Secara umum,
pelayanan jalan tol di Indonesia ini belum sesuai harapan. Itu karena hampir
semua ruas jalan tol -- terutama di Jawa -- belum memenuhi standar pelayanan
prima.
Artinya,
kelancaran dan kenyamanan berkendara di berbagai ruas jalan tol tak selalu
terjamin. Selalu saja terdapat kondisi tertentu yang membuat jalan tol tak
benar-benar nyaman dan kendaraan bisa melaju lancar tanpa hambatan.
Oleh sebab itu,
penundaan penaikan tarif jalan tol seharusnya tidak cuma meliputi lima ruas
sebagaimana diungkapkan pihak Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT). Mestinya, tarif
semua ruas jalan tol untuk saat sekarang ini tidak dinaikkan -- sampai
pelayanan benar-benar prima.
Meski begitu,
kebijakan BPJT menunda penaikan tarif untuk lima ruas jalan tol patut
diapresiasi. Kebijakan tersebut selama ini tak pernah dilakukan. Jadi,
penundaan penaikan tarif -- meski cuma untuk kelima ruas jalan tol -- merupakan
langkah maju sekaligus pengakuan bahwa aspek pelayanan di jalan bebas hambatan
belum prima.
Kelima ruas jalan
tol itu meliputi ruas Cawang-Tomang-Grogol di Jakarta, ruas Bandara
Soekarno-Hatta-Prof Sedyatmo, ruas Jakarta-Cikampek, ruas Surabaya-Madura, dan
ruas Kanci-Pejagan. Kenaikan tarif atas ruas-ruas jalan tol tersebut ditunda
sampai standar pelayanan minimum dipenuhi.
Menurut pihak
BPJT, kelima ruas jalan tol itu memang tidak memenuhi standar pelayanan
minimal. Ruas Cawang-Tomang-Grogol serta ruas Bandara Soekarno-Hatta-Prof
Sedyatmo, misalnya, standar pelayanan tak terpenuhi karena fasilitas lampu
penerang jalan mati. Sementara ruas Jakarta-Cikampek, kondisi jalan tol
berlubang-lubang.
Kondisi tak
memenuhi standar pelayanan sebenarnya bisa ditemukan juga di ruas-ruas jalan
tol lain di luar ruas yang lima tadi. Di ruas Cikampek-Padalarang, misalnya,
fasilitas papan antisilau masih terbilang minim. Padahal di ruas tersebut jalan
banyak berkelok. Saat malam hari, itu membuat lampu mobil dari arah depan
menyilaukan pengemudi kendaraan yang melaju di jalur sebaliknya. Kondisi tersebut
jelas berbahaya.
Soal lain yang
acap dikeluhkan masyarakat selama ini adalah info kondisi lalu-lintas di jalan
tol yang tidak merata tersedia di setiap gerbang masuk tol. Sejauh ini, info
tersebut lebih terkonsentrasi di gerbang-gerbang masuk menuju jalan tol dalam
kota, seperti ruas Cawang-Tomang-Grogol di Jakarta. Sementara untuk ruas jalan
tol menuju luar kota, info tersebut sulit diperoleh.
Info tentang
kondisi lalu lintas di jalan tol jelas sungguh penting karena langsung merujuk
kepada kenyamanan dan kelancaran berkendara. Dengan info itu, pengguna jalan
tol tak harus merasa terjebak ke dalam kondisi menjengkelkan manakala kondisi
lalu-lintas di ruas yang dilewati ternyata macet.
Karena itu,
selain memperbanyak papan info kondisi lalu lintas di jalan tol, perlu pula
dipikirkan alternatif kebijakan yang memungkinkan pengguna jalan tol
diperlakukan lebih fair. Dalam konteks ini, gagasan menerapkan tarif dinamis
sungguh relevan dan urgen.
Jadi, di samping
tarif berdasarkan golongan kendaraan, diberlakukan pula tarif dimanis: saat jam
sibuk tarif tol jauh lebih mahal ketimbang tarif normal saat jam lengang.
Dengan demikian, pengguna dipaksa menyesuaikan diri dalam mengakses jalan tol
ini. Intinya, jika tidak sangat terpaksa harus menyelesaikan urusan, orang
dibuat dengan sendirinya tidak menggunakan jalan tol pada saat jam sibuk.
Memang, untuk
saat ini gagasan tersebut berbenturan dengan perundangan jalan tol. Tapi semua
kembali kepada kemauan semua pihak. Adakah?***
Jakarta, 20
September 2013