Jelas sudah. Tak
ada yang berubah dengan wakil-wakil menteri. Menanggapi putusan Mahkamah
Konstitusi terkait pengujian UU Nomor 38 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara,
Presiden mengeluarkan keppres yang memutuskan bahwa semua wakil menteri
dipertahankan di posisi masing-masing, kecuali Wakil Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral Widjajono Partiwidagdo yang meninggal dunia.
Meski begitu,
legalitas makil menteri ini masih mengundang perdebatan. Paling tidak, itu
tecermin dari tekad Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) untuk
mengajukan uji materi keppres terbaru itu ke Mahkamah Agung. Bagi GNPK, keppres
terbaru tentang pengangkatan wakil menteri bertentangan dengan UU Kementerian
Negara. Bertentangan, karena undang-undang tersebut tidak memberi tempat untuk
posisi wakil menteri.
Di sisi lain,
keputusan tentang pengangkatan wakil menteri juga menunjukkan bahwa Presiden
tidak mengindahkan masukan sejumlah kalangan. Padahal, menurut banyak pihak,
tidak semua kementerian memiliki urgensi untuk posisi wakil menteri. Hanya
kementerian-kementerian tertentu yang memiliki urgensi itu karena punya beban
kerja khusus yang membutuhkan tenaga dan perhatian khusus pula.
Karena itu,
mestinya, Presiden tidak perlu mengangkat wakil menteri hingga belasan. Jika
benar-benar mempertimbangkan masalah urgensinya, barangkali mereka yang
diangkat menjadi wakil menteri ini cukup dua atau tiga orang. Selebihnya,
kementerian-kementerian melulu dipimpin menteri.
Kenyataan bahwa
semua menteri tetap dipertahankan di posisi masing-masing seolah menjadi
pembenaran bahwa pengangkatan mereka sekadar kamuflase politik. Pengangkatan
wakil-wakil menteri sekadar merupakan pembagian hadiah politik karena mereka
dinilai punya jasa terhadap SBY.
Asumai seperti
itu kian kental jika pengangkatan wakil-wakil menteri ini tetap sama sekali
tanpa reasoning menyangkut spesifikasi maupun beban kerja. Padahal itu sungguh
penting karena punya konsekuensi tertentu yang tidak enteng.
Secara ekonomi,
pengangkatan wakil menteri niscaya menambah beban anggaran. Karena itu,
keberadaan wakil menteri yang seabrek tanpa urgensi dan reasoning fungsional
jelas tak sejalan dengan semangat efisiensi anggaran yang notabene kerap
didengungkan Presiden.
Di sisi lain,
secara politik, pengangkatan wakil menteri juga bisa melahirkan fenomena
"matahari kembar". Ini terutama bisa terjadi jika sang wakil menteri
merasa memiliki hubungan lebih lebih istimewa dengan SBY. Konsekuensinya,
kinerja kementerian bersangkutan bisa menjadi tidak optimal. Artinya, rakyat
juga yang dirugikan.
Meski begitu, toh
keputusan tentang pengangkatan wakil-wakil menteri ini sudah dibuat Presiden.
Justru itu, publik pun kini sekadar bisa berharap agar Presiden memberi
penjelasan mengenai urgensi wakil menteri tetap dipertahankan seabrek. Publik
juga menantikan jaminan Presiden bahwa dengan mengangkat wakil menteri, kinerja
kementerian bersangkutan bisa benar-benar optimal dan kinclong. Dengan
demikian, Presiden pun tak perlu lagi mengeluhkan soal kinerja
kementerian-kementerian.***
Jakarta, 11 Juni
2012