16 Juli 2012

Pengurangan Jam Kerja


Meski Ramadhan 1433 H belum dimulai, Pemkot DKI Jakarta sudah menggariskan dispensasi ibadah puasa bagi pegawai negeri sipil (PNS) selama bulan suci umat Islam itu. Dispensasi itu berupa pengurangan jam kerja setiap hari selama 90 menit.

Untuk itu, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1073/2012, jam masuk kantor dimundurkan 30 menit menjadi pukul 08.00 WIB dibanding hari-hari kerja di luar Ramadhan. Sementara jam pulang dimajukan 60 menit menjadi pukul 15.00 WIB.

Sangat boleh jadi, seperti tahun-tahun lalu, jajaran pemda lain segera berbuat serupa. Maklum karena soal dispensasi ibadah puasa bagi PNS selama Ramadhan ini mendapat restu Kemenpan dan Kemenag. Lewat keputusan bersama, Kemenpan-Kemenag membolehkan pengurangan jam kerja PNS selama Ramdahan. Itu dimaksudkan agar selama Ramadhan, PNS (Muslim) dapat bekerja dan beribadah secara berkeseimbangan.

Ibadah puasa memang tak patut dijadikan alasan untuk berleha-leha atau apalagi bermalas-malasan. Semangat kerja tak boleh rontok menjadi loyo gara-gara berpuasa. Selama berpuasa, semangat kerja harus tetap terjaga dan prima. Dengan demikian, fungsi pelayanan publik tetap normal. Masyarakat pun tidak lantas dirugikan.

Tetapi ibadah puasa memang tidak ringan. Kalau tak cukup pandai melakukan penyesuaian, terutama karena sebagian waktu istirahat tersita untuk sahur (dan ibadah sunah malam), kondisi fisik orang berpuasa cenderung kurang bugar. Karena itu, pemberian dispensasi berupa pengurangan jam kerja cukup punya alasan.

Meski begitu, dalam praktik selama ini, ibadah puasa justru seperti menjadi pembenaran di kalangan pegawai, termasuk PNS, untuk memanjakan diri larut dalam kemalasan. Terutama di hari-hari awal Ramadhan, tak sedikit pegawai terlambat muncul di kantor dari jam masuk yang sudah ditentukan. Bahkan tak sedikit pula pegawai yang tidak masuk kantor tanpa alasan jelas.

Lalu pegawai yang masuk kerja pun cenderung memperagakan kekurangan vitalitas. Tengoklah saat tengah hari, kantor-kantor banyak lowong karena ditinggal pegawai tidur atau bermalas-malasan di mushala maupun masjid. Tidak mengherankan, berbagai masjid dan mushala di lingkungan perkantoran pun selama Ramadhan selalu penuh oleh pegawai berleha-leha atau tidur.

Lucunya, keloyoan dan kemalasan biasa menjadi sirna ketika jam kerja mendekati saat bubaran kantor. Kalangan pegawai seolah mendadak menemukan gairah dan kebugaran. Bahkan saking bergairah, tak sedikit pegawai acap sudah meninggalkan kantor sebelum jam resmi pulang.

Kenyataan seperti itu menunjukkan, pengurangan jam kerja selama Ramadhan membutuhkan pengawasan ketat. Mekanisme reward and punishment, dalam kaitan ini, sungguh perlu diterapkan. Jika tidak, seperti tahun-tahun lalu, kebijakan itu menjadi kehilangan relevansi -- dan terutama merugikan publik.***

Jakarta, 16 Juli 2012