01 Juli 2012

Pembenahan Institusi Polisi


Permintaan Presiden Yudhoyono kepada Polri -- bahwa institusi tersebut harus bebas praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) -- wajib direspons secara positif dan segera. Wajib, karena permintaan itu diutarakan pucuk pimpinan nasional sehingga jelas merupakan instruksi. Juga karena, diakui ataupun tidak, institusi Polri masih dirasuki praktik KKN.

Karena itu pula, respons patut segera dilakukan Polri. Jika pembenahan dan pembersihan tak segera dilakukan secara serius, KKN niscaya menghancurkan kredibilitas dan integritas institusi Polri. KKN niscaya menguapkan berbagai nilai moral dan etik yang menjadi pijakan Polri dalam berkiprah di tengah masyarakat.

Kenyataan seperti itu tak boleh sampai terjadi karena Polri adalah salah satu pilar tertib sosial di masyarakat. Bila institusi Polri sendiri secara etis dan moral amburadul, kehidupan masyarakat niscaya tidak karu-karuan. Tertib sosial niscaya sirna digantikan oleh hukum rimba.

Permintaan Presiden itu sendiri, yang disampaikan pada puncak peringatan Hari Bhayangkara 2012, Minggu kemarin (1/7), sekaligus merupakan kritik kepada segenap jajaran Polri: bahwa praktik KKN masih menjadi penyakit yang membahayakan kredibilitas dan integritas kelembagaan mereka. Reformasi birokrasi, dalam konteks ini, belum optimal membuahkan hasil positif.

Kritik itu sungguh mewakili isi hati masyarakat selama ini.
Bagi masyarakat, reformasi birokrasi di internal Polri seperti tidak dilaksanakan dengan sepenuh hati. Seolah-olah program reformasi itu sekadar proforma.

Mungkin penilaian seperti itu keliru -- lantaran ekspektasi masyarakat tentang peran dan fungsi Polri kelewat tinggi. Tetapi karena banyak kasus yang mencoreng asas profesionalisme dan integritas polisi terhampar di depan publik -- antara lain kasus salah tangkap pelaku kejahatan, tindak kekerasan terhadap tahanan, atau juga menjadi beking tindak penyelewengan sosial seperti perjudian, pelacuran, dan lain-lain -- penilaian miring itu tak bisa disalahkan.

Walhasil, bagi masyarakat, Polri belum juga tampil sebagai institusi ideal dalam mengemban peran dan fungsinya. Polri masih tampil dalam ragam wajah yang acap tidak mengesankan.

Itu pula yang membuat masyarakat tetap saja cenderung tidak nyaman berurusan dengan polisi. Jangankan lantaran tersandung perkara hukum, bahkan sekadar menjadi saksi sebuah kasus pun masyarakat sudah enggan. Sinisme masyarakat tentang layanan polisi -- lapor kecolongan kambing malah jadi kehilangan sapi -- tak kunjung pudar.

Masyarakat memang sudah sangat merindukan sosok kepolisian yang teduh, tenang, namun sekaligus trengginas, handal, dan tak pandang bulu. untuk itu, permintaan Presiden benar adanya: institusi Polri harus bebas praktik KKN. Sekali lagi, karena KKN adalah sumber segala penyakit yang menghancurkan integritas dan kredibilitas institusi Polri.

Walhasil, Hari Bhayangkara 2012 sungguh patut dijadikan momentum penataan kelembagaan ke arah sosok Polri yang didambakan sekaligus dibanggakan masyarakat. Peringatan Hari Bhayangkara selayaknya tidak diperlakukan sekadar ritual tahunan yang tak memberi makna apa-apa kepada segenap jajaran kepolisian.***

Jakarta, 1 Juli 2012