28 Januari 2012

Demo Tidak Simpatik


Aksi demo turun ke jalan, apa pun yang menjadi latar dan fokusnya, mestinya berlangsung simpatik. Simpatik dalam arti membuat khalayak luas menaruh respek atau bahkan secara moral memberi dukungan terhadap apa yang menjadi fokus perjuangan aksi demo.

Untuk itu, aksi demo mesti bisa berlangsung tertib dan santun. Aksi demo tak boleh sampai menyerupai gerombolan barbar turun gunung, sehingga khalayak luas menjadi sinis atau bahkan antipati.

Nah, aksi demo buruh di Bekasi, Jabar, kemarin, sulit bisa dikatakan berlangsung simpatik. Terutama karena ditandai dengan penyanderaan fasilitas publik berupa pemblokiran jalan Tol Jakarta-Cikampek, aksi itu bukan lagi sekadar membuat kkalayak luas sinis. Lebih dari itu, khalayak luas juga mengutuk-ngutuk atau bahkan mencaci maki.

Bagi khalayak luas, demo buruh di Bekasi kemarin sungguh berkesan barbar - dan karena itu mengundang antipati. Betapa tidak, karena kepentingan khalayak luas dinafikan. Kepentingan banyak orang sungguh tak dihargai sama sekali. Khalayak luas seolah sengaja dikorbankan sebagai tumbal perjuangan kaum buruh.

Bayangkan, sekian banyak orang sepanjang hari kemarin dibuat telantar di perjalanan akibat jalan Tol Jakarta-Cikampek diblokir buruh yang berdemo ini. Belum lagi kemacetan lalu lintas juga menjalar ke mana-mana. Karena itu, aksi demo buruh ini jelas menorehkan kerugian sosial maupun ekonomi yang sungguh tak terkira.

Karena itu pula, dalam perspektif luas, aksi demo buruh di Bekasi ini sungguh tidak produktif. Aksi itu bahkan bisa dikatakan gagal total.

Memang, jika sekadar dilihat dari perspektif sempit, aksi demo di Bekasi itu berhasil menaikkan posisi tawar buruh - sehingga seorang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun tergerak memerintahkan Mennakertrans Muhaimin Iskandar turun ke lapangan meredakan situasi, sekaligus mencarikan solusi.

Namun dalam perspektif luas dan strategis, aksi demo itu jelas gagal total - -karena sama sekali tak membuat khalayak luas menaruh simpati, empati, respek, atau apalagi memberikan dukungan moral. Bahkan kasus penentangan publik sebagai wujud antipati sudah tumbuh. Kemarin, sejumlah sepeda motor milik buruh yang berdemo dibakar massa. Jelas, publik kesal dan marah oleh ekses aksi buruh di jalan.

Aksi penentangan seperti itu memang patut disesalkan, meskipun tetap bisa dipahami. Tapi yang patut lebih disesalkan lagi adalah aksi buruh di Bekasi kemarin menjadi tidak produktif, yakni tidak memperoleh dukungan publik. Padahal dukungan publik bagi aksi perjuangan seperti itu sungguh perlu dan bahkan strategis - karena bisa menjadi amunisi tambahan yang membuat aksi demo membuahkan hasil.

Kegagalan aksi demo buruh di Bekasi dalam meraih dukungan publik ini patut dipandang sebagai langkah mundur bagi gerakan kaum buruh di Tanah Air secara keseluruhan. Ibarat pepatah, aksi buruh di Bekasi kemarin menjadi nila setitik yang merusak susu sebelanga.

Karena itu, barangkali segenap unsur gerakan buruh di Tanah Air perlu merumuskan ulang model dan strategi aksi demo. Adalah berbahaya jika aksi demo ala buruh di Bekasi ini - menyandera kepentingan khalayak luas - menjadi preseden buruk. Jika tindakan menyandera kepentingan publik menjadi model dan strategi perjuangan, aksi demo buruh bukan sekadar tak bakal mendapat dukungan moral khalayak luas. Lebih dari itu, publik niscaya antipati - dan karena itu melakukan aksi-aksi penentangan yang bersifat fisik.

Kenyataan itu sungguh tak boleh terjadi, bukan saja karena gerakan buruh pasti dirugikan, tetapi terutama lantaran tertib sosial pun secara keseluruhan menjadi rusak.***