24 April 2014

Koalisi Dagang Sapi

Politik dagang sapi lagi-lagi mewarnai wacana koalisi antarparpol pascapemilu legislatif sekarang ini. Parpol-parpol boleh saja membantah soal itu. Tetapi fakta menunjukkan bahwa belum satu pun poros koalisi yang sudah final terbentuk.

Memang, Partai Nasdem yang sudah memastikan bergabung ke poros PDIP. Tetapi poros koalisi belum final. PDIP masih merasa perlu merekrut parpol lain. Karena itu, Joko Widodo alias Jokowi selaku capres untuk poros PDIP ini terus blusukan mendekati berbagai parpol.

Sementara itu, parpol-parpol lain bahkan belum juga menemukan sekadar embrio koalisi sekalipun. Bahkan Partai Gerindra yang semula sudah memperoleh dukungan PPP, belakangan harus pontang-panting lagi merintis jalan ke arah koalisi. Apa daya, karena PPP menganulir dukungan mereka.

PPP membatalkan dukungan yang sempat dideklarasikan, menyusul kisruh di tubuh parpol berlambang Kabah itu. Kisruh dipicu oleh menuver sang Ketua Umum Suryadharma Ali melimpahkan dukungan itu yang dinilai menyalahi AD/ART partai.

Di sisi lain, Partai Golkar sebagai juara kedua pemilu legislatif versi hitung cepat tampaknya masih galau dalam merintis jalan untuk membentuk poros koalisi pilpres ini.
Pertemuan dengan PDIP yang diwakili Jokowi justru memastikan bahwa Golkar berseberangan dengan PDIP dalam pilpres nanti.

Tetapi parpol mana saja di luar PDIP yang coba direkrut Golkar juga belum jelas. Sejauh apa yang tampak di permukaan, Golkar nyaris belum melakukan pendekatan terhadap parpol-parpol lain.

Di lain pihak, Partai Demokrat menunjukkan gelagat membentuk poros koalisi pula. Meski dalam pemilu legislatif versi hitung cepat menempati posisi empat, Demokrat tampaknya cukup percaya diri untuk ikut bertarung lewat poros tersendiri.

Di luar itu, politisi senior Amien Rais ikut cawe-cawe dengan menggagas pembentukan poros koalisi tersendiri pula. Amien tampaknya ingin kembali tampil sebagai "king maker". Meski menampik ingin mengulang kejayaan Poros Tengah yang berkibar pascapemilu 1999, Amien mencoba menyatukan parpol-parpol Islam menjadi sebuah kekuatan dalam pilpres mendatang ini.

Meski begitu, poros-poros koalisi ini tak juga bisa segera terbentuk. Bahkan parpol-parpol boleh dikatakan masih begitu cair. Masing-masing terus saling membangun komunikasi politik.

Kesepakatan koalisi begitu sulit bisa dirumuskan. Ini pertanda terang-benderang bahwa masing-masing larut dalam politik dagang sapi. Ideologi ataupun platform politik sama sekali bukan rujukan. Bahkan ideologi dan platform politik mungkin memang sudah dilupakan. Pembicaraan tentang koalisi menjadi sangat alot dan berlarut-larut karena yang menjadi rujukan adalah pembagian kekuasaan.

Karena itu, hasil pemilu legislatif kali ini sama sekali tak membawa perubahan. Seperti yang sudah-sudah, pemilu legislatif kali ini hanya meneguhkan praktik politik bagi-bagi kursi di pemerintahan.

Apa boleh buat. Kita harus bersabar hingga lima tahun lagi. Mulai tahun 2019, praktik politik dagang sapi bisa diharapkan tak lagi mewarnai pemilu. Sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi, mulai tahun 2019 pemilu legislatif dan pemilu presiden dilakukan serentak.

Dengan itu, praktik politik dagang sapi menjadi kehilangan relevansi dan ruang. Sejak awal, tiap parpol maju ke arena pemilu dengan sudah lebih dulu memastikan diri pasangan capres-cawapres masing-masing. Walhasil, parpol pemenang pemilu pun menjadi penguasa. Sementara parpol-parpol lain cukup menjadi kontrol di parlemen.***

24 April 2014