14 Desember 2012

Kunker Wakil Rakyat


Moratorium kunjungan kerja (kunker) anggota parlemen ke luar negeri ternyata merupakan pepesan kosong. Tekad pimpinan DPR tentang itu hanya isapan jempol. Kesepakatan semua alat kelengkapan DPR mengenai soal itu juga terbukti cuma basa-basi. Ya, karena kalangan anggota DPR terus saja bergantian melakukan kunker ke luar negeri. Yang paling baru: di penghujung tahun ini sejumlah anggota Komisi Peternakan dan Pertanian berniat melancong ke China dan Prancis. Konon, itu dalam rangka penyusunan RUU Peternakan.

Mengherankan, bahwa anggota DPR masih saja tergerak melakukan kunker ke luar negeri. Padahal latar belakang yang dijadikan alasan objektif kegiatan itu acapkali tidak meyakinkan, sehingga menuai kritik dan sinisme banyak pihak. Publik mencurigai kunker ke luar negeri anggota parlemen ini sekadar ajang pelesiran. Alasan resmi tentang itu dinilai publik sekadar bungkus yang menutupi motif pelesiran ini.

begitu pula reaksi publik terhadap rencana kunker sejumlah anggota DPR ke China dan Prancis pada penghujung tahun ini. Publik menilai rencana tersebut sama sekali tidak urgen dan hanya menghamburkan anggaran. Dari segi waktu, misalnya, kunker ke luar negeri di penghujung tahun hampir pasti sia-sia. Pihak-pihak yang dituju kemungkinan besar sedang menjalani liburan Natal dan Tahun Baru.

Di sisi lain, dari segi objektif, studi untuk keperluan penyusunan RUU Peternakan tak perlu harus jauh-jauh sampai ke China dan Prancis. Toh studi ini bisa dilakukan ke sentra-sentra pengembangan ternak di beberapa daerah, seperti Bali, Jatim, atau bahkan Tapos di Bogor. Lagi pula, studi ke sentra-sentra peternakan di dalam negeri lebih "membumi" sehingga produk perundangan yang kelak dirumuskan pun bisa diharapkan tidak mengawang-awang.

Bisa dipahami, karena itu, Badan Kehormatan DPR pun melontarkan kritik terhadap rencana kunker sejumlah anggota parlemen ke China dan Prancis ini. Lantaran itu pula, Ketua badan Kehormatan DPR M Prakosa mengaku tergelitik mendorong pimpinan parlemen agar merespons kecaman publik selama ini atas setiap kegiatan kunker anggota DPR ke luar negeri.

Pimpinan DPR memang sudah saatnya menunjukkan langkah konkret. Mungkin moratorium kunker ke luar negeri sulit dilaksanakan -- karena urgensi dan kebutuhan objektif untuk itu tak bisa dinafikan begitu saja. Yang penting, pimpinan DPR memuruskan kebijakan yang membuat kegiatan tersebut benar-benar bisa dipertanggungjawabkan dan sejak awal bersifat tranaparan.

Artinya, setiap kegiatan kegiatan kunker ke luar negeri terukur memiliki urgensi tinggi dan objektif -- bukan terkesan sekadar ajang memanfaatkan uang rakyat untuk rekreasi secara gratis.

Untuk itu, aturan main kegiatan kunkeranggota DPR ke luar negeri perlu dirumuskan lagi. Alat kelengkapan DPR, misalnya, harus benar-benar selektif dalam meloloskan rencana kegiatan tersebut. Di sisi lain, tata tertib dan mekanisme kerja anggota DPR juga perlu lebih ditegakkan. Misalnya, tak boleh lagi terjadi anggota DPR bisa melenggang pergi melakukan kunker ke luar negeri tanpa seizin pimpinan fraksi.

Tentu, pimpinan fraksi sendiri tak boleh asal memberi izin. Dia harus menilai tingkat objektivitas dan urgensi anggotanya melakukan kunker ke mancanagera. Jika memang tidak urgen -- apalagi sekadar merupakan pelesiran --, pimpinan fraksi wajib tidak memberi izin. Tak boleh ada kompromi.***


Jakarta, 14 Desember 2012