Wacana aksi
pengumpulan dana untuk membiayai pembangunan gedung baru Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) mendapat dukungan banyak kalangan. Sejumlah pihak langsung
berkomitmen memberi saweran.
Kenyataan itu
melegakan: pertanda gerakan antikorupsi masih punya akar kuat di masyarakat.
Pertanda KPK sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi tetap mendapat
sokongan kuat publik.
Dengan itu,
keengganan DPR memberi restu terhadap kebutuhan KPK membangun gedung baru tak
beralasan membuat institusi tersebut menjadi loyo dan layu. Bahkan sebaliknya:
KPK harus semakin garang dalam melaksanakan peran dan fungsi memberantas
korupsi. Bukan saja karena kebutuhan akan gedung baru bisa tetap terpenuhi,
melainkan terutama karena terbukti bahwa khalayak luas tetap berdiri di
belakang mereka.
Keengganan DPR
sendiri memberi restu terhadap kebutuhan KPK membangun gedung baru ini sungguh
sulit dipahami. Seolah-olah proyek gedung baru itu sesuatu yang kurang urgen
atau bahkan mubazir. Padahal KPK sudah berulang kali memaparkan bahwa kebutuhan
itu makin hari makin tak terhindarkan. Sering kian banyaknya kasus yang harus
mereka tangani, kebutuhan akan ruang pun menjadi demikian mendesak. KPK makin
sulit bertahan di gedung seadanya seperti sekarang.
Kebutuhan akan
gedung baru ini konon sudah diajukan KPK sejak tahun 2008 silam. Toh DPR tak
kunjung memberikan restu, sehingga anggaran untuk pembangunan gedung baru itu
pun tak bisa dialokasikan. DPR beralasan, KPK tidak perlu membangun gedung baru
karena lembaga tersebut tidak bersifat permanen.
Memang, KPK
adalah lembaga ad hoc alias hanya sementara. Kiprah KPK dibutuhkan semata untuk
menjawab kegentingan menyangkut praktik korupsi. Manakala praktik korupsi di
Indonesia ini sudah jauh mereda alias tidak lagi merupakan "kanker"
yang menggerogoti kehidupan berbangsa dan bernegara, riwayat KPK pun harus
diakhiri.
Tetapi status itu
sama sekali tak bisa dijadikan dalih bahwa gedung baru KPK -- yang bisa
mewadahi seluruh aktivitas institusi tersebut dalam menjalankan pedan dan
fungsi konstitusionalnya -- kelak menjadi mubazir. Dalih seperti itu sungguh
mengada-ada.
Bagaimanapun,
segala aset di tangan KPK adalah milik negara. Justru itu, manakala kelak
keberadaan KPK sudah berakhir, aset-aset itu tentu dikembalikan kepada negara.
Selanjutnya negara bisa memanfaatkan aset-aset itu untuk kepentingan lain.
Jadi, sebagai aset negara, bagaimana mungkin gedung baru KPK bisa mubazir?
Karena itu,
pernyataan bahwa gedung baru KPK merupakan proyek mubazir karena KPK merupakan
institusi ad hod jelas naif. Pernyataan seperti itu lebih terkesan
menyembunyikan kegusaran menyangkut sepak-terjang KPK sendiri. Ya, gusar karena
fasilitas gedung baru jelas membuat gerak langkah KPK sebagai institusi
pemberangus korupsi niscaya bisa jauh lebih mengesankan lagi dibanding selama
ini. Tapi kenapa gusar?***
Jakarta, 23 Juni
2012