Sebagai orang
yang dipercaya Presiden menjabat Menpora, Roy Suryo Notodiprojo langsung
dihadapkan kepada tantangan berat dan kompleks. Tantangan tersebut sungguh
menuntut Roy segera tancap gas -- bekerja keras menangani sejumlah masalah
krusial yang menjadi tugas serta tanggung jawab Menpora. Demikian krusial
masalah tersebut, sampai-sampai Roy pun sulit bisa mengambil ancang-ancang atau
jeda sejenak untuk sekadar melakukan penyesuaian diri.
Beberapa masalah
krusial itu, antara lain, kisruh dalam organisasi sepakbola nasional. Ini
krusial karena dua kepengurusan organisasi sepakbola telanjur saling
berseberangan -- bahkan saling menafikan, sementara FIFA sebagai otoritas
sepakbola dunia tidak memberi ruang bagi kenyataan seperti itu.
Nah, jelas
menjadi tugas Menpora agar kisruh dalam organisasi sepakbola ini bisa segera
diselesaikan. Jika sampai batas waktu 30 Maret 2013 ternyata kisruh itu masih
berlanjut, FIFA niscaya menjatuhkan sanksi mematikan: sepakbola nasional
diisolasi dari percaturan global.
Jadi, untuk
mengurus soal kisruh sepakbola saja Menpora sungguh dipepet waktu. Padahal
Menpora juga dituntut melakukan berbagai terobosan yang memungkinkan prestasi
olahraga nasional menjadi meningkat. Untuk itu, antara lain, Menpora
harus membuat
terobosan yang memungkinkan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan
Komite Olimpiade Indonesia (KOI) benar-benar fokus dalam mengemban peran dan
fungsi masing-masing dalam rangka membangun prestasi olahraga nasional.
Selama ini, KONI
dan KOI seperti melupakan misi membangun prestasi olahraga nasional ini. Secara
internal, kedua institusi lebih cenderung menjadi ajang kepentingan figur-figur
yang duduk di struktur kepengurusan. Sementara secara eksternal, KONI dan KOI
juga terkesan sibuk rebutan pengaruh.
Karena itu,
prestasi olahraga nasional cenderung merosot. Perolehan medali dalam ajang
Olimpiade London, tahun lalu, merupakan bukti terang-benderang tentang soal
itu. Bahkan cabang bulu tangkis kini sudah tidak lagi menjadi lambang supremasi
olahraga Indonesia di tingkat internasional.
Menyangkut isu
kepemudaan, Menpora tak kurang pula berhadapan dengan masalah kompleks. Antara
lain mengakhiri kepengurusan kembar Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI),
sehingga gerakan pemuda bisa menjadi sebuah kekuatan yang utuh dan pasu.
Roy sendiri
barangkali bukan figur yang benar-benar pas untuk mengisi pos Kemenpora.
Memang, Presiden Yudhoyono menilai Roy cakap untuk mengemban tugas Menpora.
Namun rekam jejak Roy selama ini tak cukup mengesankan. Sosok Roy lebih banyak
wara-wiri di dunia gosip artis.
Di dunia politik
sendiri, sosok Roy hanya samar-samar. Sebagai anggota DPR, misalnya, peran Roy
tak kelihatan menonjol -- kecuali dalam kasus persidangan yang riuh oleh perilaku
tidak elok. Kalaupun sosok Roy beberapa kali sempat mengundang perhatian
publik, itu justru karena sikap-tindaknya yang kontroversial. Misalnya meminta
perlakuan istimewa kepada sebuah maskapai penerbangan, sehingga jadwal
penerbangan maskapai itu menjadi terganggu.
Tapi bagaimanapun
Presiden sudah menjatuhkan pilihan kepada Roy. Justru itu, demi kesuksesan
dalam mengemban tugas Menpora, Roy perlu ditopang oleh sebuah tim yang punya
kapabilitas teruji dan terutama siap bekerja keras -- bukan sekadar cari
posisi.***
Jakarta, 10 Januari 2013