20 April 2005

Menyehatkan BUMN

Komisi VI DPR akan membentuk panitia kerja (panja) yang terutama bertugas membahas soal penanganan BUMN yang merugi.
Boleh jadi, rencana tersebut berangkat dari ketidakpuasan mereka terhadap konsep dan strategi yang disiapkan pemerintah dalam mengelola BUMN. Mereka terkesankan tidak yakin bahwa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bisa segera mampu menyehatkan sejumlah BUMN yang selama ini masih saja merugi.

Menurut catatan, sekitar sepertiga BUMN kita memang belum kunjung membaik menjadi lembaga usaha yang sehat. Berdasarkan laporan keuangan masing-masing untuk tahun anggaran 2003, 47 dari 158 BUMN masih menderita rugi dalam jumlah signifikan. Tahun-tahun sebelumnya, ke-47 BUMN tersebut juga membukukan kerugian yang tidak kecil pula.

Kenyataan itu jelas memprihatinkan. Betapa tidak, karena pemerintah sendiri -- persisnya Kantor Menneg BUMN -- terus berupaya melakukan perbaikan melalui berbagai cara dan strategi. Tapi berbagai upaya tersebut tak mengubah keadaan: sejumlah BUMN tetap saja menorehkan kerugian. Lalu, di sisi lain, sejumlah BUMN lain juga tak kunjung mampu membukukan keuntungan secara optimal sesuai potensi dan peluang yang mereka hadapi.

Dalam konteks itu, jurus baku yang dilakukan pemerintah -- merombak manajemen -- nyaris tak memberi makna apa-apa. Restrukturisasi keuangan -- termasuk injeksi modal tambahan -- juga boleh dikatakan sia-sia saja. Demikian pula restrukturisasi kelembagaan berupa merger antar-BUMN terbukti tak serta-merta menjadi obat mujarab.

Walhasil, tahun demi tahun berlalu, dan pemerintahan pun berganti-ganti, sejumlah BUMN tetap saja merugi. Kenyataan memprihatinkan itu pula yang membuat Presiden Yudhoyono terkesan gusar. Saat berbicara di depan peserta Kursus Singkat Angkatan XIII dan Kursus Reguler Lemhannas Angkatan XXXVIII di Jakarta, pekan lalu, Yudhoyono menyatakan tak bisa menoleransi lagi sejumlah BUMN yang terus-menerus menderita rugi ini. Bagi Yudhoyono, alternatif bagi BUMN yang tak kunjung sehat itu hanya dua: dimerger atau dilikuidasi.

Itukah arah yang akan ditempuh pemerintah ke depan dalam rangka menangani BUMN ini? Entahlah. Yang pasti, Kantor Menneg BUMN sendiri sudah menyusun cetak biru (blue print) tentang pengelolaan BUMN ini. Dengan itu, potret BUMN secara keseluruhan dalam beberapa tahun ke depan diasumsikan tidak buram lagi.

Tapi, itu tadi, Komisi VI DPR terkesan tidak yakin terhadap konsep dan strategi pemerintah dalam mengembangkan BUMN ini -- dan karena itu merasa perlu membentuk sebuah panja. Komisi VI ragu bahwa potret buram BUMN bisa segera berubah menjadi mengkilap.

Artinya, bagi mereka, jumlah BUMN yang mampu meraih keuntungan dalam hitungan signifikan dan optimal akan tetap saja bisa dihitung dengan jari. Sementara sejumlah BUMN akan terus saja merugi; dan sejumlah BUMN lain tetap tak mampu menangguk keuntungan secara optimal.

Jadi, melalui panja, Komisi VI mencoba menelaah kelemahan-kelemahan mendasar dalam konsep penanganan BUMN. Sejalan dengan itu, panja mungkin kelak menyodorkan rekomendasi mengenai konsep, strategi, maupun langkah yang patut ditempuh pemerintah untuk memupus potret buram BUMN ini.

Kami mendukung keinginan baik Komisi VI DPR itu. Namun kami perlu mengingatkan bahwa langkah panja jangan mengarah pada sasaran menjadikan BUMN secara keseluruhan sebagai "binatang ekonomi" -- karena konsep tersebut niscaya banyak mengorbankan kepentingan rakyat. Kiprah panja sebaiknya mengusung semangat menyehatkan kinerja BUMN.***
Jakarta, 20 April 2005

Tidak ada komentar: