga lima tahun lalu terkesankan dalam pengucuran dana bailout ke Bank Century, perselingkuhan antarpihak untuk kepentingan mobilisasi dana politik bisa mudah terjadi. Karena itu pula, pengucuran modal tambahan Rp 1,5 triliun ke Bank Mutiara ini pun beralasan diwaspadai sebagai modus bancakan dana politik.***

14 Mei 2014