Moratorium
kunjungan kerja (kunker) anggota parlemen ke luar negeri ternyata merupakan
pepesan kosong. Tekad pimpinan DPR tentang itu hanya isapan jempol. Kesepakatan
semua alat kelengkapan DPR mengenai soal itu juga terbukti cuma basa-basi. Ya,
karena kalangan anggota DPR terus saja bergantian melakukan kunker ke luar
negeri. Yang paling baru: di penghujung tahun ini sejumlah anggota Komisi
Peternakan dan Pertanian berniat melancong ke China dan Prancis. Konon, itu
dalam rangka penyusunan RUU Peternakan.
Mengherankan,
bahwa anggota DPR masih saja tergerak melakukan kunker ke luar negeri. Padahal
latar belakang yang dijadikan alasan objektif kegiatan itu acapkali tidak
meyakinkan, sehingga menuai kritik dan sinisme banyak pihak. Publik mencurigai
kunker ke luar negeri anggota parlemen ini sekadar ajang pelesiran. Alasan
resmi tentang itu dinilai publik sekadar bungkus yang menutupi motif pelesiran
ini.
begitu pula
reaksi publik terhadap rencana kunker sejumlah anggota DPR ke China dan Prancis
pada penghujung tahun ini. Publik menilai rencana tersebut sama sekali tidak
urgen dan hanya menghamburkan anggaran. Dari segi waktu, misalnya, kunker ke
luar negeri di penghujung tahun hampir pasti sia-sia. Pihak-pihak yang dituju
kemungkinan besar sedang menjalani liburan Natal dan Tahun Baru.
Di sisi lain,
dari segi objektif, studi untuk keperluan penyusunan RUU Peternakan tak perlu
harus jauh-jauh sampai ke China dan Prancis. Toh studi ini bisa dilakukan ke
sentra-sentra pengembangan ternak di beberapa daerah, seperti Bali, Jatim, atau
bahkan Tapos di Bogor. Lagi pula, studi ke sentra-sentra peternakan di dalam
negeri lebih "membumi" sehingga produk perundangan yang kelak
dirumuskan pun bisa diharapkan tidak mengawang-awang.
Bisa dipahami,
karena itu, Badan Kehormatan DPR pun melontarkan kritik terhadap rencana kunker
sejumlah anggota parlemen ke China dan Prancis ini. Lantaran itu pula, Ketua
badan Kehormatan DPR M Prakosa mengaku tergelitik mendorong pimpinan parlemen
agar merespons kecaman publik selama ini atas setiap kegiatan kunker anggota
DPR ke luar negeri.
Pimpinan DPR
memang sudah saatnya menunjukkan langkah konkret. Mungkin moratorium kunker ke
luar negeri sulit dilaksanakan -- karena urgensi dan kebutuhan objektif untuk
itu tak bisa dinafikan begitu saja. Yang penting, pimpinan DPR memuruskan
kebijakan yang membuat kegiatan tersebut benar-benar bisa dipertanggungjawabkan
dan sejak awal bersifat tranaparan.
Artinya, setiap
kegiatan kegiatan kunker ke luar negeri terukur memiliki urgensi tinggi dan
objektif -- bukan terkesan sekadar ajang memanfaatkan uang rakyat untuk
rekreasi secara gratis.
Untuk itu, aturan
main kegiatan kunkeranggota DPR ke luar negeri perlu dirumuskan lagi. Alat
kelengkapan DPR, misalnya, harus benar-benar selektif dalam meloloskan rencana
kegiatan tersebut. Di sisi lain, tata tertib dan mekanisme kerja anggota DPR
juga perlu lebih ditegakkan. Misalnya, tak boleh lagi terjadi anggota DPR bisa
melenggang pergi melakukan kunker ke luar negeri tanpa seizin pimpinan fraksi.
Tentu, pimpinan
fraksi sendiri tak boleh asal memberi izin. Dia harus menilai tingkat
objektivitas dan urgensi anggotanya melakukan kunker ke mancanagera. Jika
memang tidak urgen -- apalagi sekadar merupakan pelesiran --, pimpinan fraksi
wajib tidak memberi izin. Tak boleh ada kompromi.***
Jakarta, 14
Desember 2012