Setelah Andi
Alifian Mallarangeng mundur dari kabinet, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) sepatutnya tidak sekadar berpikir menyiapkan figur pengganti untuk pos
Kemenpora. Mundurnya Mallarangeng ini seyogyanya dimanfaatkan sebagai momentum
untuk membenahi kabinet secara keseluruhan lewat reshuffle menteri-menteri.
Pembenahan
kabinet beralasan karena potret pemerintahan sekarang ini sungguh buram.
Sebagaimana diungkapkan Presiden sendiri, belum lama ini, kinerja
menteri-menteri tidak maksimal. Menteri-menteri cenderung sibuk
sendiri-sendiri, sehingga pencapaian target yang tertuang dalam rencana kerja
pemerintah menjadi kedodoran. Menteri-menteri terkesan mengabaikan tujuan pokok
rencana kerja pemerintah.
Penilaian
Presiden itu sejalan dengan hasil evaluasi Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan
dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Institusi tersebut menyebutkan bahwa
sejumlah menteri beroleh rapor merah alias berkinerja buruk. Koordinasi
antarlembaga juga payah, sehingga kabinet tidak menjadi sebuah satuan kerja
yang sinergis.
Penilaian
Kemenpan dan Reformasi juga sami mawon: kinerja kabinet memble. Itu bisa
terjadi karena menteri-menteri secara keseluruhan tidak fokus dan tak
berorientasi kepada deskripsi fungsi dan tugas masing-masing.
Kenyataan seperti
itu bukan hanya tidak elok, melainkan berbahaya. Kabinet yang tidak perform
jelas sulit bisa diharapkan mampu efektif merespons berbagai persoalan yang
dihadapi. Terlebih sejumlah persoalan tergolong krusial -- dalam arti harus
segera bisa ditangani secara tepat, karena jika tidak niscaya melahirkan ekses
serius. Sebut saja persoalan keamanan di Papua, kelangkaan BBM subsidi di
sejumlah daerah, tuntutan kenaikan upah buruh di berbagai daerah, dan banyak
lagi.
Kabinet tidak
perform, antara lain, karena menteri-menteri tidak solid. Menteri-menteri tidak
tampil sebagai sebuah tim yang kokoh-padu. Menteri-menteri saling bermanuver,
bahkan terkesan saling sikut, sehingga kabinet menjadi tidak harmonis. Kesan
itu gamblang tercuatkan ke ruang publik lewat kagaduhan-kegaduhan yang muncul
silih berganti.
Kegaduhan-kegaduhan
itu, sebut saja, laporan Seskab Dipo Alam ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
ihwal kongkalingkong anggaran oleh pejabat kementerian tertentu dan oknum
anggota DPR, nyanyian Menneg BUMN Dahlan Islan ihwal pemerasan BUMN oleh oknum
anggota DPR -- notabene tidak akurat, sehingga kegaduhan kian menjadi, kisruh
KPK versus Polri menyangkut penanganan perkara dugaan korupsi pengadaan
simulator mengemudi, kelangkaan BBM subsidi di sejumlah daerah, juga penarikan
sejumlah banyak tenaga penyidik Polri dari KPK.
Kabinet yang
tidak perform ini jelas merugikan SBY secara politis. Terutama jika terus
berlanjut hingga akhir pemerintahan pada tahun 2014, kabinet yang berkinerja
memble niscaya membuat SBY dinilai gagal menyejahterakan rakyat.
Konsekuensinya, paling tidak, SBY tak bakal dikenang rakyat secara manis.
Karena itu,
mundurnya Andi Alifian Mallarangeng dari pos Kemenpora sepatutnya dijadikan
momentum untuk perombakan kabinet ini. Presiden jangan sampai menyia-nyiakan
momentum tersebut karena menjadi pertaruhan untuk menjulangkan keberhasilan
pemerintahan dalam sisa waktu hingga tahun 2014.***
Jakarta, 7
Desember 2012