Aksi demo turun ke jalan, apa pun yang menjadi latar dan fokusnya, mestinya
berlangsung simpatik. Simpatik dalam arti membuat khalayak luas menaruh respek
atau bahkan secara moral memberi dukungan terhadap apa yang menjadi fokus
perjuangan aksi demo.
Untuk itu, aksi demo mesti bisa berlangsung tertib dan santun. Aksi demo
tak boleh sampai menyerupai gerombolan barbar turun gunung, sehingga khalayak
luas menjadi sinis atau bahkan antipati.
Nah, aksi demo buruh di Bekasi, Jabar, kemarin, sulit bisa dikatakan berlangsung
simpatik. Terutama karena ditandai dengan penyanderaan fasilitas publik berupa
pemblokiran jalan Tol Jakarta-Cikampek, aksi itu bukan lagi sekadar membuat
kkalayak luas sinis. Lebih dari itu, khalayak luas juga mengutuk-ngutuk atau
bahkan mencaci maki.
Bagi khalayak luas, demo buruh di Bekasi kemarin sungguh berkesan barbar -
dan karena itu mengundang antipati. Betapa tidak, karena kepentingan khalayak
luas dinafikan. Kepentingan banyak orang sungguh tak dihargai sama sekali.
Khalayak luas seolah sengaja dikorbankan sebagai tumbal perjuangan kaum buruh.
Bayangkan, sekian banyak orang sepanjang hari kemarin dibuat telantar di
perjalanan akibat jalan Tol Jakarta-Cikampek diblokir buruh yang berdemo ini.
Belum lagi kemacetan lalu lintas juga menjalar ke mana-mana. Karena itu, aksi
demo buruh ini jelas menorehkan kerugian sosial maupun ekonomi yang sungguh tak
terkira.
Karena itu pula, dalam perspektif luas, aksi demo buruh di Bekasi ini
sungguh tidak produktif. Aksi itu bahkan bisa dikatakan gagal total.
Memang, jika sekadar dilihat dari perspektif sempit, aksi demo di Bekasi
itu berhasil menaikkan posisi tawar buruh - sehingga seorang Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono pun tergerak memerintahkan Mennakertrans Muhaimin Iskandar
turun ke lapangan meredakan situasi, sekaligus mencarikan solusi.
Namun dalam perspektif luas dan strategis, aksi demo itu jelas gagal total
- -karena sama sekali tak membuat khalayak luas menaruh simpati, empati,
respek, atau apalagi memberikan dukungan moral. Bahkan kasus penentangan publik
sebagai wujud antipati sudah tumbuh. Kemarin, sejumlah sepeda motor milik buruh
yang berdemo dibakar massa. Jelas, publik kesal dan marah oleh ekses aksi buruh
di jalan.
Aksi penentangan seperti itu memang patut disesalkan, meskipun tetap bisa
dipahami. Tapi yang patut lebih disesalkan lagi adalah aksi buruh di Bekasi
kemarin menjadi tidak produktif, yakni tidak memperoleh dukungan publik.
Padahal dukungan publik bagi aksi perjuangan seperti itu sungguh perlu dan
bahkan strategis - karena bisa menjadi amunisi tambahan yang membuat aksi demo
membuahkan hasil.
Kegagalan aksi demo buruh di Bekasi dalam meraih dukungan publik ini patut
dipandang sebagai langkah mundur bagi gerakan kaum buruh di Tanah Air secara
keseluruhan. Ibarat pepatah, aksi buruh di Bekasi kemarin menjadi nila setitik
yang merusak susu sebelanga.
Karena itu, barangkali segenap unsur gerakan buruh di Tanah Air perlu
merumuskan ulang model dan strategi aksi demo. Adalah berbahaya jika aksi demo
ala buruh di Bekasi ini - menyandera kepentingan khalayak luas - menjadi
preseden buruk. Jika tindakan menyandera kepentingan publik menjadi model dan
strategi perjuangan, aksi demo buruh bukan sekadar tak bakal mendapat dukungan
moral khalayak luas. Lebih dari itu, publik niscaya antipati - dan karena itu
melakukan aksi-aksi penentangan yang bersifat fisik.
Kenyataan itu sungguh tak boleh terjadi, bukan saja karena gerakan buruh
pasti dirugikan, tetapi terutama lantaran tertib sosial pun secara keseluruhan
menjadi rusak.***