20 September 2013

Pelayanan Jalan Tol


Secara umum, pelayanan jalan tol di Indonesia ini belum sesuai harapan. Itu karena hampir semua ruas jalan tol -- terutama di Jawa -- belum memenuhi standar pelayanan prima.
Artinya, kelancaran dan kenyamanan berkendara di berbagai ruas jalan tol tak selalu terjamin. Selalu saja terdapat kondisi tertentu yang membuat jalan tol tak benar-benar nyaman dan kendaraan bisa melaju lancar tanpa hambatan.

Oleh sebab itu, penundaan penaikan tarif jalan tol seharusnya tidak cuma meliputi lima ruas sebagaimana diungkapkan pihak Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT). Mestinya, tarif semua ruas jalan tol untuk saat sekarang ini tidak dinaikkan -- sampai pelayanan benar-benar prima.

Meski begitu, kebijakan BPJT menunda penaikan tarif untuk lima ruas jalan tol patut diapresiasi. Kebijakan tersebut selama ini tak pernah dilakukan. Jadi, penundaan penaikan tarif -- meski cuma untuk kelima ruas jalan tol -- merupakan langkah maju sekaligus pengakuan bahwa aspek pelayanan di jalan bebas hambatan belum prima.

Kelima ruas jalan tol itu meliputi ruas Cawang-Tomang-Grogol di Jakarta, ruas Bandara Soekarno-Hatta-Prof Sedyatmo, ruas Jakarta-Cikampek, ruas Surabaya-Madura, dan ruas Kanci-Pejagan. Kenaikan tarif atas ruas-ruas jalan tol tersebut ditunda sampai standar pelayanan minimum dipenuhi.

Menurut pihak BPJT, kelima ruas jalan tol itu memang tidak memenuhi standar pelayanan minimal. Ruas Cawang-Tomang-Grogol serta ruas Bandara Soekarno-Hatta-Prof Sedyatmo, misalnya, standar pelayanan tak terpenuhi karena fasilitas lampu penerang jalan mati. Sementara ruas Jakarta-Cikampek, kondisi jalan tol berlubang-lubang.

Kondisi tak memenuhi standar pelayanan sebenarnya bisa ditemukan juga di ruas-ruas jalan tol lain di luar ruas yang lima tadi. Di ruas Cikampek-Padalarang, misalnya, fasilitas papan antisilau masih terbilang minim. Padahal di ruas tersebut jalan banyak berkelok. Saat malam hari, itu membuat lampu mobil dari arah depan menyilaukan pengemudi kendaraan yang melaju di jalur sebaliknya. Kondisi tersebut jelas berbahaya. 

Soal lain yang acap dikeluhkan masyarakat selama ini adalah info kondisi lalu-lintas di jalan tol yang tidak merata tersedia di setiap gerbang masuk tol. Sejauh ini, info tersebut lebih terkonsentrasi di gerbang-gerbang masuk menuju jalan tol dalam kota, seperti ruas Cawang-Tomang-Grogol di Jakarta. Sementara untuk ruas jalan tol menuju luar kota, info tersebut sulit diperoleh.

Info tentang kondisi lalu lintas di jalan tol jelas sungguh penting karena langsung merujuk kepada kenyamanan dan kelancaran berkendara. Dengan info itu, pengguna jalan tol tak harus merasa terjebak ke dalam kondisi menjengkelkan manakala kondisi lalu-lintas di ruas yang dilewati ternyata macet.

Karena itu, selain memperbanyak papan info kondisi lalu lintas di jalan tol, perlu pula dipikirkan alternatif kebijakan yang memungkinkan pengguna jalan tol diperlakukan lebih fair. Dalam konteks ini, gagasan menerapkan tarif dinamis sungguh relevan dan urgen.

Jadi, di samping tarif berdasarkan golongan kendaraan, diberlakukan pula tarif dimanis: saat jam sibuk tarif tol jauh lebih mahal ketimbang tarif normal saat jam lengang. Dengan demikian, pengguna dipaksa menyesuaikan diri dalam mengakses jalan tol ini. Intinya, jika tidak sangat terpaksa harus menyelesaikan urusan, orang dibuat dengan sendirinya tidak menggunakan jalan tol pada saat jam sibuk.

Memang, untuk saat ini gagasan tersebut berbenturan dengan perundangan jalan tol. Tapi semua kembali kepada kemauan semua pihak. Adakah?***

Jakarta, 20 September 2013