02 Januari 2004

Tonggak Menuju Perbaikan

Tahun baru 2004 mulai kita jalani. Semoga tahun ini bukan sekadar jadi tonggak kita menggantungkan harapan. Tahun baru 2004 jangan sekadar menjadi rutinitas kita merangkai mimpi indah yang sejenak kemudian kita lupakan begitu saja seperti setiap kali kita selama ini menyongsong tahun-tahun baru. Tahun baru 2004 jangan sampai tak memberi dampak apa-apa bagi kehidupan kita bersama sebagai bangsa. Tahun baru 2004 harus menjadi tekad dan kesungguhan kita mengatasi bersama tantangan dan masalah-masalah besar yang merubung kita.

Di bidang ekonomi, masalah besar itu sungguh mengundang prihatin sekaligus mencemaskan. Jumlah pengangguran, misalnya, sudah demikian membengkak dan potensial terus membengkak. Bagaimanapun, jumlah pengangguran terbuka sebanyak 10 juta jiwa sungguh merupakan masalah besar. Terlebih bila memerhitungkan pula beban setengah pengangguran yang juga tak terbilang sedikit.

Itu niscaya bisa melahirkan implikasi serius terhadap kenyamanan kehidupan keseharian kita. Selama ini saja, kita sudah merasakan sendiri betapa tindak kejahatan semakin terasa menakutkan: dari segi jumlah terus meningkat, sementara dari segi kualitatif juga kian membuat kita miris.

Dalam konteks itu pula, kesempatan kerja masih saja amat langka. Berbagai proyeksi menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi kita tahun ini masih akan bertumpu pada sektor konsumsi. Itu berarti, lapangan kerja baru belum lagi akan banyak tercipta.

Apa boleh buat, kalangan pemilik modal masih atau bahkan terkesan semakin enggan melakukan investasi langsung di negeri kita. Arus modal lebih banyak berputar dalam bentuk portofolio yang bukan saja tidak membuka lapangan kerja baru, melainkan juga bersipat "panas" karena sewaktu-waktu bisa ditarik dan dipindahkan begitu saja ke luar negeri.

Daya tarik negeri kita sebagai alternatif investasi langsung memang semakin pudar. Di mata para pemilik modal, negeri kita bukan lagi surga investasi. Karena itu, data menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir investasi terus menurun: dalam segi jumlah proyek maupun nilainya. Tahun 2002, misalnya, dari 1.151 proyek PMA yang disetujui pemerintah, hanya 425 proyek yang direalisasikan dengan nilai investasi sekitar 9,5 miliar dolar. Sementara tahun 2003, investasi asing yang disetujui pemerintah ini hanya 773 proyek dan realisasinya hanya 338 proyek senilai 2,03 miliar dolar.

Di sisi lain, gambaran tentang kegiatan investasi langsung ini juga tercermin dari fungsi intermediasi perbankan yang nyaris mandek. Dana masyarakat yang berhasil dihimpun perbankan nasional lebih banyak diinvestasikan ke dalam surat-surat berharga, termasuk sertifikat Bank Indonesia. Sementara yang tersalur sebagai kredit ke sektor riil relatif sangat sedikit.

Karena itu, sekali lagi, penciptaan lapangan kerja baru sangat sedikit tertoreh. Tak heran jika di tengah pertumbuhan angkatan kerja baru yang sama sekali tak bisa dibendung, jumlah pengangguran semakin membengkak. Sementara, di lain pihak, tindak pemutusan hubungan kerja (PHK) malah menambah beban masalah -- sekali lagi akibat iklim investasi yang tidak kondusif.

Kenyataan seperti itu, kita akui, bukan tak disadari pemerintah. Bahkan Presiden Megawati Soekarnoputri sendiri sampai tergerak mencanangkan tahun 2003 sebagai Tahun Investasi. Tetapi seperti sejumlah program lain, Tahun Investasi pun ternyata boleh kita katakan hanya menjadi gagasan muluk.
Ya, karena langkah konkret terkendala oleh kekurangseriusan berbagai pihak di lapangan.

Karena itu, tahun baru 2004 seyogyanya benar-benar menjadi momentum bagi kita semua untuk menunjukkan kesungguhan mengatasi masalah-masalah besar dan mendesak. Tahun baru 2004 harus menjadi tonggak yang membawa perubahan berarti bagi kehidupan kita bersama sebagai bangsa. Pemerintah, terutama, amat kita harapkan menjadi tumpuan dalam memelopori dan menggelorakan semangat ke arah itu.

Dalam konteks itu pula, pihak mana pun yang kelak tampil menjadi pemenang Pemilu 2004 -- termasuk figur yang terpilih menjadi presiden -- harus menyadari betul tantangan dan tuntutan itu. Jika tidak, niscaya kita tak akan pernah mampu mengatasi masalah-masalah besar, khususnya di bidang ekonomi. Pemulihan ekonomi pun, seperti terlihat sekarang ini, hanya menapak di level makro. Sementara sektor mikro terus saja megap-megap terhimpit aneka masalah besar.

Untuk itu, Pemilu 2004 menjadi pertaruhan. Pemilu 2004 harus benar-benar berlangsung aman dan sukses. Kita semua harus mengenyahkan berbagai kemungkinan yang bisa menggagalkan pemilu ini.***
Jakarta, 2 Januari 2004

Tidak ada komentar: