12 Juni 2012

Kerumitan Hemat Energi

Instruksi Presiden melarang kendaraan dinas pemerintah menggunakan BBM subsidi terancam mandul alias tidak efektif mencapai sasaran yang dicanangkan: hemat energi. Betapa tidak, karena program yang mulai diberlakukan sejak awal Juni itu ternyata menyulitkan jajaran pemerintah daerah (pemda).

Pemda kesulitan karena larangan kendaraan dinas menggunakan BBM subsidi punya implikasi tidak ringan: anggaran operasional menjadi jebol di tengah jalan. Anggaran ambrol karena keharusan kendaraan dinas menggunakan BBM nonsubsidi otomatis membengkakkan pengeluaran untuk itu.

Konsekuensi tersebut tak terhindarkan karena harga BBM nonsubsidi rata-rata dua kali lipat harga BBM subsidi. Padahal anggaran konsumsi BBM kendaraan dinas telanjur dipatok berdasarkan harga BBM subsidi.

Celakanya, pihak pemda tak boleh menjadikan kesulitan itu sebagai alasan untuk merevisi anggaran. Kemendagri, dalam kaitan ini, sejak dini sudah menyatakan melarang pemda melakukan revisi anggaran sebagai tindak penyesuaian terhadap program hemat energi. Kemendagri menggariskan, instruksi Presiden melarang kendaraan dinas menggunakan BBM subsidi tak serta-merta berarti pemda boleh menambah anggaran pembelian BBM.

Tak bisa tidak, karena itu, jajaran pemda pun dibuat termehek-mehek. Tidak mengherankan beberapa pemda lantas berani menyatakan menolak melaksanakan program hemat energi, khususnya menyangkut penggunaan BBM subsidi. Pemkab Bogor, misalnya, tanpa tedeng aling-aling mengaku tak akan menerapkan instruksi Presiden melarang kendaraan dinas menggunakan BBM subsidi. Karena itu, mereka tak ikut ambil bagian melakukan pemasangan stiker khusus penanda anti-BBM subsidi di setiap kendaraan dinas.

Boleh jadi, banyak pemda lain segera mengikuti langkah Pemkab Bogor. Paling tidak, barangkali, mereka diam-diam membiarkan kendaraan dinas tetap menggunakan BBM subsidi. Instruksi Presiden melarang kendaraan dinas mengonsumsi BBM subsidi pun, karena itu, mereka perlakukan sekadar sebagai angin lalu.

Kemungkinan seperti itu tak bisa disepelekan. Ya, karena pemda terkondisi tidak punya pilihan lain. Bagi mereka,
menafikan larangan penggunaan BBM subsidi untuk kendaraan dinas lebih "bijak" dan realistis ketimbang mematuhi instruksi Presiden tapi dengan konsekuensi anggaran menjadi babak-belur.

Karena itu, sekali lagi, larangan penggunaan BBM subsidi untuk kendaraan dinas pemerintah terancam mandul. Program tersebut sulit diharapkan efektif mencapai sasaran. Apa mau dikata, karena program hemat energi ini memiliki semacam cacat bawaan. Secara konseptual, program tersebut salah arah karena tidak mengubah pola konsumsi energi menjadi non-BBM. Secara taktis, program tersebut juga kedodoran karena menafikan kerumitan-kerumitan teknis di lapangan.***

Jakarta, 12 Juni 2012